Kamis, 17 Januari 2013

TEKNIK-TEKNIK KONSELING KELUARGA





Setelah mempelajari proses dan tahapan konseling keluarga, akan tergambarlah pada pikiran kita bahwa setiap tahap itu tentu mempunyai teknik konseling tertentu, yaitu bagaimana cara yang tepat bagi konselor untuk memahami dan merespon keadaan klien terutama emosinya, dan bagaimana melakukan tindakan positif dalam usaha perubahan perilaku klien kearah positif.
Sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di bab-bab yang lalu, maka ada dua pendekatan yang akan dikemukakan, berikut teknik-teknik konseling yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
A. Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem
Pendekatan system yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga, yaitu:
1. Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga.
2. Role playing (bermain peran) yaitu suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu,
3. Silence (diam) apabila anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor dengan tutup mulut.
4. Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga.
5. Teaching via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota dengan cara bertanya,. 
6. Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain.
7. Recapitulating (mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus.
8. Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
9. Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar.
10. Reflection (refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tanpaknya anda jengkel dengan prilaku seperti itu”.
 
B. Skill Individual yang Perlu Dikuasai Konselor
Jika pelaksanaan konseling keluarga melalui pendekatan system tak mungkin dilakukan, maka usaha konselor adalah melakukan pendekatan individual terhadap klien yang mengalami kasus keluarga. Misalnya siswa yang bermasalah bersumber dari keluarga. Berhubung kedua orang tuanya sulit untuk di datangkan kesekolah maka buat pertama kali siswa itu diberi konseling individual. Berikut ini adalah beberapa teknik konseling individual.
1. Teknik-teknik Yang Berhubungan Dengan Pemahaman Diri
Teknik-teknik yang berkaitan dengan pemahaman diri ini dibagi atas tujuh kelompok yaitu:
a. Listening skill (keterampilan mendengarkan)
Keterampilan ini terdiri dari;
(1) Attending, yaitu pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang konselor,
(2) Paraphrasing, yaitu respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon tersebu merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang pernyataan klien,
(3) Clarfyng, yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor memperjelas masalah klien,
(4) Perception checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor.
b. Leading skill (keterampilan memimpin)
Keterampilan ini terdiri dari;
(1) Indirect leading, digunakan dalam awal pembicaraan dimana konselor secara tak langsung memimpin klien,
(2) Direct leading, yaitu memberikan klien dan memperluas diskusi,
(3) Focusing, yaitu memfokuskan pembicaraan, mengawasi keragu-raguan, memfokuskan pembiacaraan yang menyebar atau bertele-tele atau bersamar-samar.
(4) Questioning, berhubungan dengan penilikan atau penyelidikan agar klien membuka diri dengan pernyataan-pernyataan yang baru.
c. Reflecting skill (keterampilan merefleksi)
(1) Reflecting feeling, yaitu keterampilan merefleksi perasaan klien;
(2) Reflecting experience, yaitu keterampilan merefleksikan pengalaman klien
(3) Reflecting content, yaitu keterampilan dalam mengulang ide-ide klien dengan bahasa yang lebih segar dan memberikan penekanan.
d. Summarizing skill (keterampilan menyimpulkan)
Yaitu keterampilan konselor dalam menarik kesimpulan-kesimpulan yang menonjol dari pernyataan klien.
e. Confronting skill (keterampilan mengkonfrontasi)
(1) Pengenala perasaan-perasaan dalam diri konselor, konselor sadar akan pengalaman sendiri dihubungkan dengan pengalaman klien.
(2) Mengkonfrontasikan pengalaman, perasaan dan pemikiran klien yang bertentangan.
(3) Pendapat-pendapat yang mereaksi ekspresi klien, konselor mengkonfrontasikan antara pernyataan dengan ekspresi klien, atau dengan gerakan tubuh, pandangan mata.
(4) Meningkatkan konfrontasi diri
(5) Membuka perasaan-perasaan yang tak jelas (repeating)
(6) Memudahkan munculnya perasaan-perasaan yang tenggelam (associating)
f. Interpreting skill (keterampilan menafsirkan)
Terdiri dari;
a. Pertanyaan penafsiran (interpretive questions), memudahkan munculnya kesadaran klien.
b. Fantasi dan metafora (fantasy and metaphor), yaitu mengandaikan, menyimbolkan ide-ide dan perasaan klien.
g. Informing skill (keterampilan menginformasikan)
a. Nasehat (advising), yaitu member sugesti dan pandangan berdasarkan pengalaman konselor.
b. Menginfrmasikan (informing), yaitu memberikan informasi yang valid berdasarkan keahlian konselor.
2. Keterampilan Untuk Menyenangkan dan Menangani Krisis
Keterampilan ini berhubungan dengan klien atau siapa saja yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespon dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang terbatas. Skill ini juga berhubungan dengan usaha menyenangkan dan konselor sebagai alatnya.
a. Contacting skill (keterampilan mengadakan kontak). Kontak tersebut bisa berupa kontak mata, dan kontak fisik dengan cara memegang bahu klien agar dia merasa senang dan aman. Tetapi kontak tersebut harus didasari oleh kultur, usia, dan keadaan emosinal klien.
b. Reassuring skill (keterampilan menentramkan hati klien) keterampilan ini merupakan usaha konselor untuk meyakinkan akibat logis perbuatannya atau pendekatan. Hal ini merupakan hadiah (reward) bagi klien dan mengurangi stress atau konfliknya. Tujuan teknik ini untuk menanamkan kepercayaan diri klien, memobilisasi kekuatannya, dan mengurangi kecemasan, dan menguatkan prilaku yang diinginkan. Sebagai contoh: “anda dapat merasakan lebih baik”’ “anda dapat menyelesaikan sendiri masalah anda”.
c. Relaxing skill (keterampilan untuk member relax/santai), teknik ini berguna untuk menurunkan ketegangan dengan jalan mengendurkan otot-otot. Teknik relaxation ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Tegangkan kedua otot tangan beberapa detik, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
b. Tegangkan otot perut dan dada, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
c. Tegangkan otot kaki, kemudia kendorkan perlahan-lahan.
d. Tegangkan otot muka, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
d. Crisis interpeving skill, teknik bertujuan untuk mengurangi atau meringankan krisis dengan cara mengubah lingkungan klien.
e. Developing action alternatives, teknik ini adalah mengembangkan laternatif-alternatif dalam mengatasi krisis. Konselor mendorong dan memberanikan klien untuk mempertimbangkan alternative-alternatif yang mungkin dapat dilakukan dalam mengatasi krisisnya. Alternative tersebut hendaknya diarahkan konselor berdasarkan persepsi yang realistic klien. Berdasarkan kenyataan, maka fase mengembangkan tindakan mengambil alternative dalam peristiwa klien yang krisis adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan persepsi realistic klien terhadap krisis yang dihadapi klien.
b. Memberikan dorongan untuk mengurangi ketegangan karena adanya krisis dan konflik.
c. Mempertimbangkan semua alternative untuk menagatasi krisis tersebut.
d. Membuat suatu komitmen tentang perbuatan yang bertujuan mencapai keseimbangan yang beralasan dan kesenangan bagi klien.
f. Reffering skill (keterampilan mereferal klien) keterampilan berhubungan dengan sulitnya bagi konselor untuk membantu klien yang krisis. Karena itu konselor harus merefer atau mengadakan referral kepada seorang yang ahli terhadap kasus klien tersebut. Akan tetapi uspaya referral itu berhasil, maka beberapa persyaratan berikut dapat dipenuhi:
(1) Usaha kesediaan klien untuk referal
(2) Mengetahui sumber-sumber referral yang tepat dimasyarakat
(3) Jujurlah dengan keterbatasan konselor sehingga klien perlu direferal.
(4) Mendiskusikan kemungkinan referral dengan lembaga yang menerima.
(5) Bicarakan dengan klien tentang orang-orang atau lembaga yang pernah ia datangi minta bantuan.
(6) Jika klien masih muda, mintalah rekomendasi orang tuanya.
(7) Katakana dengan jujur kepada klien bahwa setiap lembaga juga ada keterbatasannya.
(8) Berilah kesempatan kepada klien atau orang tuanya untuk membuat perundingan dan perjanjian dengan lembaga baru yang akan menanganinya.
(9) Jangan mengirim informasi kepada lembaga baru tanpa izin tertulis dari klien atau orang tuanya.
Mengenai kondisi-kondisi krisis yang mungkin dialami manusia dapat dibagi atas tiga kategori:
1. Keahlian sesuatu (factor luar), yaitu:
a. Perceraian
b. Kehilangan pekerjaan
c. Kehilangan harta milik sperti kebakaran, pencurian, anak meninggal dan lain-lain.
d. Mengalami bencana atau malapetaka
e. Terkena hukuman penjara
2. Keadaan yang sulit dalam diri, yaitu;
a. Kehilangan harapan
b. Putus asa
c. Depresi
d. Kelelahan dalam suasana perang
e. Usaha-usaha bunuh diri
f. Kecanduan narkotika
3. Keadaan transisi, yaitu;
a. Pindah pekerjaan
b. Konflik keluarga
c. Sakit-sakitan
d. Pindah tempat tinggal
e. Ketakutan akan keadaan yang akan datang mengancam
3. Keterampilan untuk Mengadakan Tindakan Posistif dan Perubahan Prilaku Klien
Keterampilan ini tampaknya banyak diwarnai oleh aliran behavioral therapy (terapi prilaku).
Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan maslah system etika, Metode terapi ini mempunyai karakteristik:
a. Pendekatan empiric objektif terhadap tujuan-tujuan klien
b. Perubahan terhadap lingkungan klien
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi perilaku ditntut keahlian khusus. Adapu keterampilan teknikyang termasuk dalam bagian ini adalah:
a. Modeling. Modeling adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan perilaku orang lain. Tentu model perilaku yang akan ditiru klien hendaklah yang positif dan sesuai dengan tujuan klien. Adapun prinsif-prinsif umum penggunaan teknik modeling adalah sebagai berikut:
1) Tentukan dulu model perilaku mana yang menarik bagi klien
2) Tentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai
3) Pilihlah model yang terpercaya dan sesuai dengan usia, jenis kelamin dan budaya bangsa.
4) Tentukan cara simulasi dan praktikum modeling itu
5) Buat atau persiapkan dulu format modeling, skrip, dan urutan-urutan permainan peranan
6) Diskusi dengan klien tentang reaksi-reaksinya dalam hal perasaan., belajar dan sugesti.
7) Klien akan melakukan model itu secara informasi terus menerus hingga ia berhasil.
b. Rewarding skill (keterampila memberikan reward atau ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk memberikan penguat (reinforcement) kepada klien yang;
1) Berhasil mengatasi perilakunya yang kurang baik
2) Mengubah perilaku yang tidak diinginkan oleh klien
3) Dapat memelihar perilaku yang baik (perilaku baru)
Prinsip umum skill ini adalah:
Pertama, bahwa reward dan system insentif harus dapat mempertahankan derajat perilaku yang tinggi dalam waktu lama.
Kedua, reward hendaknya sesuai dengan perilaku yang diinginkan
Ketiga, reward hendaknya cukup kuat dalam menciptakan perilaku baru penguat atau reward (hadiah) dapat diberikan berupa pujian, semangat, hadiah, benda, senyuman, dan pegangan pada bahu.
c. Contracting skill (keterampilan mengadakan persetujuan dengan klien). Kontrak adalah suatu persetujuan (agreement) dengan klien tentang tugas-tugas khusus. Peran reward disini amat penting.
(Prof. Dr.H.Sofyan S. Willis. Koseling Keluarga (family counseling) suatu upaya membantu anggota keluarga memecahkan masalah komunikasi di dalam system anggota keluarga. Penerbit alfabeta. Bandung: 2009).
Setiap keluarga pasti ingin bahagia dan sejahtera. Setiap keluarga memiliki definisi dan impian tersendiri tentang  bahagia dan sejahtera. Setiap keluarga pun memiliki cara yang berbeda untuk mewujudkan visi “menjadi bahagia dan sejahtera”. Meski setiap keluarga memiliki definisi, visi, dan cara yang berbeda untuk menjadi bahagia dan sejahtera, tapi satu hal pasti disepakati oleh semua keluarga adalah bahwa kebahagian dan kesejahteraan keluarga harus dibangun dan ditumbuh-kembangkan, tidak dapat tercipta begitu saja.
Ada tiga pilar yang menurut saya perlu dikembangkan dalam membangun keluarga bahagia sejahtera:
Pertama, menyamakan visi dalam membangun keluarga bahagia sejahtera. Perlu kesepakatan mengenai visi bahagia dan sejahtera dalam keluarga. Perlu dikomunikasikan bahagia sejahtera macam apa yang ingin diwujudkan dalam keluarga. Tentu tidak melulu terkait dengan materi. Visi membangun keluarga biasanya dituntun oleh keyakinan dan nilai-nilai kehidupan yang dianut.  Visi yang disepakati akan mengarahkan perilaku anggota keluarga dalam merealisasikan visi. Sebagai contoh, bila sebuah keluarga memiliki visi “menciptakan keluarga yang saling menyayangi atas dasar ketaqwaan, berkecukupan, dan mampu berbagi”, maka tindakan akan diarahkan untuk merealisasikannya. Tindakan yang mengarah pada pencapaian visi tersebut, misalnya kesepakatan untuk sholat berjamaah pada waktu tertentu (bagi yang muslim), bicara dengan santun, suami giat bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, istri pandai berhemat dan berprioritas agar kebutuhan keluarga tercukupi, mengalokasi sebagian dana untuk berbagi dengan sesama, dan sebagainya.
Kedua, mendefinisi dan menjalankan peran (hak dan kewajiban) masing-masing anggota keluarga secara konsisten. Keluarga merupakan organisasi mini, yang terdiri dari kumpulan beberapa orang, memiliki tujuan, dan masing-masing orang didalamnya memiliki peran yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan. Layaknya organisasi, keluarga perlu dimanage sedemikian rupa agar tujuan atau visi bisa terealisasi. Begitu menikah, alangkah baik bila suami-istri segera mengkomunikasikan peran (hak dan kewajiban, koridor yang boleh dan tidak) masing-masing, agar organisasi mini (keluarga) bisa berjalan dengan baik. Bagaimana peran suami dan istri bila suami  sebagai pencari nafkah sementara istri tidak berkarir, mungkin tidak sama bila suami istri sama-sama berkarir. Tentu tidak ada istilah menang-kalah, banyak-sedikit, dalam mendifinisi peran. Peran yang telah disepakati harus dijalankan masing-masing pihak secara konsisten, meskipun diperlukan fleksibilitas pada kondisi tertentu. Intinya, suami-istri atau ayah-ibu-anak menjalankan peran masing-masing, namun tetap saling membantu dan melengkapi dalam menjalankan peran.
Ketiga, melakukan komunikasi dan evaluasi/introspeksi secara terus menerus. Setelah visi dan tujuan ditetapkan, peran masing-masing anggota keluarga dijalankan, maka pilar ketiga adalah kesinambungan komunikasi dan evaluasi dalam dan antar anggota keluarga. Komunikasi dan evaluasi bermanfaat untuk memastikan apakah peran telah dilaksanakan dengan baik, dan perilaku telah diarahkan untuk mencapai tujuan. Perselisihan dalam keluarga biasanya terjadi karena ketidaksesuaian peran atau perilaku yang tidak mengarah pada tujuan. Setiap anggota keluarga perlu introspeksi dan mengkomunikasikan ketidaksesuaian peran atau perilaku yang menyimpang dari tujuan agar masalah tidak terlanjur menjadi besar.

Ayah : sebagai kepala keluarga yang memimpin dan membuat semua aturan atau tata tertib terhadap anak anaknya. pencari nafkah dan bertanggung jawab untuk membiayai semua kebutuhan anak dan istrinya. menjadi apnutan bagi anak anaknya kelak ketika dewasa.
Ibu : ibu mempunyai makna yang sangat besar dalam hidup kita. dialah yang mengandung, melahirkan serta membesarkan kita. apakah peran terbesar seorang ibu dalam suatu keluarga??. perannya adalah : sebagai pengatur dan pengurus urusan rumah tangga seperti pencatatan keperluan bulanan, menyediakan keperluan suami dan anak-anak sehari-hari di rumah serta mencatat pemasukkan dan pengeluaran per bulannya. Ini tidak menutup bahwa kemungkinan seorang ibu hanya harus berdiam diri dan mengatur segala kebutuhan rumah tangga, di jaman era globalosasi dan emansipasi wanita saat ini, sudah banyak wanita yang berlomba-lomba mengantongi ijazah dengan strata setinggi tingginya. banyak pula wanita yang ikut berjuang bersama suami untuk mencari nafkah, itu bertujuan untuk menambah pemasukkan pundi-pundi uang, itu semua juga pada akhirnya akan di pakai bersama-sama membiayai kebutuhan anak-anak.sehinnga ibu lah yang mempunyai peran terberat di dalam suatu keluarga (menurut saya).

Anak : anak adalah anggota keluarga terkecil. peran kita sebagai seorang anak, menuntut ilmu setinggi-tinggi mungkin dengan semua fasilitas yang di berikan oleh orang tua tanpa berfoyah-foyah. tujuan terbesar adalah, membahagiakan orang tua dengan segala prestasi yang kita buat. berusaha untuk menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya agar menjadi seorang yang suskes & kelak bisa membantu orang tua di saat mereka sudah tidak bisa lagi berdiri dan beraktifitas seperti sebelumnya..

Littlre snake pin