BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling keluarga adalah salah satu mata kuliah dalam program studi bimbingan
dan konseling. Mata kuliah bimbingan
dan konseling keluarga yang berbobot 2 SKS dan
diampu oleh Dra. Ninik Setyowani, M.Pd.
mempelajari tentang konsep dasar tentang keluarga, yang meliputi pengertian
keluarga, fungsi keluarga, bentuk-bentuk keluarga, dan kewajiban masing-masing
anggota keluarganya; mmpelajari tentang konsep keluarga bahagia; mempelajari
tentang berbagai macam masalah yang ada dalam setting keluarga; dan mempelajari tentang bimbingan dan konseling keluarga.
Tujuan dari mata kuliah bimbingan dan konseling keluarga adalah
memahami konsep tentang keluarga sebagai pendekatan untuk mengases, mengalisis dan
memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi konseli, terutama yang berhubungan dengan masalah-masalah yang
timbul dalam keluarga, dan agar mahasiswa
dapat memahami tentang masalah
konseli dalam bidang keluarga dan berlatih
menangani kasus-kasus tentang tersebut.
Tugas akhir yang dibebankan pada mata
kuliah bimbingan dan
konseling keluarga ini adalah menangani sebuah kasus. Hal ini
dibebankan guna melatih kemampuan dasar calon konselor dalam penanganan kasus
di lapangan kelak. Kasus tersebut
adalah kasus bidang keluarga, lebih spesifik lagi adalah kasus yang berhubungan
dengan masalah belajar konseli yang disebabkan oleh masalah dalam keluarganya. Calon konselor diwajibkan memilih konseli untuk kasus tersebut. Konseli
tersebut diminta mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya untuk kemudian
ditangani oleh calon konselor. Tingkatan kasus yang akan ditangani oleh calon
konselor dipersyaratkan minimal adalah tingkatan kasus yang sedang.
Dengan alasan tesebut maka calon
konselor melakukan studi kasus terhadap konseli sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Segala hal yang dilaksanakan dalam proses penanganan kasus ini akan
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara tertulis dan lisan kepada dosen
pembimbing sebagai tugas akhir mata kuliah studi kasus.
B. Prosedur
Pemilihan Kasus
Pemilihan kasus adalah proses dimana
calon konselor memilih dan menentukan kasus seperti apa yang akan diangkat
untuk ditangani. Kasus diangkat berdasarkan atas seperti apa jenis kasus pada
konseli serta tingkatan kasus tersebut, apakah kasus tergolong sedang atau
tergolong kasus berat. Prosedur pemilihan kasus pada kasus pribadi kali ini dapat
dirinci sebagai berikut:
1.
Calon konselor turun
ke lapangan memilih dan menentukan calon konseli.
2.
Calon konselor
menghubungi calon konseli untuk dimintai kesediannya menjadi konseli.
3.
Calon konselor
menjelaskan tentang berbagai alasan dan tujuan penanganan kasus.
4.
Calon konselor meminta
persetujuan dari calon konseli.
5.
Calon
konselor membuat jadwal pertemuan dan
wawancara dengan konseli.
C. Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini
adalah sebagai berikut;
1.
Menganalisis
masalah yang dihadapi oleh konseli
2.
Membantu menangani dan
memberikan jalan keluar pemecahan kasus tidak tahu tujuan sekolah akibat perceraian orang tua.
3.
Memadukan
penanganan kasus dngan model konsling yang telah dipelajari.
4.
Memenuhi tugas akhir
mata kuliah studi kasus bimbingan dan konseling.
D. Manfaat
Manfaat dari praktik penanganan kasus
ini adalah sebagai berikut:
1.
Dari konselor:
a.
Memperoleh pengalaman
menangani kasus bidang keluarga, khususnya kasus tentang tidak tahu tujuan sekolah akibat perceraian orang tua.
b.
Lebih tahu bagaimana
cara berkomunikasi terhadap konseli yang sedang terkena suatu masalah,
khususnya masalah tidak tahu
tujuan sekolah akibat perceraian orang tua.
2.
Dari konseli:
a.
Masalah yang sedang
dialami terselesaikan.
b.
Menjadi lebih terbuka
dalam menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
c.
Menjadi lebih berani
dalam mengungkapkan isi hati.
d.
Melihat suatu
permasalahan dari berbagai sudut pandang.
e.
Menjadi
lebih tau tentang makna dari bersekolah.
f.
Lebih
bisa berfikiran secara positif dan logis.
BAB II
IDENTIFIKASI
KASUS
A. Identitas Calon
Konselor
Nama :
A’an Aisyah
NIM :
1301409015
Umur :
20
tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
Jurusan :
Bimbingan dan Konseling
Sekolah :
Universitas Negeri Semarang
Alamat :
Jl. Taman siswa, Sekaran, Gunung Pati, Semarang 50229
B. Identitas
Konseli
Nama :
Maida Nanina
Umur :
18
tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
Sekolah :
SMK Diponegoro Banyuputih
Alamat :
Subah, Batang 51272
C. Identitas
Ayah Konseli
Nama :
Zakaria
Umur :
58 tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Pedagang
Alamat :
Kalibening, DS. Kalisalak, Limpung, Batang 51271
D. Identitas
Ibu Konseli
Nama :
Asriyah
Umur :
50 tahun
Jenis kelamin :
perempuan
Pekerjaan :
Pedagang
Alamat :
Subah, Batang 51272
E. Identitas
Kakak Konseli
Nama :
Ahmad Husein
Umur :
22 tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Sekolah :
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Alamat :
Kalibening, DS. Kalisalak, Limpung, Batang 51271
F. Identitas
teman konseli
Nama :
Annisa Adzima
Umur :
17 tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
Sekolah :
MA NU 01 Limpung
Alamat :
Kalibening, DS. Kalisalak, Limpung, Batang 51271
G. Identifikasi
Kasus
Nina adalah siswa kelas XI di SMK Diponegoro Banyuputih. Nina bercerita bahwa ia pernah tidak naik kelas waktu
duduk di bangku sekolah dasar. Ketika duduk di bangku SMP juga ia pernah pindah
ke sekolah lain dengan alasan tidak betah di sekolah tersebut. Memasuki jenjang
SMA, frekuensi kepindahan sekolah Nina makin bertambah, ia sudah pindah sekolah
selama empat kali. Sekarang Nina bersekolah di SMK Diponegoro Banyuputih.
Selama proses pindah-pindah sekolahnya tersebut, ia mengaku tidak ada semangat
dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah
dibebankan, sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas belajar, dan merasa
enggan datang ke sekolah. Nina mengaku selama ini ia datang kesekolah bukan
karena keinginan untuk serius belajar, namun lebih dikarenakan hanya
ikut-ikutan dengan temannya saja untuk datang kesekolah daripada di rumah tidak
ada pekerjaan.
Nina juga menceritakan tentang
hubungannya dengan keluarganya. Ketika Nina duduk di bangku sekolah dasar, orang tua Nina bercerai. Nina mengaku tidak tahu
menahu tentang penyebab perceraian kedua orang tuanya tersbut. Semenjak saat
itu, Nina ikut dengan ibunya bersama seorang adik dan kakanya. Meskipun ikut
dengan ibunya, Nina masih sering mengunjungi rumah ayahnya untuk sekedar bertmu
sapa dengan sang ayah atau dengan saudara-saudaranya yang lain yang ikut dengan
ayahnya. Ia mengaku sering mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari sang
ayah. Sering disalah-salahkan, tidak diberi uang saku, dan sering dimarahi oleh
ayahnya. Namun ketika berada di rumah sang ibu, ia selalu disayang, diberi uang
saku, jarang dimarahi, dan diperhatikan oleh ibunya. Nina sering merasa bahwa
hidupnya mulai berantakan. Ia menginginkan keutuhan keluarga seperti sedia
kala, namun kenyataan berkata lain.
1.
Gejala yang
timbul dalam diri Nina:
a.
Sering
pindah-pindah dari sekolah satu ke sekolah yang lain.
b.
Tidak
ada semangat dalam mengikuti pelajaran.
c.
Tidak
ada semangat dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
d.
Sulit
berkonsentrasi dalam belajar.
e.
Merasa
enggan datang ke sekolah.
f.
Datang
kesekolah hanya ikut-ikutan teman.
2.
Keluhan-keluhan
dari Nina:
a.
Mengaku
tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah
yang telah dibebankan.
b.
Sulit
berkonsentrasi dalam belajar.
c.
Malas
belajar.
d.
Merasa
enggan datang ke sekolah.
H. Jenis, Nama,
dan Tingkatan Kasus
Identifikasi kasus yang akan ditangani
calon konselor adalah sebagai berikut:
1. Jenis kasus :
Kasus keluarga
2. Nama kasus :
Tidak tahu tujuan sekolah akibat
perceraian orang
tua
3. Tingkatan kasus :
Sedang
BAB III
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Tidak
Tahu Tujuan Sekolah
Menurut Supriyo (2008), yang dimaksud
dengan kasus tidak tahu tujuan sekolah adalah suatu masalah dimana individu
tidak mengerti, serta bingung terhadap tujuan sekolah. ia tidak mengerti apa
maksud datang ke sekolah, dan asal pergi dari rumah tanpa tujuan yang jelas.
Anak yang demikian berarti tidak tahu kemana arah yang akan dituju setelah
masuk ke sekolah, setelah tamat dari sekolah. oleh sebab itu, anak itu tidak
ada motivasi untuk belajar, padahal belajar akan sukses jika anak tahu apa
tujuan dari belajar atau sekolah. begitu pula dengan anak yang tidak tahu
tujuan bersekolah, berarti tidak tahu tujuan hidupnya.
B. Gejala/Ciri-ciri
Tidak Tahu Tujuan Sekolah
Supriyo (2008) mengemukakan bahwa
gejala dalam kasus tidak tahu tujuan sekolah ini pada umumnya ditandai oleh
seringnya pindah dari sekolah satu ke sekolah lainnya, kurang konsentrasi dalam
belajar, kurang semangat dalam belajar, kurang rajin dalam belajar, dan hanya
ikut-ikutan teman-temannya saja. Disamping itu, gejala lain yang mungkin muncul
adalah anak acuh tak acuh terhadap sekolah, kurang mengetahui siapa yang
mendidik di sekolah, dan dalam mengikuti pelajaran hanya bersikap pasif saja
daripada menganggur di rumah.
C. Faktor penyebab Tidak Tahu Tujuan Sekolah
Penyebab serta latar belakang kasus ini
adalah karena anak kurang mengetahui tentang kemampuannya, acuh tak acuh
terhadap kegiatan belajar, dan orang tua yang kurang memberikan bimbingan pada anak-anaknya
(Supriyo, 2008:100).
D. Bahaya
yang Mungkin Timbul
Apabila masalah ini tidak memperoleh
penanganan yang tepat, kemungkinan anak akan malas dalam belajar, dan akibat
lebih jauh yang mungkin ditimbulkan adalah anak akan mengalami kegagalan dalam
belajar, serta akibat-akibat yang lain (Supriyo, 2008:100).
E. Upaya
penanganan
Menurut Supriyo (2008), dalam mengatasi
masalah tidak tahu tujuan sekolah ini, perlu dilacak kembali sebab-sebabnya
yang mungkin paling cocok dan bertitik. Berdasarkan sebab-sebab tersebut,
pembimbing membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh konseli, untuk itu
dibutuhkan:
1.
Memberikan
bimbingan pribadi kepada anak untuk mengetahui penyebabnya.
2.
Memberikan
dorongan kepada anak agar mau berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri tentang
tujuan bersekolah.
F. Daftar pustaka
1.
Supriyo.
2008. Studi Kasus Bimbingan dan Konseling.
Semarang: CV Niuw Setapak
2.
Pujosuwarno,
Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling
Keluarga. Yogyakarta: Menara Mas Offset
BAB IV
DATA KASUS
Data kasus adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
kasus keluarga yang dialami oleh konseli. Calon konselor berusaha
mengumpulkan data dari berbagai sumber dan dari berbagai pihak yang diduga ada
relevansinya dengan masalah yang dihadapi oleh konseli. Calon konselor ingin
memperoleh data selengkap mungkin, apakah ini berupa data objektif maupun
subjektif dan berbagai sumber. Data objektif yang diperoleh dari berbagai
sumber di antaranya:
A. Wawancara
1.
Wawancara dengan Nina
Usia Nina saat ini adalah 18 tahun, ia duduk di kelas XII SMK Diponegoro Banyuputih. Tahun
ini ia akan menyelesaikan masa di sekolah menengah atasnya, dan akan segera
lulus. Ketika ditanya ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
atau tidak, ia menjawab masih ragu. Ingin memikirkan dulu dan menanyakan kepada
teman-teman lainnya. Ia adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara. Dia mempunyai dua
kakak laki-laki, satu kakak perempuan, satu adik perempuan, dan satu adik
laki-laki, Nina mengaku sangat menyayangi semua saudara-saudaranya.
Nina menceritakan bahwa ia pernah tidak
naik kelas waktu duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu ia tidak naik dari
kelas dua ke kelas tiga. Ketika duduk di bangku SMP, memasuki tahun keduanya ia
pernah pindah ke sekolah lain dengan alasan tidak betah dan kurang mrasa cocok
berada di sekolah tersebut. Memasuki jenjang SMA, frekuensi kepindahan sekolah
Nina makin bertambah, ia sudah pindah sekolah selama empat kali. Sekarang Nina
bersekolah di SMK Diponegoro Banyuputih. Kepindahannya pun dengan alasan yang
sama ketika ia pindah skolah sewaktu duduk di jenjang SMP. Selama proses
pindah-pindah sekolahnya tersebut, ia mengaku tidak ada semangat dalam
mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan,
sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas belajar, dan merasa enggan datang ke
sekolah. Nina mengaku selama ini ia datang kesekolah bukan karena keinginan
untuk serius belajar, namun lebih dikarenakan hanya ikut-ikutan dengan temannya
saja untuk datang kesekolah daripada di rumah tidak ada pekerjaan.
Nina juga menceritakan tentang
hubungannya dengan keluarganya. Ketika Nina duduk di bangku sekolah dasar,
lebih tepatnya sewaku kelas dua SD, orang
tua Nina bercerai. Nina mengaku tidak tahu menahu tentang penyebab perceraian
kedua orang tuanya tersebut. Ayah dan ibunya berpisah tempat tinggal. Semenjak
saat itu, Nina ikut dengan ibunya bersama seorang adik dan kakaknya. Meskipun
ikut dengan ibunya, Nina masih sering mengunjungi rumah ayahnya untuk sekedar
bertemu sapa dengan sang ayah atau dengan saudara-saudaranya yang lain yang
ikut dengan ayahnya. Ia mengaku sering mendapat perlakuan yang tidak
mengenakkan dari sang ayah. Sering disalah-salahkan, tidak diberi uang saku,
dan sering dimarahi oleh ayahnya. Namun ketika berada di rumah sang ibu, ia
selalu disayang, diberi uang saku, jarang dimarahi, dan diperhatikan oleh
ibunya. Nina sering merasa bahwa hidupnya mulai berantakan. Ia menginginkan
keutuhan keluarga seperti sedia kala, namun kenyataan berkata lain.
Sekarang ibunya Nina sudah menikah lagi
namun ayahnya tidak menikah lagi. Hubungan Nina dengan ayah dan ibunya
terbilang cukup baik. Nina sempat syok dengan perceraian orang tuanya, namun
sekarang ia sudah bisa menerima perceraian orang tuanya tersebut. Sekarang Nina tinggal dengan sang ibu, karena
ia lebih dekat dengan sang ibu namun bukan berarti ia tidak pernah mengunjungi
ayahnya. Nina mengatakan bahwa ia setiap harinya sering bolak-balik kerumah ibu
dan rumah ayah. Ketika berada di rumah sang ayah, terkadang Nina agak sebel
juga bila sedang di omeli sang ayah. Menurutnya lebih enak dengan sang ibu,
karena sang ibu belum pernah mengomelinya juga Nina begitu diperhatikan dan
disayang penuh oleh ibunya. Ibu dan ayah Nina mempunyai pekerjaan yang sama,
yaitu sebagai penjual pestisida dan obat-obatan untuk tanaman. Meskipun jenis
pekerjaannya sama, namun mereka bekerja di tempat yang berbeda. Nina mengaku ia
sering membantu ibunya menjaga toko untuk mengisi waktu luang dan untuk belajar
bekerja.
Sehubungan dengan masalah yang sedang
dialami oleh Nina, yaitu tidak tahu tujuan bersekolah, ia mengaku hal ini
bermula ketika ia duduk di bangku kelas dua SD. Pada waktu itu adalah kali
pertama ia menyaksikan sebuah keruntuhan dalam keluarga. Pada saat pertengahan
semester, kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Dan segera setelah
perceraian mereka tinggal dalam rumah dan tempat yang berbeda. Nina merasa amat
syock dan tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Ia sangat ingin kedua orang
tuanya kembali bersatu, kembali akur seperti sedia kala. Pada waktu itu ia
masih rajin belajar dan datang ke sekolah dengan penuh semangat. Namun
lama-kelamaan ia sadar bahwa meskipun rajin belajar dan setiap hari berangkat
kesekolah, hal tersebut tidak bisa mengubah fakta dan tidak bisa merubah keadaan
agar ayah dan ibunya kembali seperti sedia kala. Ia mengaku sejak saat itulah,
dunianya seperti ada yang hilang dan terasa hampa. Ia mulai malas pergi sekolah
dan tidak tahu kenapa kita harus datang setiap hari ke sekolah.
Di sisi lain Nina juga memiliki suatu
keinginan berkaitan dengan masalah ketidaktahuannya tentang tujuan sekolah dan
dengan masalah keluarganya. Nina mengungkapkan bahwa ia ingin dapat menjalani hari-hari di sekolahnya
dengan semangat yang tinggi seperti pada saat dahulu, dapat berkonsentrasi
dalam belajar, ingin bisa belajar dengan sungguh-sungguh, tidak lagi berangkat
ke sekolah karena ikut-ikutan teman, dan ia juga sampai saat ini masih
mengharapkan agar kedua orang tuanya mau kembali bersama lagi.
2.
Wawancara
dengan teman tetangga di rumah
Menurut teman tetangga yang ada di
sekitar rumah Nina, Nina
anaknya selalu riang ceria, dan gampang
diajak berteman. Ia juga sering ngobrol dengan teman-teman di sekitar rumahnya.
Menurutnya, karena Nina orangnya gampang bergaul, temannya banyak. Sering juga
terlihat teman-temannya beramai-ramai datang ke rumahnya Nina. Banyak juga
laki-laki yang tertarik kepadanya.
Berdasarkan cerita teman tetangga Nina
ini, ia tahu bahwa Nina mempunyai masalah dengan sekolahnya dan juga ada
masalah keluarga yang selalu ia pikirkan. Teman Nina mengatakan semenjak SD, Nina mulai terlihat
malas pergi ke sekolah, tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun
mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan, sering pindah sekolah, dan
enggan datang ke skeolah.
Kabar tentang perceraian orang tua Nina
pun sudah diketahuinya, dikarenakan kabar tersebut cepat sekali meluas ke
masyarakat sekitar. Teman Nina ini juga menjelaskan bahwa kondisi keluarga Nina
memang kurang harmonis sehingga berakibat pada perceraian dan yang menjadi
korban adalah anak-anaknya. Terutama yang paling menonjol adalah dampaknya
kepada psikis Nina. Nina benar-benar terlihat sangat syock dan kecewa dengan
kejadian tersebut.
3.
Wawancara
dengan kakak Nina
Kakak Nina yang berinisial H ini adalah
kakak laki-laki kedua Nina. Ketika ditanya tentang bagaimana pendapatnya
mengenai adiknya tersebut, H mengaku bahwa dia sangat menyayangi adiknya itu.
Ia juga menyatakan meskipun ayah dan ibu mereka sudah bercerai, tapi H dan
saudara-saudaranya tetap saling menyayangi. Meskipun sekarang H dan Nina tidak
hidup satu atap, karena H ikut dengan sang ayah, sedangkan Nina ikut dengan
sang ibu, namun hubungan mereka tetap harmonis.
H mengatakan Nina anak yang patuh pada
orang tua, juga begitu peduli dengan saudara-saudaranya. Ia juga sekarang
anaknya sudah lebih feminin dibandingkan dulu ketika Nina duduk di bangku SMP.
Waktu di bangku SMP, Nina anaknya tomboi, sikap dan kelakuannya seperti
laki-laki. Tetapi semenjak duduk di bangku SMA, menurut H, Nina terlihat berubah
dan semakin lebih feminin.
H juga mengetahui tentang masalah
adiknya yang sering berpindah-pindah dari sekoalah satu ke sekolah lainnya. H
juga mengatakan bahwa di rumah Nina sering terlihat lesu dan frustasi. Ia tidak
pernah belajar, dan terlihat sangat enggan untuk pergi ke sekolah. H
memperjelas lagi bahwa keadaan yang dialami oleh adiknya ini sudah sejak lama,
tepatnya semenjak adiknya masih duduk di bangku SD. Masalah tersebut
berlarut-larut hingga saat ini masih juga belum selesai. Nina bukannya tambah
semangat dalam belajar tapi malah tambah tidak semangat dan pergi ke sekolah
hanya sebatas formalitas belaka. Ia hanya ikut-ikutan teman saja. Namun di sisi
lain, adiknya tersebut juga mengharapkan ia bisa mendapatkan semangatnya
kembali yang membara ketika ia harus belajar dan bersekolah.
Diakui oleh H bahwa kejadian yang
menimpa adiknya ini tidak lepas dari masalah keluarga yang merundung keluarga
H. Perceraian orang tua mereka dirasakan oleh H yang menjadi penyebab utama yang
menjadikan adiknya seperti sekarang ini. Semua orang memang akan langsung tahu
perubahas yang terjadi pada diri Nina, termasuk si H. H mengetahui bahwa
adiknya mengalami frustasi dan syock yang luar biasa akibat perceraian orang
tuanya tersebut. Ia sering bercerita tentang kefrustasiannya dan keinginannya
yang besar agar supaya orang tuanya kembali hidup bersama seperti sedia kala
kepada H.
BAB V
ANALISIS DAN
DIAGNOSIS
A.
Analisis kasus
Analisis memiliki
makna suatu kegiatan menguraikan, menjabarkan, dan menerangkan suatu
data permasalahan secara rinci dan lengkap.
1.
Analisis konten
Masalah yang dihadapi
oleh Nina
adalah masalah yang berhubungan dengan tidak tahu tujuan bersekolah. Berdasarkan
gejala-gejala yang diperlihatkan oleh Nina, yaitu sering pindah-pindah dari sekolah satu ke sekolah yang lain, tidak
ada semangat dalam mengikuti pelajaran, tidak ada smangat dalam mengerjakan
pekerjaan rumah, sulit berkonsentrasi dalam belajar, merasa enggan datang ke
sekolah, dan datang kesekolah hanya ikut-ikutan teman, masalah
yang dialami oleh Nina adalah masalah yang berhubungan ketidaktahuan dengan apa yang menjadi tujuan dalam
brskolah.
2.
Analisis logis
Selama ini Nina mengeluhkan bahwa ia mengaku tidak ada semangat
dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah
dibebankan, sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas belajar,dan merasa enggan
datang ke sekolah. ia merasakan keluhan ini sudah cukup lama, yaitu semenjak ia
duduk di bangku sekolah dasar.
Ketika ditanya
lebih lanjut tentang masa lalunya, ternyata sewaktu ia masih duduk di kelas dua
sekolah dasar, orang tuanya bercerai, semenjak itu keluarganya mulai
terpisah-pisah dan ia mulai merasa kecewa dan frustasi sehingga berakibat pada
pendidikan Nina. Ia mulai berpandangan bahwa meskipun belajar dengan keras, itu
pun tidak ada gunanya, karena dengan belajar bersungguh-sungguh tidak akan bisa
membuat ayag dan ibunya bersatu kembali seperti sedia kala. Pengalaman
perceraian orang tuanya tersebut bisa jadi memicu Nina sehingga ia sulit
berkonsentrasi, sering pindah-pindah sekolah, tidan ada semangan belajar, dan
berujung pada tidak tahu arah dan tujuan yang sebenarnya dari bersekolah.
3.
Analisis comparative
Berdasarkan pengakuan teman Nina di rumah, Nina mempunyai masalah dengan sekolahnya, yaitu sering
berpindah-pindah sekolah dan tidak ada semangat yang menyala untuk belajar dan
bersekolah. Nina juga kerap kali menunjukkan prasaannya kecewanya terhadap apa
yang dialaminya dengan sering berteriak dan menangis di kamar. Hal ini menurut
teman Nina ada kemungkinan besar ada hubungannya dengan perceraian kedua orang
tua. Sedangkan menurut pengakuan kakak kandungnya Nina, adiknya memang tidak mempunyai
konsntrasi dalam belajar, sering berpindah sekolah, dan kurang tahu tujuan yang
sebenarnya.
Ia juga mengatakan bahwa Nina merasa
ogah-ogahan dan enggan bila udah ada kaitan atau hubungan dengan belajar dan
sekolah. selama ini Nina sering pindah sekolah dengan alasan ketidakcocokan
dirinya dengan sekolah yang ditempatinya. Ia maupun anggota keluarga yang lain tidak bisa berbuat
apa-apa kecuali menuruti keinginan Nina yang ingin berpindah sekolah.
Perceraian yang terjadi antara kedua orang tua mereka diakui kakak Nina sebagai
penyebab utama yang membuat anak-anak mereka menjadi berubah, terutama Nina.
Nina merupakan anak yang paling terpukul dan paling mendapat beban mental yang
paling berat atas perceraian kedua orang tuanya tersebut.
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan
oleh teman tetangganya di
rumah dan kakak Nina, keduanya cocok
dengan pengungkapan yang diungkapkan oleh Nina sendiri. Hal ini berarti apa yang dirasakan dan dilakukan
oleh Nina
sama persis dengan pandangan dan persepsi orang luar, dalam hal ini adalah
teman tetangganya di
rumah dan kakaknya sendiri. Semua hal yang
diungkapkan tersebut menggambarkan bahwa Nina memiliki masalah yang berkaitan dengan ketidak tahuan tentang tujuan
berskolah.
Perbandingan juga bisa dilihat dari
harapan apa saja yang dimiliki oleh Nina serta bagaimana kenyataan yang
sesungguhnya ia alami apakah sudah sesuai dengan harapan-harapannya atau belum.
Dalam hal ini, pada lubuk hati Nina yang
paling dalam, ia ingin dapat menjalani hari-hari di sekolahnya dengan semangat
yang tinggi, dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan tidak lagi berangkat ke
sekolah karena ikut-ikutan teman. namun pada kenyataannya, dalam kesehariaanya yang berkaitan dengan
sekolahnya, ia masih tidak semangat belajar, sulit berkonsentrasi ketika
mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar, dan berangkat sekolah masih hanya suka
ikut-ikutan dengan teman-temannya saja.
Berdasarkan analisa perbandingan antara
harapan dan kenyataan yang dimiliki oleh Nina, semua harapan yang dimiliki oleh
Nina
masih belum tercapai, karena pada kenyataannya ia masih tidak semangat belajar, sulit berkonsentrasi ketika mengerjakan
pekerjaan rumah dan belajar, dan berangkat sekolah masih hanya suka ikut-ikutan
dengan teman-temannya saja yang
disisi lain berkebalikan dengan apa yang
menjadi harapan-harapannya. Hal ini tidak lepas dari masalah yang dialami oleh Nina, yaitu masalah yang berkaitan dengan tidak tahu tujuan
bersekolah.
B.
Diagnosis
Diagnosis memiliki
arti yaitu suatu upaya untuk mengenal, menetapkan atau menentukan sifat, serta
hakekat dalam suatu peristiwa melalui pengamatan terhadap gejala.
1.
Esensi masalah
Esensi atau pokok dari
permasalahan yang dihadapi oleh Nina
adalah dalam diri Nina tidak tahu arah dan tujuan yang sebenarnya dari
bersekolah. Nina masih saja suka malas dan enggan untuk pergi ke sekolah. ia
juga sering berpindah-pindah dari skolah satu ke skolah lainnya dengan alasan
ketidakcocokan dengan sekolah tersebut. Rasa malasnya ini sudah mulai timbul
ketika ia duduk di bangku sekolah dasar.
2.
Latar belakang masalah
Yang melatar belakangi
masalah yang ada pada diri Nina, yaitu masalah tentang
tidak tahu tujuan bersekolah adalah kondisi
dalam keluarga.
Perceraian orang tua Nina pada saat ia
masih duduk di sekolah dasar, serta perlakuan yang diperlakukan orang tua Nina
yang kurang mengenakkan seusai perceraian menimbulkan dasar persepsi yang kuat
terhadap Nina bahwa meskipun rajin belajar dan bersekolah keluarga tidak bisa
bersatu kembali seperti sedia kala. Perceraian orang tuanya tersebut membuat
Nina merasa kecewa dan sangat frustasi sehingga berdampak pada kehiidupan
sekolah Nina sampai saat ini.
3.
Penyebab utama masalah
Penyebab utama yang
menyebabkan Nina memiliki masalah tidak tahu tujuan sekolah adalah karena persepsinya
yang begitu kuat bahwa belajar dengan rajin dan masuk sekolah setiap hari sama
sekali tidak berguna. Pertama ia berpersepsi bahwa belajar tidak berguna karena
tidak bisa menyatukan kembali orang tuanya yang sudah terlanjur bercerai.belajar
dan bersekolah juga tidak bisa mengobati rasa sakitnya yang begitu mendalam
akibat perceraian orang tuanya. Namun lama-kelamaan, persepsi tersebut mendarah
daging dalam pikiran Nina, lamban laun, ia mulai berpandangan bahwa belajar dan
bersekolah sama sekali tidak ada manfaatnya. Dan akhirnya ia tidak tahu lagi
apa sebenarnya tujuan dari bersekolah yang sebenarnya.
4.
Dinamika psikis
konseli
Dinamika psikis
konseli terbagi menjadi dua, yaitu dinamika psikis konseli yang bersifat
positif dan dinamika psikis konseli yang bersifat negatif.
a.
Dinamika psikis
konseli yang positif:
·
Nina sudah terbuka dan jujur
dalam mengungkapkan masalah yang sedang sialaminya.
·
Nina memiliki potensi yang cukup memadai untuk mengembangkan
kepribadiannya sendiri.
·
Mempunyai keinginan
untuk berubah menjadi lebih baik.
·
Nina memiliki harapan yang jelas dan wajar.
·
Memiliki
kepribadian yang mandiri.
b.
Dinamika psikis
konseli yang negatif:
·
Dalam menyikapi
masalah yang dialaminya, Nina selalu bersikap negatif, subjektif, dan idealis.
·
Nina merasa bahwa masalah yang sedang dialaminya tersebut adalah
masalah yang berat.
·
Selalu memandang
masalah yang dialaminya dengan emosional.
BAB VI
PROGNOSIS
A. Alternatif
pemecahan
Beberapa alternatif pemecahan masalah yang
berkaitan dengan tidak tahu tujuan sekolah
diantaranya:
1.
Memberikan informasi,
penjelasan disertai dengan contoh-contoh tentang pentingnya bersekolah dan tujuan apa yang ingin dicapai dengan
bersekolah.
2.
Memberikan pujian
untuk membangkitkan motivasi bersekolahnya secara sederhana.
3.
Memberikan pengertian
kepada orang tua konseli untuk selalu mengontrol kegiatan sekolah anak dan
selalu memotivasi anak untuk tetap rajin dan bersemangat sekolah.
4.
Memberikan
bimbingan pribadi kepada anak untuk mengetahui penyebabnya.
5.
Memberikan
dorongan kepada anak agar mau berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri tentang
tujuan bersekolah.
6.
Melaksanakan konseling
agar konseli
dapat memahami dirinya lebih baik (kelemahan-kelemahan maupun
kelebiban-kelebihannya).
B. Pendekatan
1.
Pendekatan konseling keluarga
Untuk membantu penanganan masalah tidak tahu tujuan sekolah terutama yang diakibatkan oleh
masalah perceraian orang tua ini calon
konselor mencoba menawarkan pendekatan
konseling keluarga berdasarkan Triad (Triad’s Based Family Counseling).
Sayekti dalam bukunya Bimbingan dan Konseling Keluarga
mengatakan bahwa pendekatan ini dikembangkan oleh Grald
H. Zuk,
seorang ahli psikoterapi dari Philadelphia. Ia mengembangkan konseling keluarga berdasarkan
hubungan antara tiga atau lebih dalam keluarganya, yang menurut anggapannya
lebih baik daripada berdasarkan dyad yang banyak dilakukan oleh ahli
psikoanalisis. Zuk menekankan bahwa triad itu dipakai sebagai perbaikan dari
model dyad, yaitu terapi keluarga berdasarkan hubungan tiga orang dalam keluarga:
a.
Antara anak - ibu – anak
b.
Antara anak - ayah – anak
c.
Antara ayah - ibu – anak
karena kesulitan dan permasalahan keluarga tersebut
kemungkinan harus melibatkan dua atau lebih anggota keluarga yang saling
bertentangan. Dalam mengatasi pertentangan keluarga, seorang terapis diharapkan
mampu berperan sebagai penengah dan pelerai.
2.
Pendekatan konseling secara umum
Untuk membantu penanganan masalah tidak tahu tujuan sekolah
ini calon konselor mencoba menawarkan konsep konseling realitas. Konsep ini utamanya dipakai untuk mentreatment konseli
secara pribadi.
a.
Konsep
konseling realita
Gerald Corey dalam bukunya, Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, mengatakan bahwa terapi realitas
adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis
berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan
cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas
adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan
mental. Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur
yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas
keberhasilan”.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk.,
terapi realitas yang diperkenalkan oleh William Glasser memusatkan perhatiannya
terhadap kelakuan yang bertanggung jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R):
realitas (reality), melakukan hal yang baik (do right),
dan tanggungjawab (responsiblility).
Individu harus berani menghadapi
realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus
dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa
depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik
bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan
rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri merupakan
satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui
interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas
biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia
merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini
terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan
menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.
Penggunaan konseling realitas sebagai
alternatif pemecahan masalah kurang motivasi dalam belajar, menurut penulis
karena mengingat konseling realitas memiliki konsep-konsep dasar sebagai
berikut :
1)
Terapi realitas
menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan
kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan
pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil
terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai
sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
2)
Terapi realitas
berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan
sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah
laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process)
dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi
realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli
dapat menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.
3)
Terapi realitas lebih
mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
4)
Terapi realitas
menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan
hidupnya.
5)
Terapi Realitas
merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan
bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan oleh guru atau
konselor di sekolah daam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan
mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli
yang bersangkutan.
6)
Terapi Realitas
berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapist
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan
tanpa merugikan siapapun.
7)
Terapi Realitas lebih
menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh
mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana
konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
8)
Dengan melihat
keunggulan konseling realitas tersebut diatas, calon konselor berharap dapat
sedikit demi sedikit menumbuhkan motivasi konseli dalam belajar, sehingga
konseli dapat mengentaskan masalah yang sedang dihadapinya dan bisa memenuhi
harapan-harapan yang dimilikinya.
b.
Langkah-langkah konseling realita
Proses konseling dalam pendekatan
realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan
yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong
terjadinya perubahan pada konseli. Secara praktis langkah-langkah dalam
konseling realita adalah sebagai berikut:
1)
Menunjukkan
keterlibatan dengan konseli.
2)
Fokus pada perilaku
sekarang.
3)
Mengeksplorasi total
behavior terapi.
4)
Konseli menilai diri
sendiri atau melakukan evaluasi.
5)
Merencanakan tindakan
yang bertanggung jawab.
6)
Membuat komitmen.
7)
Tidak menerima
permintaan.
8)
Tindak lanjut.
BAB VII
TREATMENT
A. Tahap-tahap
proses konseling
Konseling terhadap Nina dilakukan pada hari
Senin tanggal 25 Juni 2012 bertempat di rumah Nina pukul 14.00 sampai dengan selesai.
Proses konseling ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan konseling realita.
Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu
penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi
pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Tahap-tahap konseling dapat dirinci sebagai berikut:
1.
Tahap 1:
Langkah pertama yang dilakukan adalah
calon konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli. Pada tahap ini calon konselor
mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada
hubungan yang sedang dibangun. Calon konselor melibatkan diri kepada konseli
dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli
dilakukan dengan perilaku attending. Sikap attending dilakukan dengan menatap
konseli, manunjukkan minat kepada konseli tanpa dibuat-buat, duduk dengan sikap
terbuka—agak maju kedepan dan tidak bersandar, tubuh calon konselor agak
condong dan agak diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi, memperhatikan
perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respon parafrase. Calon konselor juga
menunjukkan sikap bersahabat, bersikap genenuine dan tidak menghakimi konseli
atau tidak memberi penilaian atas apa yang telah dilakukan konseli.
Langkah berikutnya yaitu fokus pada
perilaku sekarang. Calon konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan
dilakukannya sekarang. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanannya yang ia rasakan
dalam menghadapi permasalahannya. Lalu calon konselor meminta konseli
mendiskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi
kondisinya tersebut. Konseli
menceritakan semua hal-hal yang dilakukan selama ini yang terkait dengan
masalah tidak tahu tujuan
berskolah yang dialami olehnya. Selanjutnya
calon konselor mengatakan kepada konseli apa-apa saja yang dapat dilakukan
konselor dalam proses konseling ini, menyatakan apa saja yang diinginkan oleh
calon konselor dari konseli, dan bagaimana calon konselor melihat situasi yang
dialami konseli tersebut, kemudian calon konselor dan konseli bersama-sama membuat
komitmen untuk konseling.
Langkah yang ketiga adalah
mengeksplorasi total behavior terapi. Calon konselor menanyakan apa yang
dilakukan konseli (doing), yaitu:
menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait
dengan masalah yang dihadapinya; cara pandang dalam konseli terhadap masalahnya;
sumber akar permasalahan konseli apakah dari perilakunya atau dari sumber yang
lain, bukan pada perasaannya. Pada tahap ini, secara umum calon konselor
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya tentang konseli agar tepat dalam
emmberikan penanganan terhadap masalah yang dialami konseli.
Langkah kelima adalah konseli menilai
diri sendiri atau melakukan evaluasi. Calon konselor menanyakan kepada konseli
apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik bagi
dirinya. Disini calon konselor bukan untuk menilai perilaku konseli benar atau
salah, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini secara
mandiri. Calon konselor secara luas memberi kesempatan pada konseli untuk
mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Calon
konselor juga bertanya pada konseli tentang pilihan perilakunya apakah bisa
memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan tentang apakah
konseli akan tetap pada pilihannya, mempertanyakan apakah hal tersebut
merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar
dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat
terjadi/tercapai, calon konselor juga
mendebat tentang bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga
konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan
komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling. Komitmen ini penting, karena
proses konseling realita akan berjalan apabila konseli mau melakukan apa yang
sudah dikomitmenkan.
2.
Tahap 2
Pada tahap kedua dalam proses konseling
ini, langkah yang dilakukan adalah merencanakan tindakan yang bertanggung jawab
oleh konseli. Pada langkah ini konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak
menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Setelah
menyadari hal tersebut, konseli disuruh untuk membuat rencana tindakan yang
lebih bertanggung jawab. Lalu konseli menyusun rencana tindakannya sendiri yang
sifatnya spesifik dan konkrit. Dalam rencana tersebut konseli menulis tentang
hal-hal apa yang akan dilakukan oleh konseli untuk keluar dari permasalahan
yang sedang dihadapinya.
Setelah konseli membuat rencana
tindakan, selanjutnya calon konselor melakukan langkah konseling membuat
komitmen. Disini calon konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana
yang telah disusunnya bersama dengan calon konselor sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan oleh konseli sendiri.
3.
Tahap 3
Pada tahap ini, langkah berikutnya
setelah pembuatan komitmen adaah calon konselor tidak menerima permintaan.
Calon konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Ternyata
konseli masih belum sepenuhnya melaksanakan tindakan-tindakan yang sudah
direncanakan pada konseling sebelumnya. Pada saat yang bersamaan konseli lalu
meminta maaf pada calon konselor, namun karena proses konseling ini menggunakan
pendekatan realita, maka permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak
dipenuhi oleh calon konselor. Lalu calon konselor mengajak konseli untuk
melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak
berhasil. Calon konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali
hal-hal yang belum berhasil dilakukan. Pada tahap ini calon konselor
menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab calon konselor berusaha
untuk menghindari kecenderungan konseli akan bersikap defensif dan mencari-cari
alasan. Pada tahap ini calon konselor juga tidak memberikan hukuman,
mengkritik, dan berdebat, tetapi menghadapkan konseli pada konsekuensi. Saat
konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan konseli
secara otomatis akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Calon konselor
memberi pemahaman pada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia mau
melakukan perbaikan itu. Setelah itu, konseli kembali berjanji untuk berusaha
melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah
agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
Langkah yang terakhir adalah melakukan
tindak lanjut. Calon konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang
dicapai oleh konseli selama proses konseling berlangsung. Pada langkah ini,
ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah
direncanakannya meskipun telah berkomitmen. Oleh karenanya, calon konselor dan
konseli bersepakat untuk mengakhiri konseling terlebih dahulu dan dilanjutkan
pada lain kesempatan samapi tujuan yang dinginkan konseli tercapai.
BAB VIII
EVALUASI
A. Evaluasi tiap
langkah dalam konseling
1.
Menunjukkan
keterlibatan dengan konseli.
Pada langkah ini, konseli sudah mau
bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli
yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya
perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam
kegiatan konseling yang akan dilakukan.
2.
Fokus pada perilaku
sekarang.
Pada langkah ini, konseli sudah mau
menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami.
Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan
dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat
komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3.
Mengeksplorasi total
behavior terapi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau
secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini
terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap
masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami
oleh konseli.
4.
Konseli menilai diri
sendiri atau melakukan evaluasi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau
manilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang
ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika
calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu
dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti
kegiatan konseling.
5.
Merencanakan tindakan
yang bertanggung jawab.
Pada langkah ini, konseli mulai
menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat
menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara
mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna
memecahkan masalahnya sendiri.
6.
Membuat komitmen.
Pada langkah ini, konseli bersedia
berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana
tindakannya.
7.
Tidak menerima
permintaan.
Pada langkah ini, konseli ternyata
belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau
mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh
dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor,
konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah
dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera
terselesaikan.
8.
Tindak lanjut.
Pada langkah terakhir ini, ternyata
konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya
meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali
di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
B. Evaluasi tiap
pertemuan
1.
Pertemuan pertama
(tahap 1)
Pada konseling tahap
pertama ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini
ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan
permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor.
Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan
dilakukan. Konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap
permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian
kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya.
Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang
dihadapinya. Konseli juga sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa
saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya,
cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar
permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli. Konseli sudah mau menilai
secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia
hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika
calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu
dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti
kegiatan konseling.
2.
Pertemuan kedua (tahap
2)
Pada pertemuan kedua
konseling ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan
masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia
membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja
yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri. Konseli juga
bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam
rencana tindakannya
3.
Pertemuan ketiga
(tahap 3)
Pada pertemuan ketiga ini,
ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah
direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan
konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera
terselesaikan. Konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah
ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa
yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang
lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan
setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar
masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
C. Evaluasi secara
keseluruhan
Secara keseluruhan, konseli sudah
secara sukarela dan terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada calon
konselor. Hal ini merupakan sesuatu hal yang baik, karena dengan sikap konseli
yang terbuka dan sukarela, proses konseling akan lebih mudah dilaksanakan.
Konseli juga sudah mau berusaha untuk mengatasi kurang motivasinya dalam
belajar yang dialaminya. Hal ini merupakan sesuatu yang positif bahwa konseli
mempunyai keinginan yang kuat untuk memecahkan masalahnya sendiri. Dengan
adanya konseling konseli menjadi lebih termotivasi untuk segera lepas dari masalah
tidak tahu tujuan bersekolah dan akan
berusaha untuk selalu rajin belajar dan datang ke sekolah.
BAB IX
TINDAK LANJUT
Tindak lanjut dalam kegiatan konseling adalah proses
tindakan yang dilakukan secara bersama-sama antara konselor dan konseli apabila
konseli masih membutuhkan bantuan dari konselor sedangkan proses treatment
sudah selesai dilaksanakan. Pada penanganan kasus belajar kali ini, konseli
sudah merasa cukup terbantu dengan konseling yang dilaksanakan dalam waktu tiga
kali pertemuan. Konseli menunjukkan adanya perubahan kemajuan meskipun belum
sepenuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa proses konseling yang dilakukan oleh
calon konselor menghasilkan adanya kemajuan positif pada diri konseli. Calon
konselor dan konseli memutuskan untuk melakukan proses konseling lanjutan
sekali lagi untuk menuntaskan masalah yang dihadapi oleh konseli dan untuk
mengukur seberapa besar komitment konseli terhadap tindakan yang akan ia
lakukan terkait dengan masalah kurang motivasi belajar yang dialaminya,
mengingat pada konseling pertemuan yang ketiga konseli belum melakukan tindakan
yang sudah ia rencanakan. Proses konseling lanjutan ini sepakat akan
dilaksanakan pada hari minggu pada tanggal 15 Juli 2012.
BAB X
PENUTUP
A. Simpulan
Kasus yang ditangani oleh calon
konselor adalah kasus belajar tentang tidak tahu tujuan sekolah. Dalam
menangani kasus tersebut, calon konselor pertama melakukan pengumpulan data
kasus dengan cara wawancara kepada konseli dan dari sumber lain untuk
kelengkapan dan ketepatan data. Setelah dilakukan analisa kasus, diketahui
bahwa penyebab utama masalah yang dihadapi konseli adalah masalah perceraian orang tua.
Pada tahap prognosis diputuskan bahwa pendekatan konseling yang akan digunakan
untuk mentreatment konseli adalah pendekatan
konseling keluarga berdasarkan Triad dan menggunakan juga pendekatan realita. Pada tahap treatment konseling, calon
konselor melaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang ada pada pendekatan realita
dan sesuai pula dengan upaya penanganan yang telah direncanakan. Treatment yang
dilakukan calon konselor ternyata belum membuahkan berhasil sepenuhnya, setelah
di evaluasi ternyata konseli belum melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan sesuai dengan apa yang telah dikomitmenkan sebelumnya. Oleh
karenanya calon konselor dan konseli bersepakat untuk melakukan konseling
lanjutan untuk menuntaskan masalah yang dialaminya.
B. Saran
Berdasarkan proses konseling yang
dilaksanakan, maka yang perlu disarankan adalah sebagai berikut:
1.
Dalam mengumpulkan
data, alangkah lebih baik bila mengumpulkan informasi mengenai konseli bukan
Cuma dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai sumber agar informasi yang
didapat lebih akurat dan lebih lengkap sehingga memudahkan dalam proses
penanganan konseling.
2.
Sebaiknya mempererat kerja sama dan hubungan antara
konselor dan konseli, agar konselor mendapat kepercayaan penuh dari konseli
terkait penyelesaian masalah yang konseli hadapi.
KISI-KISI
INSTRUMENT
Variabel
|
Komponen
|
Indikator
|
No. Item
|
Kurang
motivasi dalam belajar
|
Faktor
internal
|
1.
Kondisi emosional
3.
Persepsi
4.
Sikap
5.
Emosi
6.
Pribadi
|
1,
2, 4, 6, 7, 8, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19
|
Faktor
eksternal
|
7.
Suasana lingkungan sosial
dalam kelas
8.
Lingkungan sekolah
9.
Cara didik keluarga
10.
Lingkungan keluarga
11.
Situasi hubungan sosial
dengan teman sebaya
12.
Fasilitas belajar
|
3,
5, 9, 10, 11, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25
|
PEDOMAN WAWANCARA / INTERVIEW
A. Tujuan
interview : Mengetahui tentang
latar berbagai informasi dari
konseli
berkaitan dengan masalah tidak tahu tujuan sekolah.
B. Interviewer : A’an Aiayah
C. Interviewee
: Maida Nanina
D.
Interview
ke : 1 / 2 / 3 / 4
(lingkari yang sesuai)
E. Pelaksanaan
interview :
1. Hari
/ tanggal : Minggu, 24 Juni 2012
2. Jam : 15.00 WIB - selesai
F. Aspek-aspek
yang diinterview:
1.
Siapa nama panjang Nina?
2.
Berapa usia Nina saat ini?
3.
Saat ini Nina bersekolah dimana
dan kelas berapa?
4.
Apa
yang kamu pikirkan atau persepsikan terhadap bersekolah?
5.
Menurut
kamu, apa sih tujuan dari bersekolah?
6.
Nina
tadi mengatakan sering berpindah-pindah skolah, bisakan Nina menceritakan
alasannya?
7.
Bagaimana orang tua
kamu memperlakukan kamu ketika di rumah?
8.
Bagaimana perlakuan
ayah kamu terkait seringnya
kamu berpindah-pindah sekolah?
9.
Bagaimana perlakuan
ibu kamu terkait dengan seringnya
kamu berpindah-pindah sekolah?
10. Kamu tadi mengatakan sedang memiliki masalah dengan tidak tahu tujuan sekolah,
sebenarnya apa saja harapan yang kamu miliki saat ini?
11. Apa pendapat kamu tentang masalah yang sedang kamu alami?
PEDOMAN WAWANCARA / INTERVIEW
A. Tujuan
interview : Mengetahui tentang
latar berbagai informasi dari
konseli
berkaitan dengan masalah tidak tahu tujuan sekolah
B. Interviewer : A’an Aiayah
C. Interviewee
: Teman tetangga Nina
di rumah
D.
Interview
ke : 1 / 2 / 3 / 4 (lingkari yang sesuai)
E. Pelaksanaan
interview :
1. Hari
/ tanggal : Minggu, 24 Juni 2012
2. Jam : 08.00 WIB - selesai
F. Aspek-aspek
yang diinterview:
1.
Bagaimana kegiatan
Nina ketika di rumah?
2.
Bagaimana sikap Nina
ketika berada di rumah?
3.
Apa pendapat kamu
tentang keseharian Nina?
4.
Apa pendapat kamu
tentang pribadi Nina?
5.
Apa
yang kamu ketahui tentang masalah sekolah atau keluarga yang dialami oleh Nina?
6.
Apakah
kamu mengetahui apa yang menyebabkan Nina sering berpindah-pindah sekolah?
PEDOMAN WAWANCARA / INTERVIEW
A. Tujuan
interview : Mengetahui tentang
latar berbagai informasi dari
konseli
berkaitan dengan masalah tidak tahu tujuan sekolah
B. Interviewer : A’an Aiayah
C. Interviewee
: Kakak Nina
D.
Interview
ke : 1 / 2 / 3 / 4
(lingkari yang sesuai)
E. Pelaksanaan
interview :
1. Hari
/ tanggal : Minggu, 24 Juni 2012
2. Jam : 10.00 WIB - selesai
F. Aspek-aspek
yang diinterview:
1.
Apa pendapat kamu
tentang pribadi Nina?
2.
Bagaimana
sikap Nina dalam kesehariannya?
3.
Apa
yang kamu ketahui tentang masalah yang dialami oleh Nina?
4.
Apakah
kamu mengetahui apa yang menyebabkan masalah pada Nina?
5.
Apa pendapat kamu
tentang keseharian Nina?