Jumat, 21 Juni 2013

STUDI KASUS--TIDAK TAHU TUJUAN BELAJAR AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bimbingan dan konseling keluarga adalah salah satu mata kuliah dalam program studi bimbingan dan konseling. Mata kuliah bimbingan dan konseling keluarga yang berbobot 2 SKS dan diampu oleh Dra. Ninik Setyowani, M.Pd.  mempelajari tentang konsep dasar tentang keluarga, yang meliputi pengertian keluarga, fungsi keluarga, bentuk-bentuk keluarga, dan kewajiban masing-masing anggota keluarganya; mmpelajari tentang konsep keluarga bahagia; mempelajari tentang berbagai macam masalah yang ada dalam setting keluarga; dan mempelajari tentang bimbingan  dan konseling keluarga.
Tujuan dari mata kuliah bimbingan dan konseling keluarga adalah memahami konsep tentang keluarga sebagai pendekatan untuk mengases, mengalisis dan memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi konseli, terutama yang berhubungan dengan masalah-masalah yang timbul dalam keluarga, dan agar mahasiswa dapat memahami tentang masalah konseli dalam bidang keluarga dan berlatih menangani kasus-kasus tentang tersebut.
Tugas akhir yang dibebankan pada mata kuliah bimbingan dan konseling keluarga ini adalah menangani sebuah kasus. Hal ini dibebankan guna melatih kemampuan dasar calon konselor dalam penanganan kasus di lapangan kelak. Kasus tersebut adalah kasus bidang keluarga, lebih spesifik lagi adalah kasus yang berhubungan dengan masalah belajar konseli yang disebabkan oleh masalah dalam keluarganya. Calon konselor diwajibkan memilih konseli untuk kasus tersebut. Konseli tersebut diminta mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya untuk kemudian ditangani oleh calon konselor. Tingkatan kasus yang akan ditangani oleh calon konselor dipersyaratkan minimal adalah tingkatan kasus yang sedang.
Dengan alasan tesebut maka calon konselor melakukan studi kasus terhadap konseli sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Segala hal yang dilaksanakan dalam proses penanganan kasus ini akan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara tertulis dan lisan kepada dosen pembimbing sebagai tugas akhir mata kuliah studi kasus.

B.      Prosedur Pemilihan Kasus
Pemilihan kasus adalah proses dimana calon konselor memilih dan menentukan kasus seperti apa yang akan diangkat untuk ditangani. Kasus diangkat berdasarkan atas seperti apa jenis kasus pada konseli serta tingkatan kasus tersebut, apakah kasus tergolong sedang atau tergolong kasus berat. Prosedur pemilihan kasus pada kasus pribadi kali ini dapat dirinci sebagai berikut:
1.       Calon konselor turun ke lapangan memilih dan menentukan calon konseli.
2.       Calon konselor menghubungi calon konseli untuk dimintai kesediannya menjadi konseli.
3.       Calon konselor menjelaskan tentang berbagai alasan dan tujuan penanganan kasus.
4.       Calon konselor meminta persetujuan dari calon konseli.
5.       Calon konselor membuat jadwal pertemuan dan wawancara dengan konseli.

C.      Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai berikut;
1.       Menganalisis masalah yang dihadapi oleh konseli
2.       Membantu menangani dan memberikan jalan keluar pemecahan kasus tidak tahu tujuan sekolah akibat perceraian orang tua.
3.       Memadukan penanganan kasus dngan model konsling yang telah dipelajari.
4.       Memenuhi tugas akhir mata kuliah studi kasus bimbingan dan konseling.

D.      Manfaat
Manfaat dari praktik penanganan kasus ini adalah sebagai berikut:
1.     Dari konselor:
a.      Memperoleh pengalaman menangani kasus bidang keluarga, khususnya kasus tentang tidak tahu tujuan sekolah akibat perceraian orang tua.
b.     Lebih tahu bagaimana cara berkomunikasi terhadap konseli yang sedang terkena suatu masalah, khususnya masalah tidak tahu tujuan sekolah akibat perceraian orang tua.
2.     Dari konseli:
a.      Masalah yang sedang dialami terselesaikan.
b.     Menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
c.      Menjadi lebih berani dalam mengungkapkan isi hati.
d.     Melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang.
e.      Menjadi lebih tau tentang makna dari bersekolah.
f.      Lebih bisa berfikiran secara positif dan logis.


BAB II
IDENTIFIKASI KASUS

A.      Identitas Calon Konselor
Nama                   : A’an Aisyah
NIM                     : 1301409015
Umur                   : 20 tahun
Jenis kelamin      : Perempuan
Jurusan                : Bimbingan dan Konseling
Sekolah                : Universitas Negeri Semarang
Alamat                 : Jl. Taman siswa, Sekaran, Gunung Pati, Semarang 50229

B.      Identitas Konseli
Nama                   : Maida Nanina
Umur                   : 18 tahun
Jenis kelamin      : Perempuan
Sekolah                : SMK Diponegoro Banyuputih
Alamat                 : Subah, Batang 51272

C.      Identitas Ayah Konseli
Nama                   : Zakaria
Umur                   : 58 tahun
Jenis kelamin      : Laki-laki
Pekerjaan             : Pedagang
Alamat                 : Kalibening, DS. Kalisalak, Limpung, Batang 51271

D.      Identitas Ibu Konseli
Nama                    : Asriyah
Umur                     : 50 tahun
Jenis kelamin        : perempuan
Pekerjaan              : Pedagang
Alamat                  : Subah, Batang 51272

E.      Identitas Kakak Konseli
Nama                   : Ahmad Husein
Umur                   : 22 tahun
Jenis kelamin      : Laki-laki
Sekolah                : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Alamat                 : Kalibening, DS. Kalisalak, Limpung, Batang 51271

F.       Identitas teman konseli
Nama                   : Annisa Adzima
Umur                   : 17 tahun
Jenis kelamin      : Perempuan
Sekolah                : MA NU 01 Limpung
Alamat                 : Kalibening, DS. Kalisalak, Limpung, Batang 51271

G.     Identifikasi Kasus
Nina adalah siswa kelas XI di SMK Diponegoro Banyuputih. Nina bercerita bahwa ia pernah tidak naik kelas waktu duduk di bangku sekolah dasar. Ketika duduk di bangku SMP juga ia pernah pindah ke sekolah lain dengan alasan tidak betah di sekolah tersebut. Memasuki jenjang SMA, frekuensi kepindahan sekolah Nina makin bertambah, ia sudah pindah sekolah selama empat kali. Sekarang Nina bersekolah di SMK Diponegoro Banyuputih. Selama proses pindah-pindah sekolahnya tersebut, ia mengaku tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan, sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas belajar, dan merasa enggan datang ke sekolah. Nina mengaku selama ini ia datang kesekolah bukan karena keinginan untuk serius belajar, namun lebih dikarenakan hanya ikut-ikutan dengan temannya saja untuk datang kesekolah daripada di rumah tidak ada pekerjaan.
Nina juga menceritakan tentang hubungannya dengan keluarganya. Ketika Nina duduk di bangku sekolah dasar, orang  tua Nina bercerai. Nina mengaku tidak tahu menahu tentang penyebab perceraian kedua orang tuanya tersbut. Semenjak saat itu, Nina ikut dengan ibunya bersama seorang adik dan kakanya. Meskipun ikut dengan ibunya, Nina masih sering mengunjungi rumah ayahnya untuk sekedar bertmu sapa dengan sang ayah atau dengan saudara-saudaranya yang lain yang ikut dengan ayahnya. Ia mengaku sering mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari sang ayah. Sering disalah-salahkan, tidak diberi uang saku, dan sering dimarahi oleh ayahnya. Namun ketika berada di rumah sang ibu, ia selalu disayang, diberi uang saku, jarang dimarahi, dan diperhatikan oleh ibunya. Nina sering merasa bahwa hidupnya mulai berantakan. Ia menginginkan keutuhan keluarga seperti sedia kala, namun kenyataan berkata lain.
1.       Gejala yang timbul dalam diri Nina:
a.      Sering pindah-pindah dari sekolah satu ke sekolah yang lain.
b.     Tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran.
c.      Tidak ada semangat dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
d.     Sulit berkonsentrasi dalam belajar.
e.      Merasa enggan datang ke sekolah. 
f.      Datang kesekolah hanya ikut-ikutan teman.
2.       Keluhan-keluhan dari Nina:
a.      Mengaku tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan.
b.     Sulit berkonsentrasi dalam belajar.
c.      Malas belajar.
d.     Merasa enggan datang ke sekolah.

H.      Jenis, Nama, dan Tingkatan Kasus
Identifikasi kasus yang akan ditangani calon konselor adalah sebagai berikut:
1.   Jenis kasus                  : Kasus keluarga
2.   Nama kasus                 : Tidak tahu tujuan sekolah akibat perceraian orang
  tua
3.   Tingkatan kasus          : Sedang


BAB III
KAJIAN TEORI

A.      Pengertian Tidak Tahu Tujuan Sekolah
Menurut Supriyo (2008), yang dimaksud dengan kasus tidak tahu tujuan sekolah adalah suatu masalah dimana individu tidak mengerti, serta bingung terhadap tujuan sekolah. ia tidak mengerti apa maksud datang ke sekolah, dan asal pergi dari rumah tanpa tujuan yang jelas. Anak yang demikian berarti tidak tahu kemana arah yang akan dituju setelah masuk ke sekolah, setelah tamat dari sekolah. oleh sebab itu, anak itu tidak ada motivasi untuk belajar, padahal belajar akan sukses jika anak tahu apa tujuan dari belajar atau sekolah. begitu pula dengan anak yang tidak tahu tujuan bersekolah, berarti tidak tahu tujuan hidupnya.

B.      Gejala/Ciri-ciri Tidak Tahu Tujuan Sekolah
Supriyo (2008) mengemukakan bahwa gejala dalam kasus tidak tahu tujuan sekolah ini pada umumnya ditandai oleh seringnya pindah dari sekolah satu ke sekolah lainnya, kurang konsentrasi dalam belajar, kurang semangat dalam belajar, kurang rajin dalam belajar, dan hanya ikut-ikutan teman-temannya saja. Disamping itu, gejala lain yang mungkin muncul adalah anak acuh tak acuh terhadap sekolah, kurang mengetahui siapa yang mendidik di sekolah, dan dalam mengikuti pelajaran hanya bersikap pasif saja daripada menganggur di rumah.

C.      Faktor penyebab Tidak Tahu Tujuan Sekolah
Penyebab serta latar belakang kasus ini adalah karena anak kurang mengetahui tentang kemampuannya, acuh tak acuh terhadap kegiatan belajar, dan orang tua yang kurang memberikan bimbingan pada anak-anaknya (Supriyo, 2008:100).
  
D.      Bahaya yang Mungkin Timbul
Apabila masalah ini tidak memperoleh penanganan yang tepat, kemungkinan anak akan malas dalam belajar, dan akibat lebih jauh yang mungkin ditimbulkan adalah anak akan mengalami kegagalan dalam belajar, serta akibat-akibat yang lain (Supriyo, 2008:100).

E.      Upaya penanganan
Menurut Supriyo (2008), dalam mengatasi masalah tidak tahu tujuan sekolah ini, perlu dilacak kembali sebab-sebabnya yang mungkin paling cocok dan bertitik. Berdasarkan sebab-sebab tersebut, pembimbing membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh konseli, untuk itu dibutuhkan:
1.       Memberikan bimbingan pribadi kepada anak untuk mengetahui penyebabnya.
2.       Memberikan dorongan kepada anak agar mau berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri tentang tujuan bersekolah.

F.       Daftar pustaka
1.     Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan dan Konseling. Semarang: CV Niuw Setapak
2.     Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta: Menara Mas Offset


BAB IV
DATA KASUS

Data kasus adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kasus keluarga yang dialami oleh konseli. Calon konselor berusaha mengumpulkan data dari berbagai sumber dan dari berbagai pihak yang diduga ada relevansinya dengan masalah yang dihadapi oleh konseli. Calon konselor ingin memperoleh data selengkap mungkin, apakah ini berupa data objektif maupun subjektif dan berbagai sumber. Data objektif yang diperoleh dari berbagai sumber di antaranya:
A.      Wawancara
1.       Wawancara dengan Nina
Usia Nina saat ini adalah 18 tahun, ia duduk di kelas XII SMK Diponegoro Banyuputih. Tahun ini ia akan menyelesaikan masa di sekolah menengah atasnya, dan akan segera lulus. Ketika ditanya ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak, ia menjawab masih ragu. Ingin memikirkan dulu dan menanyakan kepada teman-teman lainnya. Ia adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara. Dia mempunyai dua kakak laki-laki, satu kakak perempuan, satu adik perempuan, dan satu adik laki-laki, Nina mengaku sangat menyayangi semua saudara-saudaranya.
Nina menceritakan bahwa ia pernah tidak naik kelas waktu duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu ia tidak naik dari kelas dua ke kelas tiga. Ketika duduk di bangku SMP, memasuki tahun keduanya ia pernah pindah ke sekolah lain dengan alasan tidak betah dan kurang mrasa cocok berada di sekolah tersebut. Memasuki jenjang SMA, frekuensi kepindahan sekolah Nina makin bertambah, ia sudah pindah sekolah selama empat kali. Sekarang Nina bersekolah di SMK Diponegoro Banyuputih. Kepindahannya pun dengan alasan yang sama ketika ia pindah skolah sewaktu duduk di jenjang SMP. Selama proses pindah-pindah sekolahnya tersebut, ia mengaku tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan, sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas belajar, dan merasa enggan datang ke sekolah. Nina mengaku selama ini ia datang kesekolah bukan karena keinginan untuk serius belajar, namun lebih dikarenakan hanya ikut-ikutan dengan temannya saja untuk datang kesekolah daripada di rumah tidak ada pekerjaan.
Nina juga menceritakan tentang hubungannya dengan keluarganya. Ketika Nina duduk di bangku sekolah dasar, lebih tepatnya sewaku kelas dua SD, orang  tua Nina bercerai. Nina mengaku tidak tahu menahu tentang penyebab perceraian kedua orang tuanya tersebut. Ayah dan ibunya berpisah tempat tinggal. Semenjak saat itu, Nina ikut dengan ibunya bersama seorang adik dan kakaknya. Meskipun ikut dengan ibunya, Nina masih sering mengunjungi rumah ayahnya untuk sekedar bertemu sapa dengan sang ayah atau dengan saudara-saudaranya yang lain yang ikut dengan ayahnya. Ia mengaku sering mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari sang ayah. Sering disalah-salahkan, tidak diberi uang saku, dan sering dimarahi oleh ayahnya. Namun ketika berada di rumah sang ibu, ia selalu disayang, diberi uang saku, jarang dimarahi, dan diperhatikan oleh ibunya. Nina sering merasa bahwa hidupnya mulai berantakan. Ia menginginkan keutuhan keluarga seperti sedia kala, namun kenyataan berkata lain.
Sekarang ibunya Nina sudah menikah lagi namun ayahnya tidak menikah lagi. Hubungan Nina dengan ayah dan ibunya terbilang cukup baik. Nina sempat syok dengan perceraian orang tuanya, namun sekarang ia sudah bisa menerima perceraian orang tuanya tersebut.  Sekarang Nina tinggal dengan sang ibu, karena ia lebih dekat dengan sang ibu namun bukan berarti ia tidak pernah mengunjungi ayahnya. Nina mengatakan bahwa ia setiap harinya sering bolak-balik kerumah ibu dan rumah ayah. Ketika berada di rumah sang ayah, terkadang Nina agak sebel juga bila sedang di omeli sang ayah. Menurutnya lebih enak dengan sang ibu, karena sang ibu belum pernah mengomelinya juga Nina begitu diperhatikan dan disayang penuh oleh ibunya. Ibu dan ayah Nina mempunyai pekerjaan yang sama, yaitu sebagai penjual pestisida dan obat-obatan untuk tanaman. Meskipun jenis pekerjaannya sama, namun mereka bekerja di tempat yang berbeda. Nina mengaku ia sering membantu ibunya menjaga toko untuk mengisi waktu luang dan untuk belajar bekerja.
Sehubungan dengan masalah yang sedang dialami oleh Nina, yaitu tidak tahu tujuan bersekolah, ia mengaku hal ini bermula ketika ia duduk di bangku kelas dua SD. Pada waktu itu adalah kali pertama ia menyaksikan sebuah keruntuhan dalam keluarga. Pada saat pertengahan semester, kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Dan segera setelah perceraian mereka tinggal dalam rumah dan tempat yang berbeda. Nina merasa amat syock dan tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Ia sangat ingin kedua orang tuanya kembali bersatu, kembali akur seperti sedia kala. Pada waktu itu ia masih rajin belajar dan datang ke sekolah dengan penuh semangat. Namun lama-kelamaan ia sadar bahwa meskipun rajin belajar dan setiap hari berangkat kesekolah, hal tersebut tidak bisa mengubah fakta dan tidak bisa merubah keadaan agar ayah dan ibunya kembali seperti sedia kala. Ia mengaku sejak saat itulah, dunianya seperti ada yang hilang dan terasa hampa. Ia mulai malas pergi sekolah dan tidak tahu kenapa kita harus datang setiap hari ke sekolah.
Di sisi lain Nina juga memiliki suatu keinginan berkaitan dengan masalah ketidaktahuannya tentang tujuan sekolah dan dengan masalah keluarganya. Nina mengungkapkan bahwa ia ingin dapat menjalani hari-hari di sekolahnya dengan semangat yang tinggi seperti pada saat dahulu, dapat berkonsentrasi dalam belajar, ingin bisa belajar dengan sungguh-sungguh, tidak lagi berangkat ke sekolah karena ikut-ikutan teman, dan ia juga sampai saat ini masih mengharapkan agar kedua orang tuanya mau kembali bersama lagi.
2.       Wawancara dengan teman tetangga di rumah
Menurut teman tetangga yang ada di sekitar rumah Nina, Nina anaknya selalu riang ceria, dan gampang diajak berteman. Ia juga sering ngobrol dengan teman-teman di sekitar rumahnya. Menurutnya, karena Nina orangnya gampang bergaul, temannya banyak. Sering juga terlihat teman-temannya beramai-ramai datang ke rumahnya Nina. Banyak juga laki-laki yang tertarik kepadanya.
Berdasarkan cerita teman tetangga Nina ini, ia tahu bahwa Nina mempunyai masalah dengan sekolahnya dan juga ada masalah keluarga yang selalu ia pikirkan. Teman Nina  mengatakan semenjak SD, Nina mulai terlihat malas pergi ke sekolah, tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan, sering pindah sekolah, dan enggan datang ke skeolah.
Kabar tentang perceraian orang tua Nina pun sudah diketahuinya, dikarenakan kabar tersebut cepat sekali meluas ke masyarakat sekitar. Teman Nina ini juga menjelaskan bahwa kondisi keluarga Nina memang kurang harmonis sehingga berakibat pada perceraian dan yang menjadi korban adalah anak-anaknya. Terutama yang paling menonjol adalah dampaknya kepada psikis Nina. Nina benar-benar terlihat sangat syock dan kecewa dengan kejadian tersebut.
3.       Wawancara dengan kakak Nina
Kakak Nina yang berinisial H ini adalah kakak laki-laki kedua Nina. Ketika ditanya tentang bagaimana pendapatnya mengenai adiknya tersebut, H mengaku bahwa dia sangat menyayangi adiknya itu. Ia juga menyatakan meskipun ayah dan ibu mereka sudah bercerai, tapi H dan saudara-saudaranya tetap saling menyayangi. Meskipun sekarang H dan Nina tidak hidup satu atap, karena H ikut dengan sang ayah, sedangkan Nina ikut dengan sang ibu, namun hubungan mereka tetap harmonis.
H mengatakan Nina anak yang patuh pada orang tua, juga begitu peduli dengan saudara-saudaranya. Ia juga sekarang anaknya sudah lebih feminin dibandingkan dulu ketika Nina duduk di bangku SMP. Waktu di bangku SMP, Nina anaknya tomboi, sikap dan kelakuannya seperti laki-laki. Tetapi semenjak duduk di bangku SMA, menurut H, Nina terlihat berubah dan semakin lebih feminin.
H juga mengetahui tentang masalah adiknya yang sering berpindah-pindah dari sekoalah satu ke sekolah lainnya. H juga mengatakan bahwa di rumah Nina sering terlihat lesu dan frustasi. Ia tidak pernah belajar, dan terlihat sangat enggan untuk pergi ke sekolah. H memperjelas lagi bahwa keadaan yang dialami oleh adiknya ini sudah sejak lama, tepatnya semenjak adiknya masih duduk di bangku SD. Masalah tersebut berlarut-larut hingga saat ini masih juga belum selesai. Nina bukannya tambah semangat dalam belajar tapi malah tambah tidak semangat dan pergi ke sekolah hanya sebatas formalitas belaka. Ia hanya ikut-ikutan teman saja. Namun di sisi lain, adiknya tersebut juga mengharapkan ia bisa mendapatkan semangatnya kembali yang membara ketika ia harus belajar dan bersekolah.
Diakui oleh H bahwa kejadian yang menimpa adiknya ini tidak lepas dari masalah keluarga yang merundung keluarga H. Perceraian orang tua mereka dirasakan oleh H yang menjadi penyebab utama yang menjadikan adiknya seperti sekarang ini. Semua orang memang akan langsung tahu perubahas yang terjadi pada diri Nina, termasuk si H. H mengetahui bahwa adiknya mengalami frustasi dan syock yang luar biasa akibat perceraian orang tuanya tersebut. Ia sering bercerita tentang kefrustasiannya dan keinginannya yang besar agar supaya orang tuanya kembali hidup bersama seperti sedia kala kepada H.


BAB V
ANALISIS DAN DIAGNOSIS

A.      Analisis kasus
Analisis memiliki makna suatu kegiatan menguraikan, menjabarkan, dan menerangkan suatu data permasalahan secara rinci dan lengkap.
1.     Analisis konten
Masalah yang dihadapi oleh Nina adalah masalah yang berhubungan dengan tidak tahu tujuan bersekolah. Berdasarkan gejala-gejala yang diperlihatkan oleh Nina, yaitu sering pindah-pindah dari sekolah satu ke sekolah yang lain, tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran, tidak ada smangat dalam mengerjakan pekerjaan rumah, sulit berkonsentrasi dalam belajar, merasa enggan datang ke sekolah, dan datang kesekolah hanya ikut-ikutan teman, masalah yang dialami oleh Nina adalah masalah yang berhubungan ketidaktahuan dengan apa yang menjadi tujuan dalam brskolah.
2.     Analisis logis
Selama ini Nina mengeluhkan bahwa ia mengaku tidak ada semangat dalam mengikuti pelajaran maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibebankan, sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas belajar,dan merasa enggan datang ke sekolah. ia merasakan keluhan ini sudah cukup lama, yaitu semenjak ia duduk di bangku sekolah dasar.
Ketika ditanya lebih lanjut tentang masa lalunya, ternyata sewaktu ia masih duduk di kelas dua sekolah dasar, orang tuanya bercerai, semenjak itu keluarganya mulai terpisah-pisah dan ia mulai merasa kecewa dan frustasi sehingga berakibat pada pendidikan Nina. Ia mulai berpandangan bahwa meskipun belajar dengan keras, itu pun tidak ada gunanya, karena dengan belajar bersungguh-sungguh tidak akan bisa membuat ayag dan ibunya bersatu kembali seperti sedia kala. Pengalaman perceraian orang tuanya tersebut bisa jadi memicu Nina sehingga ia sulit berkonsentrasi, sering pindah-pindah sekolah, tidan ada semangan belajar, dan berujung pada tidak tahu arah dan tujuan yang sebenarnya dari bersekolah.
3.     Analisis comparative
Berdasarkan pengakuan teman Nina di rumah, Nina mempunyai masalah dengan sekolahnya, yaitu sering berpindah-pindah sekolah dan tidak ada semangat yang menyala untuk belajar dan bersekolah. Nina juga kerap kali menunjukkan prasaannya kecewanya terhadap apa yang dialaminya dengan sering berteriak dan menangis di kamar. Hal ini menurut teman Nina ada kemungkinan besar ada hubungannya dengan perceraian kedua orang tua. Sedangkan menurut pengakuan kakak kandungnya Nina, adiknya memang tidak mempunyai konsntrasi dalam belajar, sering berpindah sekolah, dan kurang tahu tujuan yang sebenarnya.
Ia juga mengatakan bahwa Nina merasa ogah-ogahan dan enggan bila udah ada kaitan atau hubungan dengan belajar dan sekolah. selama ini Nina sering pindah sekolah dengan alasan ketidakcocokan dirinya dengan sekolah yang ditempatinya. Ia maupun anggota keluarga yang lain tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti keinginan Nina yang ingin berpindah sekolah. Perceraian yang terjadi antara kedua orang tua mereka diakui kakak Nina sebagai penyebab utama yang membuat anak-anak mereka menjadi berubah, terutama Nina. Nina merupakan anak yang paling terpukul dan paling mendapat beban mental yang paling berat atas perceraian kedua orang tuanya tersebut.
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh teman tetangganya di rumah dan kakak Nina, keduanya cocok dengan pengungkapan yang diungkapkan oleh Nina sendiri. Hal ini berarti apa yang dirasakan dan dilakukan oleh Nina sama persis dengan pandangan dan persepsi orang luar, dalam hal ini adalah teman tetangganya di rumah dan kakaknya sendiri. Semua hal yang diungkapkan tersebut menggambarkan bahwa Nina memiliki masalah yang berkaitan dengan ketidak tahuan tentang tujuan berskolah.
Perbandingan juga bisa dilihat dari harapan apa saja yang dimiliki oleh Nina serta bagaimana kenyataan yang sesungguhnya ia alami apakah sudah sesuai dengan harapan-harapannya atau belum. Dalam hal ini, pada lubuk hati Nina yang paling dalam, ia ingin dapat menjalani hari-hari di sekolahnya dengan semangat yang tinggi, dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan tidak lagi berangkat ke sekolah karena ikut-ikutan teman. namun pada kenyataannya,  dalam kesehariaanya yang berkaitan dengan sekolahnya, ia masih tidak semangat belajar, sulit berkonsentrasi ketika mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar, dan berangkat sekolah masih hanya suka ikut-ikutan dengan teman-temannya saja.
Berdasarkan analisa perbandingan antara harapan dan kenyataan yang dimiliki oleh Nina, semua harapan yang dimiliki oleh Nina masih belum tercapai, karena pada kenyataannya ia masih tidak semangat belajar, sulit berkonsentrasi ketika mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar, dan berangkat sekolah masih hanya suka ikut-ikutan dengan teman-temannya saja yang disisi lain berkebalikan dengan apa yang menjadi harapan-harapannya. Hal ini tidak lepas dari masalah yang dialami oleh Nina, yaitu masalah yang berkaitan dengan tidak tahu tujuan bersekolah.

B.      Diagnosis
Diagnosis memiliki arti yaitu suatu upaya untuk mengenal, menetapkan atau menentukan sifat, serta hakekat dalam suatu peristiwa melalui pengamatan terhadap gejala.
1.       Esensi masalah
Esensi atau pokok dari permasalahan yang dihadapi oleh Nina adalah dalam diri Nina tidak tahu arah dan tujuan yang sebenarnya dari bersekolah. Nina masih saja suka malas dan enggan untuk pergi ke sekolah. ia juga sering berpindah-pindah dari skolah satu ke skolah lainnya dengan alasan ketidakcocokan dengan sekolah tersebut. Rasa malasnya ini sudah mulai timbul ketika ia duduk di bangku sekolah dasar.
2.       Latar belakang masalah
Yang melatar belakangi masalah yang ada pada diri Nina, yaitu masalah tentang tidak tahu tujuan bersekolah adalah kondisi dalam keluarga. Perceraian orang tua Nina pada saat ia masih duduk di sekolah dasar, serta perlakuan yang diperlakukan orang tua Nina yang kurang mengenakkan seusai perceraian menimbulkan dasar persepsi yang kuat terhadap Nina bahwa meskipun rajin belajar dan bersekolah keluarga tidak bisa bersatu kembali seperti sedia kala. Perceraian orang tuanya tersebut membuat Nina merasa kecewa dan sangat frustasi sehingga berdampak pada kehiidupan sekolah Nina sampai saat ini.
3.       Penyebab utama masalah
Penyebab utama yang menyebabkan Nina memiliki masalah tidak tahu tujuan sekolah adalah karena persepsinya yang begitu kuat bahwa belajar dengan rajin dan masuk sekolah setiap hari sama sekali tidak berguna. Pertama ia berpersepsi bahwa belajar tidak berguna karena tidak bisa menyatukan kembali orang tuanya yang sudah terlanjur bercerai.belajar dan bersekolah juga tidak bisa mengobati rasa sakitnya yang begitu mendalam akibat perceraian orang tuanya. Namun lama-kelamaan, persepsi tersebut mendarah daging dalam pikiran Nina, lamban laun, ia mulai berpandangan bahwa belajar dan bersekolah sama sekali tidak ada manfaatnya. Dan akhirnya ia tidak tahu lagi apa sebenarnya tujuan dari bersekolah yang sebenarnya.
4.       Dinamika psikis konseli
Dinamika psikis konseli terbagi menjadi dua, yaitu dinamika psikis konseli yang bersifat positif dan dinamika psikis konseli yang bersifat negatif.
a.    Dinamika psikis konseli yang positif:
·     Nina sudah terbuka dan jujur  dalam mengungkapkan masalah yang sedang sialaminya.
·     Nina memiliki potensi yang cukup memadai untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri.
·     Mempunyai keinginan untuk berubah menjadi lebih baik.
·     Nina memiliki harapan yang jelas dan wajar.
·     Memiliki kepribadian yang mandiri.
b.   Dinamika psikis konseli yang negatif:
·     Dalam menyikapi masalah yang dialaminya, Nina selalu bersikap negatif, subjektif, dan idealis.
·     Nina merasa bahwa masalah yang sedang dialaminya tersebut adalah masalah yang berat.
·     Selalu memandang masalah yang dialaminya dengan emosional.


BAB VI
PROGNOSIS

A.      Alternatif pemecahan
Beberapa alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan  tidak tahu tujuan sekolah diantaranya:
1.       Memberikan informasi, penjelasan disertai dengan contoh-contoh tentang pentingnya bersekolah dan tujuan apa yang ingin dicapai dengan bersekolah.
2.       Memberikan pujian untuk membangkitkan motivasi bersekolahnya secara sederhana.
3.       Memberikan pengertian kepada orang tua konseli untuk selalu mengontrol kegiatan sekolah anak dan selalu memotivasi anak untuk tetap rajin dan bersemangat sekolah.
4.       Memberikan bimbingan pribadi kepada anak untuk mengetahui penyebabnya.
5.       Memberikan dorongan kepada anak agar mau berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri tentang tujuan bersekolah.
6.       Melaksanakan konseling agar konseli dapat memahami dirinya lebih baik (kelemahan-kelemahan maupun kelebiban-kelebihannya).

B.      Pendekatan
1.       Pendekatan konseling keluarga
Untuk membantu penanganan masalah tidak tahu tujuan sekolah terutama yang diakibatkan oleh masalah perceraian orang tua ini calon konselor mencoba menawarkan pendekatan konseling keluarga berdasarkan Triad (Triad’s Based Family Counseling).
Sayekti dalam bukunya Bimbingan dan Konseling Keluarga mengatakan bahwa pendekatan ini dikembangkan oleh Grald H. Zuk, seorang ahli psikoterapi dari Philadelphia. Ia mengembangkan konseling keluarga berdasarkan hubungan antara tiga atau lebih dalam keluarganya, yang menurut anggapannya lebih baik daripada berdasarkan dyad yang banyak dilakukan oleh ahli psikoanalisis. Zuk menekankan bahwa triad itu dipakai sebagai perbaikan dari model dyad, yaitu terapi keluarga berdasarkan hubungan tiga orang dalam keluarga:
a.    Antara anak - ibu – anak
b.   Antara anak - ayah – anak
c.    Antara ayah - ibu – anak
karena kesulitan dan permasalahan keluarga tersebut kemungkinan harus melibatkan dua atau lebih anggota keluarga yang saling bertentangan. Dalam mengatasi pertentangan keluarga, seorang terapis diharapkan mampu berperan sebagai penengah dan pelerai.
2.       Pendekatan konseling secara umum
Untuk membantu penanganan masalah tidak tahu tujuan sekolah ini calon konselor mencoba menawarkan konsep konseling realitas. Konsep ini utamanya dipakai untuk mentreatment konseli secara pribadi.
a.    Konsep konseling realita
Gerald Corey dalam bukunya, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, mengatakan bahwa terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan oleh William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality), melakukan hal yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsiblility).
Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.
Penggunaan konseling realitas sebagai alternatif pemecahan masalah kurang motivasi dalam belajar, menurut penulis karena mengingat konseling realitas  memiliki konsep-konsep dasar sebagai berikut :
1)  Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
2)  Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process) dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.
3)  Terapi realitas lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
4)  Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya.
5)  Terapi Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan oleh guru atau konselor di sekolah daam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan.
6)  Terapi Realitas berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.
7)  Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
8)  Dengan melihat keunggulan konseling realitas tersebut diatas, calon konselor berharap dapat sedikit demi sedikit menumbuhkan motivasi konseli dalam belajar, sehingga konseli dapat mengentaskan masalah yang sedang dihadapinya dan bisa memenuhi harapan-harapan yang dimilikinya.
b.   Langkah-langkah konseling realita
Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Secara praktis langkah-langkah dalam konseling realita adalah sebagai berikut:
1)   Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
2)   Fokus pada perilaku sekarang.
3)   Mengeksplorasi total behavior terapi.
4)   Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi.
5)   Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
6)   Membuat komitmen.
7)   Tidak menerima permintaan.
8)   Tindak lanjut.


BAB VII
TREATMENT

A.      Tahap-tahap proses konseling
Konseling terhadap Nina dilakukan pada hari Senin tanggal 25 Juni 2012 bertempat di rumah Nina pukul 14.00 sampai dengan selesai. Proses konseling ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan konseling realita. Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Tahap-tahap  konseling dapat dirinci sebagai berikut:
1.       Tahap 1:
Langkah pertama yang dilakukan adalah calon konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli. Pada tahap ini calon konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Calon konselor melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah.  Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dilakukan dengan perilaku attending. Sikap attending dilakukan dengan menatap konseli, manunjukkan minat kepada konseli tanpa dibuat-buat, duduk dengan sikap terbuka—agak maju kedepan dan tidak bersandar, tubuh calon konselor agak condong dan agak diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respon parafrase. Calon konselor juga menunjukkan sikap bersahabat, bersikap genenuine dan tidak menghakimi konseli atau tidak memberi penilaian atas apa yang telah dilakukan konseli.
Langkah berikutnya yaitu fokus pada perilaku sekarang. Calon konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanannya yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu calon konselor meminta konseli mendiskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisinya  tersebut. Konseli menceritakan semua hal-hal yang dilakukan selama ini yang terkait dengan masalah tidak tahu tujuan berskolah yang dialami olehnya. Selanjutnya calon konselor mengatakan kepada konseli apa-apa saja yang dapat dilakukan konselor dalam proses konseling ini, menyatakan apa saja yang diinginkan oleh calon konselor dari konseli, dan bagaimana calon konselor melihat situasi yang dialami konseli tersebut, kemudian calon konselor dan konseli bersama-sama membuat komitmen untuk konseling.
Langkah yang ketiga adalah mengeksplorasi total behavior terapi. Calon konselor menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu: menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya; cara pandang dalam konseli terhadap masalahnya; sumber akar permasalahan konseli apakah dari perilakunya atau dari sumber yang lain, bukan pada perasaannya. Pada tahap ini, secara umum calon konselor mengumpulkan data sebanyak-banyaknya tentang konseli agar tepat dalam emmberikan penanganan terhadap masalah yang dialami konseli.
Langkah kelima adalah konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi. Calon konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik bagi dirinya. Disini calon konselor bukan untuk menilai perilaku konseli benar atau salah, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini secara mandiri. Calon konselor secara luas memberi kesempatan pada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Calon konselor juga bertanya pada konseli tentang pilihan perilakunya apakah bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan tentang apakah konseli akan tetap pada pilihannya, mempertanyakan apakah hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi/tercapai, calon  konselor juga mendebat tentang bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling. Komitmen ini penting, karena proses konseling realita akan berjalan apabila konseli mau melakukan apa yang sudah dikomitmenkan.
2.       Tahap 2
Pada tahap kedua dalam proses konseling ini, langkah yang dilakukan adalah merencanakan tindakan yang bertanggung jawab oleh konseli. Pada langkah ini konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Setelah menyadari hal tersebut, konseli disuruh untuk membuat rencana tindakan yang lebih bertanggung jawab. Lalu konseli menyusun rencana tindakannya sendiri yang sifatnya spesifik dan konkrit. Dalam rencana tersebut konseli menulis tentang hal-hal apa yang akan dilakukan oleh konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
Setelah konseli membuat rencana tindakan, selanjutnya calon konselor melakukan langkah konseling membuat komitmen. Disini calon konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama dengan calon konselor sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh konseli sendiri.
3.       Tahap 3
Pada tahap ini, langkah berikutnya setelah pembuatan komitmen adaah calon konselor tidak menerima permintaan. Calon konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Ternyata konseli masih belum sepenuhnya melaksanakan tindakan-tindakan yang sudah direncanakan pada konseling sebelumnya. Pada saat yang bersamaan konseli lalu meminta maaf pada calon konselor, namun karena proses konseling ini menggunakan pendekatan realita, maka permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak dipenuhi oleh calon konselor. Lalu calon konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Calon konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil dilakukan. Pada tahap ini calon konselor menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab calon konselor berusaha untuk menghindari kecenderungan konseli akan bersikap defensif dan mencari-cari alasan. Pada tahap ini calon konselor juga tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi menghadapkan konseli pada konsekuensi. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan konseli secara otomatis akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Calon konselor memberi pemahaman pada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia mau melakukan perbaikan itu. Setelah itu, konseli kembali berjanji untuk berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
Langkah yang terakhir adalah melakukan tindak lanjut. Calon konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai oleh konseli selama proses konseling berlangsung. Pada langkah ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. Oleh karenanya, calon konselor dan konseli bersepakat untuk mengakhiri konseling terlebih dahulu dan dilanjutkan pada lain kesempatan samapi tujuan yang dinginkan konseli tercapai.














BAB VIII
EVALUASI

A.      Evaluasi tiap langkah dalam konseling
1.       Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
Pada langkah ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan dilakukan.
2.       Fokus pada perilaku sekarang.
Pada langkah ini, konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3.       Mengeksplorasi total behavior terapi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli.
4.       Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau manilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti kegiatan konseling.
5.       Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
Pada langkah ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri.
6.       Membuat komitmen.
Pada langkah ini, konseli bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana tindakannya.
7.       Tidak menerima permintaan.
Pada langkah ini, konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
8.       Tindak lanjut.
Pada langkah terakhir ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.

B.      Evaluasi tiap pertemuan
1.       Pertemuan pertama (tahap 1)
Pada konseling tahap pertama ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan dilakukan. Konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Konseli juga sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli. Konseli sudah mau menilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti kegiatan konseling.
2.       Pertemuan kedua (tahap 2)
Pada pertemuan kedua konseling ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri. Konseli juga bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana tindakannya
3.       Pertemuan ketiga (tahap 3)
Pada pertemuan ketiga ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan. Konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.


C.      Evaluasi secara keseluruhan
Secara keseluruhan, konseli sudah secara sukarela dan terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada calon konselor. Hal ini merupakan sesuatu hal yang baik, karena dengan sikap konseli yang terbuka dan sukarela, proses konseling akan lebih mudah dilaksanakan. Konseli juga sudah mau berusaha untuk mengatasi kurang motivasinya dalam belajar yang dialaminya. Hal ini merupakan sesuatu yang positif bahwa konseli mempunyai keinginan yang kuat untuk memecahkan masalahnya sendiri. Dengan adanya konseling konseli menjadi lebih termotivasi untuk segera lepas dari masalah tidak tahu tujuan bersekolah dan akan berusaha untuk selalu rajin belajar dan datang ke sekolah.


BAB IX
TINDAK LANJUT

Tindak lanjut dalam kegiatan konseling adalah proses tindakan yang dilakukan secara bersama-sama antara konselor dan konseli apabila konseli masih membutuhkan bantuan dari konselor sedangkan proses treatment sudah selesai dilaksanakan. Pada penanganan kasus belajar kali ini, konseli sudah merasa cukup terbantu dengan konseling yang dilaksanakan dalam waktu tiga kali pertemuan. Konseli menunjukkan adanya perubahan kemajuan meskipun belum sepenuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa proses konseling yang dilakukan oleh calon konselor menghasilkan adanya kemajuan positif pada diri konseli. Calon konselor dan konseli memutuskan untuk melakukan proses konseling lanjutan sekali lagi untuk menuntaskan masalah yang dihadapi oleh konseli dan untuk mengukur seberapa besar komitment konseli terhadap tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan masalah kurang motivasi belajar yang dialaminya, mengingat pada konseling pertemuan yang ketiga konseli belum melakukan tindakan yang sudah ia rencanakan. Proses konseling lanjutan ini sepakat akan dilaksanakan pada hari minggu pada tanggal 15 Juli 2012.


BAB X
PENUTUP

A.    Simpulan
Kasus yang ditangani oleh calon konselor adalah kasus belajar tentang tidak tahu tujuan sekolah. Dalam menangani kasus tersebut, calon konselor pertama melakukan pengumpulan data kasus dengan cara wawancara kepada konseli dan dari sumber lain untuk kelengkapan dan ketepatan data. Setelah dilakukan analisa kasus, diketahui bahwa penyebab utama masalah yang dihadapi konseli adalah masalah perceraian orang tua. Pada tahap prognosis diputuskan bahwa pendekatan konseling yang akan digunakan untuk mentreatment konseli adalah pendekatan konseling keluarga berdasarkan Triad dan menggunakan juga pendekatan realita. Pada tahap treatment konseling, calon konselor melaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang ada pada pendekatan realita dan sesuai pula dengan upaya penanganan yang telah direncanakan. Treatment yang dilakukan calon konselor ternyata belum membuahkan berhasil sepenuhnya, setelah di evaluasi ternyata konseli belum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan sesuai dengan apa yang telah dikomitmenkan sebelumnya. Oleh karenanya calon konselor dan konseli bersepakat untuk melakukan konseling lanjutan untuk menuntaskan masalah yang dialaminya.

B.    Saran
Berdasarkan proses konseling yang dilaksanakan, maka yang perlu disarankan adalah sebagai berikut:
1.   Dalam mengumpulkan data, alangkah lebih baik bila mengumpulkan informasi mengenai konseli bukan Cuma dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai sumber agar informasi yang didapat lebih akurat dan lebih lengkap sehingga memudahkan dalam proses penanganan konseling.
2.   Sebaiknya mempererat kerja sama dan hubungan antara konselor dan konseli, agar konselor mendapat kepercayaan penuh dari konseli terkait penyelesaian masalah yang konseli hadapi.
KISI-KISI INSTRUMENT

Variabel
Komponen
Indikator
No. Item
Kurang motivasi dalam belajar
Faktor internal
1.     Kondisi emosional
2.     Kondisi kesehatan
3.     Persepsi
4.     Sikap
5.     Emosi
6.     Pribadi

1, 2, 4, 6, 7, 8, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19



Faktor eksternal
7.     Suasana lingkungan sosial dalam kelas
8.     Lingkungan sekolah
9.     Cara didik keluarga
10.  Lingkungan keluarga
11.  Situasi hubungan sosial dengan teman sebaya
12.  Fasilitas belajar
3, 5, 9, 10, 11, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25


PEDOMAN WAWANCARA / INTERVIEW

A.      Tujuan interview             : Mengetahui tentang latar berbagai informasi dari
konseli berkaitan dengan masalah tidak tahu tujuan sekolah.
B.      Interviewer                      : A’an Aiayah
C.      Interviewee                      : Maida Nanina
D.      Interview ke                     : 1 / 2 / 3 / 4 (lingkari yang sesuai)
E.       Pelaksanaan interview    :
1.     Hari / tanggal              : Minggu, 24 Juni 2012
2.     Jam                              : 15.00 WIB - selesai
F.       Aspek-aspek yang diinterview:
1.     Siapa nama panjang Nina?
2.     Berapa usia Nina saat ini?
3.     Saat ini Nina bersekolah dimana dan kelas berapa?
4.     Apa yang kamu pikirkan atau persepsikan terhadap bersekolah?
5.     Menurut kamu, apa sih tujuan dari bersekolah?
6.     Nina tadi mengatakan sering berpindah-pindah skolah, bisakan Nina menceritakan alasannya?
7.     Bagaimana orang tua kamu memperlakukan kamu ketika di rumah?
8.     Bagaimana perlakuan ayah kamu terkait seringnya kamu berpindah-pindah sekolah?
9.     Bagaimana perlakuan ibu kamu terkait dengan seringnya kamu berpindah-pindah sekolah?
10.  Kamu tadi mengatakan sedang memiliki masalah dengan tidak tahu tujuan sekolah, sebenarnya apa saja harapan yang kamu miliki saat ini?
11.  Apa pendapat kamu tentang masalah yang sedang kamu alami?


PEDOMAN WAWANCARA / INTERVIEW

A.      Tujuan interview             : Mengetahui tentang latar berbagai informasi dari
konseli berkaitan dengan masalah tidak tahu tujuan sekolah
B.      Interviewer                      : A’an Aiayah
C.      Interviewee                      : Teman tetangga Nina di rumah
D.      Interview ke                     : 1 / 2 / 3 / 4 (lingkari yang sesuai)
E.       Pelaksanaan interview    :
1.     Hari / tanggal              : Minggu, 24 Juni 2012
2.     Jam                              : 08.00 WIB - selesai
F.       Aspek-aspek yang diinterview:
1.   Bagaimana kegiatan Nina ketika di rumah?
2.   Bagaimana sikap Nina ketika berada di rumah?
3.   Apa pendapat kamu tentang keseharian Nina?
4.   Apa pendapat kamu tentang pribadi Nina?
5.   Apa yang kamu ketahui tentang masalah sekolah atau keluarga yang dialami oleh Nina?
6.   Apakah kamu mengetahui apa yang menyebabkan Nina sering berpindah-pindah sekolah?


PEDOMAN WAWANCARA / INTERVIEW

A.      Tujuan interview             : Mengetahui tentang latar berbagai informasi dari
konseli berkaitan dengan masalah tidak tahu tujuan sekolah
B.      Interviewer                      : A’an Aiayah
C.      Interviewee                      : Kakak Nina
D.      Interview ke                     : 1 / 2 / 3 / 4 (lingkari yang sesuai)
E.       Pelaksanaan interview    :
1.     Hari / tanggal              : Minggu, 24 Juni 2012
2.     Jam                              : 10.00 WIB - selesai
F.       Aspek-aspek yang diinterview:
1.   Apa pendapat kamu tentang pribadi Nina?
2.   Bagaimana sikap Nina dalam kesehariannya?
3.   Apa yang kamu ketahui tentang masalah yang dialami oleh Nina?
4.   Apakah kamu mengetahui apa yang menyebabkan masalah pada Nina?

5.   Apa pendapat kamu tentang keseharian Nina?

Littlre snake pin