A. Pendahuluan
Tiap keluarga akan senantiasa menghadapi berbagai masalah, tetapi kemampuan
untuk mengatasinya tidak terlalu memadai. Karena itu harus ada usaha-usaha
untuk memperkuat kemampuan keluarga atau anggota keluarga dalam menghadapi
berbagai tantangan, baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar.
Usaha itu harus dimulai oleh keluarga itu sendiri atau oleh seorang ahli yang
dapat membantu mengatasi persoalan keluarga bila masalah keluarga itu
memerlukan orang lain untuk membantu penyelesaian konflik dalam keluarga.
Kita menyadari bahwa bahtera perkawinan tidak selamanya dapat mengarungi
samudera dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga terbentuk, berbagaimasalah
dapat timbul dalam keluarga yang pada gilirannya akan menjadi benih yang
mengancam kehidupan perkawinan dan berakibat keretakan atauperceraian. Sebelum
hal ini terjadi di keluarga atau angota keluarga hendaklah berusaha untuk
mencegahnya dengan memperbaiki hubungan dalam keluarga dan kadang-kadang
memerlukan campur tangan orang luar dalam usaha membantu keluarga itu untuk
mengatasi situasi konflik tersebut.
Tujuan pengetahuan ini bagi mahasiswa adalah untuk:
1. Memperoleh wawasan tentang tekhnik-tekhnik Bimbingan dan Konseling Keluarga.
2. Memahami tekhnik-tekhnik dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga.
3. Dapat melaksanakan konseling keluarga bedasarkan tekhnik-tekhnik yang telah
dipelajari.
B. Jenis-Jenis Konseling Keluarga
Sayekti (1994) mengemukakan jenis-jenis konseling keluarga sebagai berikut:
1. Diagnosis dan konseling oleh Ackerman (Ackerman’s Family Diagnosis and
Counseling).
Nothan W. Ackerman,seorang psikiatri di New York yang secara professional telah
mengembangkan dan menyebarluaskan konseling keluarga dengan menekankan
interdipendensi antara prosedur diagnosis dan penanganan (treatment). Ia
menjelaskan putusan diagnotis menentukan kejelasan penentuan tujuan konseling
dan kekhususan tekhnik yang digunakan dalam konseling keluarga serat interview
terhadap keluarga menjadi komponen essential dalam sistem diagnosis dalam
konseling keluarga.
Untuk mencapai tujuan, seorang konselor keluarga spesifik sebagai berikut:
a. Membantu keluarga mencapai kejelasan pembatasan konflik.
b. Mendudukkan konflik pada tempat yang sebenarnya.
c. Meluruskan prasangka-prasangka rasional yang tercakup dalam konflik dengan
cara:
1) Membebaskan beban yang terlalu banyak pada seseorang sebagai anggota dalam
satu keluarga.
2) Membebaskan beban kesedihan karena konflik dalam keluarga, di mana
seharusnyadapat saling berhubungan dengan efektif.
3) Mengaktifka masuknya unsur emosi yang baik ke dalam hubungan antar anggota
keluarga.
2. Konseling keluarga secara bersama-sama oleh Safir (Safir’s Conjoint Family
Counseling).
Virgina Safir sebagai seorang ahli terapi, mempunyai ciri seorang yang suka
langsung, penuh semangat, otoriter dalam pertemuan-pertemuan dengan anggota
keluarga. Selama mengadakan pertemuan dengan keluarga, Safir memmbuat
pertanyaan lebih banyak daripada anggota keluarga. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan interaksi antar anggota keluarga. Dia melakukan semua hal ini
dengan komunikasi verbal yang sangat baik dan dengan dirinya sendiri sebagai
pusatnya.
Dalam pelaksanaan konseling, Safir menuntut suami dan istri sama-sama hadir
dalam wawancara pertama, ia menekankan pentingnya kebutuhan laki-laki dan
perempuan dalam rangka memperoleh informasi tentang masalah keluarga. Dalam
wawancara pertama, Safir mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apa yang
diinginkan keluarga tersebut dan apa yang diharapkan dari konseling dan
kemudian secara mendalam mengetahui keadaan atau sifat keluarga yang diberikan
bantuan. selanjutnyaSafir menjelaskan bahwa tiap keluarga memberikan kontribusi
yang tidak sama dengan keluarga lainnya dan terhadap kesulitannya. Hal inilah
yang perlu dimengerti oleh konselor sebelum memberikan bantuan.
Dalam membantu keluarga agar hubungannya lebih efektif, Safir menempuh dua
jalan,anatar membantu orang tua untuk mengerti anaknya dan penerimaan timbal
balik antar mereka sendiri.
3. Konseling keluarga berdasarkan Triad (Triad’s Based Family Counseling)
Grald H. Zuk seorang ahli psikoterapi dari Philadelphia mengembangkan konseling
keluarga berdasarkan hubungan antara tiga atau lebih dalam keluarganya, yang
menurut anggapannya lebih baik daripada berdasarkan dyad yang banyak dilakukan
oleh ahli psikoanalisis. Zuk menekankan bahwa triad itu dipakai sebagai
perbaikan dari model dyad, yaitu terapi keluarga berdasarkan hubungan tiga
orang dalam keluarga:
a. antara anak - ibu - anak
b. antara anak - ayah - anak
c. antara ayah - ibu – anak
karena kesulitan dan permasalahan keluarga tersebuit kemungkinan harus
melibatkan dua atau lebih anggota keluarga yang saling bertentangan. Dalam
mengatasi pertentangan keluarga, seorang terapis diharapkan mampu berperan
sebagai penengah dan pelerai.
4. Konseling kelompok keluarga oleh Bell (Bell’s Family Group Counseling)
Jhon Elderkin Bell, seorang ahli psikoterapi dari California. Dalam
konselingnya memfungsikan pentingnya hubungan dalam keluarga sebagai cara untuk
memperkuat hubungan sebagai suatu kelompok. Menurut Bell tugas yang harus
segera dilakukan adalah membantu memperluas dan memperbaiki hubungan antar
anggota keluarga. Peningkatan komunikasi keluarga sebagai cara yang paling baik
untuk pemecahan masalah keluarga. Bell mengajarkan kepada keluarga untuk:
a. Sifat yang lebih fleksibel.
b. Lebih terbuka.
c. Langsung.
d. Jelas.
e. Lebih disiplin dalam memilih dan membentuk hubungan.
5. Konseling tingkah laku keluarga oleh Liberman (Behavior Counseling)
R. Paul Liberman, seorang ahli psikiater dari California telah menerapkan
teori-teori dan prosedur konseling tingkah laku dalam keluarga. Menurutnya
tugas terapis adalah:
a. Menyebutkan secara panjang lebar mengenai tingkah laku penyesuaian yang
buruk (maladaptive behavior).
b. Memilih tujuan-tujuan yang masuk akaldari beberapa alternatif, tingkah laku
yang sesuai (adaptive behavior).
c. Mengarahkan dan membimbing keluarga untuk merubah tingkah laku yang tak
sesuai dengan tingkah laku yang sesuai.
Dalam penerapan teori tingkah laku ke dalam konseling keluarga, Liberman
menekankan pada tiga hal pokok:
a. Menciptakan dan memelihara konselingyang positif dengan jalan menggunakan
penguatan sosial dan model.
b. Mendiagnosis problem-problem keluarga ke dalam istilah tingkah laku.
c. Mengimplementasikan prinsip-prinsip tingkah laku dari penguat dan model
(contoh) dalam hubungan interpersonal.
Liberman membedakan beberapa tingkah laku konselor yang cendrung mengecilkan
pentingnya hubungan antar konselor dan klien. Bahkan ada beberapa kritik bahwa
konseling tingkah laku cendrung menggunakan pendekatan mengajar secara mesin
(teaching machine) terhadap perubahan kepribadian.
Dalam membuat penialaian tingkah laku, Liberman menanyakan kepada tiap-tiap
anggota keluarga berturut-turut apakah dia senang melihat perubahan-perubahan
dari keluarga lain dan apakah dia menyukai dibedakannya dengan dirinya serta
perbedaan apa yang dikehendaki di lihat pada keluarga lain. Jawaban-jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan itu digunakan sebagai pedoman, sehingga dia dapat
membuat pilihan yang seksama terhadap tujuan tingkah laku yang spesifik.
Analisis tingkah laku belum selesai sesudah pertemuan pertama, tetapi harus
dilakukan secara rutin sampai problem tingkah laku mereka berubah.
Liberman menggunakan model atau permainan peranan dalam melakukan penyembuhan.
Model itu dapat dalam satu dari konselor, atau anggota keluarga. Jika model
menujukkan tingkah laku yang diinginkan berarti bantuan yang diterima positif
dan mungkin klien akan menirunya.
Dalam konseling tingkah laku mengutamakan pula adanya kesepakatan antara
pribadi, antara konselor dan anggota keluarga untuk mengubah problem tingkah
laku yang lebih sesuai. Liberman mengatakan bahwa pendekatan tingkah laku pada
konseling keluarga memerlukan keuletan tenaga dari konselor, berlainan dengan
pendekatan psikoanalisis.
6. Konseling dampak ganda oleh Gregor (multiple impact counseling)
Robert Ma Gregor seorang ahli psikologi, mengembangkan suatu metode untuk
menangani keluarga dengan melihat gangguan dan krisis pada masa remajanya.
Metode itu disebut multiple impact counseling yang sering disingkat dengan MIC.
MIC melibatkan orang-orang yang ada hubungannya dengan keluarga tersebut,
misalnya saudara, tetangga, teman, dan lain-lain. Konselor pun terdiri dari
bermacam-macam ahli, yaitu ahli psikologi, psikiater, pekerja sosial, dokter
dan lain-lain.
MIC mencoba menolong klien dan keluarga melalui proses alamiah menuju
keperbaiakan fungsi. Pelaksanaan konseling dengan cara pertemuan (conference)
antara konselor, klien dan keluarganya dan orang-orang lain seperti tersebut di
atas. Dalam pertemuan terjadi wawancara dan diskusi antara konselor dengan
klien dan keluarganya.
MIC dilaksanakan selama dua setengah hari dan sering selama dua hari saja MIC
telah selesai. Pertemuan, wawancara dan diskusi dilakukan pada pagi dan sore
hari secara terus menerus selam dua hari itu.
7. Campur tangan jaringan social oleh Speck (social network intervention)
Ross V. Speck seorang psikiater, dengan teman-temanya telah mengembangkan
konseling keluarga. Dalam campur tangan jaringan sosial ini Speck dan
teman-temanya melibatkan seluruh saudara, teman-teman. Tetangga dari keluarga
yang bermasalah yang kelihatannya mempunyai pengaruh yang berarti bagi keluarga
itu. Caranya dengan mengadakan pertemuan di rumah keluarga tersebut, dan
melibatkan kira-kira 40 orang. Tempat pertemuan dapat juga diadakan di rumah
salah satu keluarga. Salah seorang dari mereka dapat juga diadakan dipilih
menjadi pimpinan jaringan sosial tersebut. Seorang pimpinan dibutuhkan perasaan
peka terhadap waktu, empati, perasaan akan suasana hati kelompok dan mempunyai
kharisma. Dia juga harus mempunyai kecakapan untuk memberikan kepercayaan,
bertanggung jawab dan memberikan penyelesaian yang baik terhadap anggota
jaringan.
Anggota jaringan mendapatkan perasaan kesatuan dan pikiran yang menyenangkan
seperti halnya tim pemain sepak bola,mereka dapat melepasakan ketegangan dengan
berlari, meloncat dan berteriak. Bagi yang mengalami krisismendapat pusat
perhatian dan untuk penyelesaiannya dilakukan secara terpisah.
Sebelum diskusi jaringan dengan keluarga, informasi yang pokok dikumpulkan
untuk melengkapi konstruksi dari strategi jaringan pada pertemuan pertama.
Sebelum sidang, prosedur yang biasanya dilakukan adalah konselor memasang tape
recorder, mengumpulkan pendapat anggota keluarga, mendengarkan desas-desus dan
biasanya didapat informasi tentang kelompok. Dalam hal ini biasanya konselor
bertindak sebagai pembantu dengan dua atau empat orang berprofesi sebagai
penasehat tersebut dalam latihan sebagai konselor jaringan, tetapi juga
berprofesi sebagai pelopor. Kepercayaan tercipta selam hubungan akrab satu
persatu dengan konselor selam sidang, mungkin setelah itu tidak ada hubungan
lagi. Karena iotu dipesankan oleh konselor untuk membentuk jaringa komuniksi
secara tetap. Dalam jaringan ini timbul perasaan baru dari para anggota dan
sadar akan rasa kebersamaan.
8. Konseling keluarga ganda oleh Laqueur (multiple family counseling)
H. Peter Laquer adalah seorang psikiater, ia menciptakan multiple family
counseling. Ia mengatakan bahwa konseling yang demikian telah berkembangmenjadi
kebutuhan.karena ia melihat sejumlah ketidak efisienan konselor dalm mengobati
krisis keluarga di rumah sakit-rumah sakit pemerintah tempat ia bekerja. Laquer
dan kelompoknya mulai melakukan terapi ini pada klien-klien di rumah sakit dan
keluarganya.
Dari apa yang dilakukan dan dikembangkan oleh Laquer dan teman-temanya, maka
ada kepercayaan bahwa konselor keluarga ganda dapat memberikan perubahan dala
pola-pola interaksi secara lebih cepat dan lebih efektif dari pada yang biasa
dilakukan dengan penanganan tunggal pada keluarga.
Terutama ketika ada anggota yang mengidap penyakit schizophrenia, konseling
keluarga ganda dapat memberikan hasil yang lebih baik dari pada konseling
tunggal kepada keluarga. Laquer percaya, karena hadirnya keluarga lain dan
klien lain akan mendorong orang yang terserang schizophrenia untukdengan lebih
aktif berusaha mengenali perbedaan diri dan kebebasannya dari pada terus
menerus bertahan dalam hubungan simbiotik kepada keluarganya yang teritama
menimbulkan sakitnya itu.
Laquer juga berbicara tentang jenis komunikasi yang sesuai untuk setiap jenis
keluarga dan bahasa untuk orang yang terkena schizophrenia. Di menemukan
keluarga lain yang dapat dugunakan sebagai perantara antara konselor dan
keluarga itu, dan antara konselor dan orang yang terkena schizophrenia serta
sering juga untuk menjernihkan hubungan antara klien itu dengan keluarganya.
Setelah memperkenalkan konseling keluarga ganda di New York Hospital, Laquer
pindah ke Vermont. Di sana dia terus mempraktekkan konseling tersebut. Ketika
ia melakukan serentak untuk empat atau lima keluarga, dari prakteknya sendiri
atau dari rumah sakit dan klinik kesehatan mentalnya, dia menjelaskan bahwa
problem mereka akan digabungkan. Tetapi tiap-tiap keluarga harus merasa bebas
apakah akan ikut bersama-sama mengadakan pembicaraan lagi ataukah tidak setelah
pertemuan pertama. Setiap keluarga akan ditangani hanya jika tiap anggota
keluarga memerlukan bantuan.
Keluarga-keluarga itu bercampur dalam pendidikan dan latar belakang sosial
ekonominya. Laquer percaya bahwa dalam campuran yang acak itu, orang dari latar
belakang serupa akan cendrung untuk berinteraksi secara dangkal. Lain dengan
misalnya seorang anak sopir dengan seorang anak profesor. Menurut laquer dapat
membuat orang tua mereka masing-masing terlibat pembicaraan yang lebih efisien,
dibanding dengan dari orang tua yang berlatar belakang sejenis.
Keluarga yang tidak meninggalkan pertemuan pertama, biasanya suka untuk
mengikuti penangan selanjutnya. Waktu yang diperlukan untuk jenis konseling ini
adalah sekitar 12 sampai 18 bulan. Laquer melaporkan bahwa kebanyakan keluarga
itu semula tidak mengetahui mengapa mereka harus berada dalam kelompok itu dan
bagaimana dapat dibantu untuk membicarakan problem mereka dihadapan keluarga
lain dengan problemnya sendiri-sendiri pula. Kemuadian baru mendapatkan
pengertian dari pihak keluarga lain dan mendapat dukungan emosional dalam
kelompok itu, sehingga mengurangi rasa sakit daro problem yang dirasakan.
Akhirnya baru dapat menghadapai dengan tenang bahwa mereka memang
telahmenyebabkan adanya problem itu.
Laquer telah menyebutkan satu persatu meklanisme perubahan yang dia yakini dala
konseling keluarga ganda ini, yaitu:
a. Konseling keluarga ganda menggunakan keluarga yang agar tidak terganggu
secara co-counselor (konselor pembantu). Karena semua keluarga dala kelompok
itu umumnya memiliki sebuah problem, maka konseling keluarga ganda memberikan
kesempatan kepada mereka dalam kerangka kerja tersebutuntuk mengadakan
komunikasi dan memperoleh pengertian yang lebih baik. Dengan keadaan demikian
satu keluarga dengan senang hati dapat menerima keluarga yang lain dan keluarga
yang lain itu dapat berperan sebagai co-counselor dalam konseling.
b. Laquer percaya bahwa kompetisi di antara keluarga di dalam sistem konseling
keluarga ganda ini, akan menghasilkan perubahan yang lebih cepat dala tahap
awal penanganan. Sedang kooperasi (kerjasama) akan menimbulkan kompetisi pada
tahap akhirnya.
c. Konseling keluarga ganda akan membantu menyebarluaskan bahwa individu
anggota keluarga harus mengerti tingkah lakunya, reaksi-reaksinya, dan
tabiat-tabiatnya secara umum terhadapa orang lain dalam lingkungannya. Konselor
menggunakan konsep ini dalam mengembangkan interaksi untuk membuat perasaan,
problem-problem, dan kebutuhan orang-orang yang diobati itu yang sebelumnya
ditutp-tutupi, sehingga dengan demikian dapat ditemuaka cara baru untuk
menangani mereka.
d. Anggota kelompok diberi kesempatan untuk mengamati keadaan konflik yang
sejenis. Untuk melihat bahwa keluarga yang lain mempunyai problem yang dapat
dibandingkan dengan problemnya.
e. Konseling keluarga ganda seperti yang dikatakan Laquer, memeberikan
kesempatan dengan apa yang dia sebut belajar melalui identifikasi. Dia
tunjukkan bahwa orang dapat mengerti peranannya dan mengembangkan secara
efektif dengan mengamati orang lain dalam hubungan-hubungannya. Perkawinan
dapat menjadi baik setelah orang itu mengamati perkawinan orang lain. Hubungan
anak dan orang tua dapat menjadi baik setelah melihat hubungan anak dan orang
tua lain.
f. Pengalaman konseling keluarga ganda memberikan kesempatan kepada keluarga
untuk mencoba gaya tingkah laku baru. Dapat melihat bagaimana oramng lain
memnerikan kepada mereka jika mereka beretingkah laku lain. Dalam konseling
keluarga ganda ini dimana hubungan keluarga-keluarga disatukan, klien dan
anggota keluarga lain merasa dan aman untuk membangun tingkah laku yang adaptif
dibandingkan dengan keadaan dalam konseling keluarga tunggal (hanya keluarganya
sendiri).
g. Karena adanya sifat terbuka pada akhirnya akan membuat keluarga yang
bersangkutan berbeda-beda tahap penanganannya. Ia menyatakan bahwa orang dengan
besar sintomnyadalam keanggotaan kelompok konseling keluarga ganda ini,
mengembangkan perubahan dan sikap berikutnya dalam perubahan itu terjadi pada
anggota kelompok yang lain setelah melihat adanya tabiat yang dewasa dari model
yang pertama tadi.
h. Konseling keluarga ganda memberikan kesempatan kepada konselor untuk menggunakan
tipe tingkah laku yang lebih baru, lebih realistis seperti yang ditunjukkan
oleh seorang individu atau keluargasebagai dasar untukmengarahkan perhatian
seluruh kelompok serta untuk mengajak seluruh keluarga dan individu lain
memiliki situasi yang efektif dan realistis seperti tersebut di atas.
Laquer menjelaskan bahwa kelompok konseling keluartga ganda mudah berubah
pendirian dan mudah goncang dan gagal jika konselor tidak membawanya ke dalam
situasi yang baru. Konselor harus memiliki kecakapan untukmembetulkan dengan
cepat jika terjadi kesalahan fungsi, harus ada inisiatif untuk memilih
pendekatan-pendekatan dalam situasi yang kritis.
Laquer menganjurkan perlunya evaluasi yang lebih seksama dan penelitia
selanjutnya. Dia juga menunjukkan kesimpulan sementara mengenai konseling
keluaraga ganda ini berdasarkan 600 keluarga yang mengalami konseling ini. Pada
mulanya konseling ini dapat mengurangi frekuensi dan lamanya perawatan,
sehingga potensial untuk mencegah adanya krisis berikutnya dan memungkinkan
hubungan-hubungan antar keluarga, sehingga memperbesar pengertian timbal balik
dan lebih realistis dalam memecahkan problem keluarga.
9. Penanganan krisis oleh Langsley dan Kaplan (crisis intervention)
Donal G. Langsley adalah seorang psikiater dan David M. Kaplan adalah ahli ilmu
jiwa. Mereka mendapat pujia karena telah mengembankan suatu tindakan penanganan
awal untuk keluarga yang mengalami krisis dengan mendirikan Unit Penanganan
Keluarga di Colorado Psychiatric Hospital pada tahun 1964. mereka menggunakan
konseling penanganan krisisdan bergaul dengan keluarga yang memerlukan
pengobatan mental dengan segera. Penanganan kedua ahli ini ke dlam siatuasi
keluarga didasarkan pada asumsi bahwa pindahnya seorang individu dari dalam
keluarga ke rumah sakit akan memperumit keadaan dan bukannya membantu
menyelesaikan. Penempatan individu yang mengalami kesulitan ke rumah sakit,
seperti dikatakan Langsley sama dengan membiarkan gangguan dan sebab-sebab
kesulitan serta menghidarkan keluarga dari problem itu, yang kemungkinan sekali
keluarga itu sendiri ikut andil terhadap adanya krisis tersebut. Tindakan
memindahkan individu ke rumah sakit mematikan peranan keluarga di mana mereka
dapat membantu penyelesaian problem sendiri.
Penanganan krisis keluarga direncakan untuk dilakukan secara segera dan cepat.
Tujuannya adalah untuk membantu keluarga yang bersangkutan memecahkan krisis
dan jika dimungkinkan untuk membantu anggota keluarga yang memerlukan
pengobatan supayadapat kembali ke fungdinya pada tingkat adaptasi yang
dimilikinya sebelum sakit. Meskipun terapi jangka panjang sering diperlukan
individu dalam keluarga, penanganan krisis biasanya hanya berlangsung beberapa
minggu dan sekitar enam kali kunjungan (jika dilakukan kunjungan ke rumah).
Penangan terhadap krisis keluarga ini dilakukan oleh tenaga profesional yang
terampil, berkepribadian dan menguasai pengobatan filosofis.
Pada awalnya keluarga yang bersangkutan diajak menyadai sifat penanganan jangka
pendek, tetapi juga diberitahukan bahwa tim akan menangani krisis yang ada
selanjutnya (di mana biasanya tim terapis maupun keluarga tidak menghendaki
adanya krisis selanjutnya). Langsley dan Kaplan menguraikan penanganan krisis
keluarga dalam tujuh bagian:
a. Bantuan segera.
b. Penentuan krisis sebagai problem keluarga.
c. Titik pusat dari krisis.
d. Resep umum.
e. Resep khusus.
f. Identifikasi peranan konflik dan perundingan ulang.
g. Pengelolaan krisis selanjutnya.
Berikut uraian ringkas cara penanganan krisis keluarga sesuai dengan tujuh
kategori di atas:
Pengobatan dimulai segera setelah keluarga menerima penanganan ini. Klien dan
anggota keluarga yang memerlukan bantuan dapat ditangani dalam batas waktu 24
jam. Dari kontak pertama, pikiran harus diarahkan bahwaproble itu mencakup
seluruh keluarga. Ahli yang menangani segera memanggil seluruh anggota keluarga
untuk mengadaka pertemuan pertama. Pihak-pihak lain seperti ahli agama, dokter
dan pekerja sosial yang diperlukan juga harus dihubungi dan dipersilahkan untuk
bekerja sama dengan tim konseling serta meneruskan hubungan mereka dengan
keluarga itu setelah krisis teratasi.
Dalam bagian pertama awal sekali konselor memusatkan perhatian keluarga pada
sifat spesifik dari krisi itu. Penyimpangan di dalam gambaran yang dijelaskan
oleh klien biasanya akan dibetulkan oleh anggota keluarga yang lain terutama
anak-anak yang tak dapat menyembunyikan rahasia keluarga. Hal-hal yang
disetujui dan tidak disetujui serrta penyimpangan harus jelas dalam pertemua
pertama ini, sehingga dengan segera (biasanya dala 12 jam) dapat dilanjutkan.
Informasi mengenai komposisi keluarga dan fungsi-fungsi dala keluarga dapat
diperoleh di rumah keluarga itu dan tidak dapat diperoleh di kantor terapis.
Para ahli juga percaya bahwa konselor yang berkunjung ke rumah itu
sungguh-sungguh bekerja dengan sebaik-baiknya.
Resep umum harus dibuat, tujuan konseling keluarga adalah untuk mengurangi
tingkat ketegangan dan gangguan dalam keluarga yang menyebabkan seorang anggota
keluarga itu mengalami gangguan atau sakit mental, menunjukkan kepada keluarga
bahwa psikotik simptom dari klien yang bersangkutan mengambarkan usahanya untuk
menjelaskan problem itu (di mana penjelasan konselor itu dimaksudkan untuk
ketenangan keluarga yang bersangkutan) dan untuk mendorong tingkah laku yang
lebih efektif dan adaptif. Pengobatan dengan obat-obatan penenang juga dapat
digunakan pada tahap ini untuk anggota keluarga itu jika memang diperlukan.
Resep khusus sudah tergantung kepada keadaan/sifat krisis. Langsley dan Kaplan
dapat menghipotesiskan bahwa serangkaian peristiwa/kejadian dapat terjai karena
perubahan keseimbangan dalam keluarga (mungkin karena perubahan peranan yang
harus dilakukan oleh beberapa anggota keluarga atau perubahan keadaan dalam
memperoleh peranan baru dala keluarga, misalnya ada salah seorang anggota
keluarga yang mengalami sakit bagian tubuhnya) dan perubahan itu itidak begitu
mudah untuk dialihkan begitu saja, karena tugas-tugas dala keluarga itu harus
pula dialihkan sesuai dengan kekhususan krisis yang terjadi. Jika mungkin
tugas-tugas keluargadiaktifkan supaya peranan anggota keluarga dapat
dilibatkan, dan ini akanmembantu keluarga tersebut untuk memusatkan perhatian
pada tugas-tugas dari pada simptom dan konflik.
Selanjutnya pengobatan dilakukan untu tahap identifikasi peranan konflik dan
perundingan ulang, efek ketenangan dari dukungan emosional yang stabil,
ketentraman hati dan perasaan penuh pengharapan akan merubah pengobatan yang
harus dilakukan. Kira-kira pada pertengahan minggu ke tiga, kontak dengan
keluarga dapat dilakukan lewat telepon seperti jika mengunjungi rumah,
dilakukan untuk mulai berangsur-angsur menyadarkan anggota keluarga akan
tanggung jawabnya terhadap keluarga. Sebagai suatu unit dan melihat akibat yang
dapat terjadi dari tindakannya terhadap anggota keluarga, khususnya pasien
untuk bersama-sama anggota keluarga yang lain dapat dan berharap untuk saling
memahami. Jika pengelolaan krisis selanjutnya dilakukan, Langsley dan Kaplan
melakukan dalam jangka waktu yang panjang dan bekerja sama dengan terapis lain
atau badan-badan lain.
Pada bagian terdahulu terdahulu telah dijelaskan bahwa
masalah keluarga adalah masalah yang berhubungan atau bersumber dari
komunikasi, karena segala kebutuhan individu dapat dipenuhi melalui komunikasi.
Oleh karena itu untuk membantu memecahkan masalah klien, konselor perlu
memperhatikan bagaimana sistem komunikasi di atas dalam suatu keluarga.
Komunikasi ini menyangkut komunikasi antara ibu dan bapak (suami istri). Antara
orang tua dan anak, antara anak dan anak (kaka adik) dan antara anggota keluarga
yang lainnya.
Sebagai pedoman pembinaan komunikasi dalam keluarga Cooley (dalam Suarmi, 1980)
mengemukakan beberapa hal:
a. Pembinaan komunikasi antara suami istri.
Sesuai dengan hukum perkawinan di Indonesia, suami istri diberi hak dan
kewajiban yang sama dalammembina keluarga. Kehidupan rumah tangga maupun
pergaulan hidup bersama di masyarakat. Suami dibebani kewajiban untuk
melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluannya. Suasana
keluarga yang biasanya tercermin dalam hubungan antara ibu dan bapak sangat
mempengaruhi pendidikan anak. Suasana hubungan yang baik ditandai dengan
adanya:
1) Saling pengertian
Maksudnya karena suami istri adalah dua pribadi yang tumbuh terpisah satu dari
yang lainnya dan mempunyai pengalaman waktu kecil yang berbeda, sehingga
membawa mereka kepada kepribadian, sikap jiwa dan pandangan hidup yang juga
berbeda. Sebelum hidup bersama perbedaan-perbedaan itu mungkin tidak terlihat
atau kurang berpengaruh, karena masing-masingny masih dipengaruhi oleh emosi
dan gambaran-gambaran indah yang dikhayalkan. Saling mengerti tentang
sifat-sifatnya, tingkah lakunya, kepribadiannya serta saling mengerti mengenai
latar belakang keluarganya yang membina kepribadian waktu kecil.
2) Saling menghargai.
Setiap individu membutuhkan penghargaan dan merasa kecewa apabila tidak
dihargai orang lain. Betapa banyak masalah yang terjadi disebabkan kurangnya
rasa saling menghargai, sehingga suasana rumah tangga akan menjadi tegang
danhambar serta dapat menimbulkan ketegangan dan antipati satu sama laainnya
dan bahkan dapat menimbulkan terjadinya pertengkaran yang berujung pada
perceraian apabila tidak segera terselesaikan dengan baik. Rasa penghargaan
yang perlu dibina antara lain adalah menghargai bakat dan kelebihannya serta
menghargai kekurangannya.
3) Saling cinta mencintai
Pada umumnya setiap keluraga dibentuk atas dasar saling cinta mencintai. Dalam
perkembangannya, perasaan itu ada yang bertambah dan ada juga yang berkurang
bahkan ada yangt akhirnya tanpa cinta dan akhirnya saling membenci dan
bermusuhan.
Cara mempertahankan cinta dan kasih sayang tetap kekal dan abadi sebagai
berikut:
a) Lemah lembut dalam berbicara.
b) Menunjukkan adanya perhatian kepada pasangan (suami/istri)
c) Bijaksana dalam pergaulan.
d) Menjauhkan diridari sifat egois.
e) Tidak mudah tersinggung.
f) Menentramkan bathin sendiri.
g) Menunjukkan rasa cinta kepada pasangan (suami/istri).
4) Saling menerima.
Hal ini adalah prinsip yang harus diusahakan bagai suami/istri. Menerima
keadaan diri suami/istri sebagaimana adanya dengan tulus dan jangan
berpura-pura. Karena penerimaan ini akan tercermin pada air muka, ucapan dan
tindakan. Saling menerima meliputi:
a) Saling menerima apa adanya.
b) Saling menerima kegemarannya.
c) Saling menerima keluarganya.
5) Saling mempercayai.
Modal utama kebahagiaan dalam rumah tangga adalah saling percaya. Untuk
menjamin saling percaya, hal yang perlu diperhatikan adalah percaya kepada
pribadinya dan kemampuannya, saling terbuka dan jujur. Suami/istri hendaklah
saling percaya pada kemampuannya dan hal ini perlu dibina dan dipelihara serta
dipupuk agar terjalin hubungan yang mesra dan tenang dalam rumah tangga.
Selanjutnya Prayitno (1995) menambahkan bahwa untuk membina keluarga bahagia
yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka apapun yang diusahakan
atau dikerjakan dari mencari nafkah untuk keluarga hendaklah dengan ”Ridha
Allah” sehingga tercapai kedamaian, kebahagiaan dan keselamatan dunia dan
akhirat.
b. Komunikasi antara orang tua dan anak.
Dalam hubungan orang tua dan anak, orang tua berperan/bertugas untuk
mengembangkan kepribadian anak agar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, keluarga dan bangsanya. Melalui komunikasi orang tua
dan anak, anak banyak belajar untuk mengembangkan dirinya. Dalam proses
sosialisasi, orang tua bagi anak adalah tokoh identifikasinya dimana anak akan
menyamakan diri dan meniru cara berfikir dan bersikap dari orang tuanya.
Orang tua harus berusaha memberi kesempatan dan menyediakan tempat untuk
memperoleh pengalaman menadapat dorongan dan bimbingan agar tercapai kedewasaan
yang sempurna. Situasi kehidupan keluarga yang terutama diciptakan oleh orang
tua mempunyai arti sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaan.
Fungsi hubungan orang tua dan anak adalah:
1) Sebagai tempat membreikan perlindungan dan memberi rasan aman.
2) Sebagai tempat untuk memberikan contoh perbuatan yang baik dalam bentuk
sifat, sikp dan tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang dianut.
3) Sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial bagi
anak.
4) Sebagai tempat untuk menanamkan norma yang baik dan menyadari mana yang
buruk.
5) Sebagai tempat untuk melatih anak sebagai makhluk sosial untuk hidup
berkelompok dan bermasyarakat.
Masalah hubungan orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak. Hubungan orang
tua mempunyai peranan atau fungsi yang essential dalam pembentukan kepribadian
maupun fisik anak. Cara hidup dan berfikir orang tua pada umumnya kadang-kadang
tanpa disadari terutama pada waktu masih kanak-kanak diterima oleh
anak-anaknya. Adanya perbedaan pandangan atau konflik yang tajam antara bapak
dan ibu dapat merupakan hambatan bagi perkembangan kepribadian anak. Oleh
karenanya, kedua orang tua harus dapat menciptakan situasi yang aman dan penuh
pengertian bagi anak, sehingga anak merasa tenang dan bahagia tinggal di rumah.
Hubungan yang kurang baik antara orang tua dan anak disebabkan oleh:
a) Kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara mendidik anak. Misalnya terlalu
memanjakan anak, penolakan anak dan terlampau menguasai anak.
b) Orang tua kurang mengikuti perobahan kehidupan anak, terutama remaja di luar
keluarga.
c) Kurangnya penghargaan terhadap anak dan remaja.
d) Kekaburan norma-norma dalam keluarga. Orang tua tidak dapat menyesuaikan diri
dengan situasi perubahan dala masyarakat dan merasa bingung dengan perubahan
yang terlalu cepat di masyarakat.
c. Komunikasi antara anak dan anak.
Peranan orang tua sangat menentukan kepribadian anak dalam hubugan kakak dan
adik ini, terutama terjadi dalam hubungan dengan kasih sayang orang tua. Dalam
keluarga selalu terdapat perbedaan antara anak dengan anak yang lain, baik dari
segi umur, jenis kelamin, dan kedudukan sebagai anak pertama, kedua dan
seterusnya. Ada kemungkinan bahwa fungsi orang tua tidak dapat dijalankan
dengan normal, akibatnya kemungkinan timbul konflik bathin pada diri anak yang
merasa diperlakukan kurang baik. Untuk menghindarinya orang tua perlu berbuat
adil dan bijaksana terutama dalam pemberian kasih sayang.
Sayekti (1994) menyampaikan bahwa untuk mencapai keluarga bahagia masing-masing
anggota keluarga perlu memahami fungsi dari keluarga itu. Fungsi tersebut,
yaitunya:
1) Fungsi pengaturan seksual.
Kebutuhan seks merupakan salah satu kebutuhan biologis setiap manusia. Dorongan
seksual apabila tidak tersalurkan atau tersalurkan tetapi tidak dibenarkan oleh
norma-norma yang ada dalam masyarakat, maka dapat berakibat negatif bagi mereka
yang melakukan. Misalnya saja kebutuhan pemuasan seks seseorang begitu memuncak
padahal dia tidak mempunyai wadah yang sah (belum kawin), maka seseorang
tersebut cendrung akan melakukan kegiatan yang sifatnya dapat memuaskan
kebutuhan seksualnya.
2) Fungsi reproduksi.
Untuk menlangsungkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa demi kesinambungan
suatu generasi manusia, keluarga merupakan penghasil/pelanjut keturunan. Dalam
hal ini keluarga berfungsi untuk menghasilkan anggota baru, sebagi penerus bagi
kehidupan manusia yang turun temurun.
3) Fungsi perlindungan dan pemeliharaan.
Keluarga juga berfungsi sebagai perlindungan dan pemeliharaan terhadap semua
anggota keluarga, terutama kepada anak yang masih bayi karenakehidupan bayi
saat itu sangat bergantung kepada orang tuanya. Misalnya bayi masih harus
menyusu kepada ibunya, buang kotoran masih menjadi kewajiban orang tuanya dan
kebutuhan fisik maupun psikis masih sangat tergantung kepada orang tuanya.
4) Fungsi pendidikan.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama, karena anak
mengenal pendidikan yang pertama kali adalah di lingkungan keluarga. Bahkan
pendidikan itu dapat berlangsung pada saat anak masih dalam kandungan. Dalam
hal ini pendidikan ditujkan kepada ibu hamil, karena saat itulah kehidupan bayi
yang masih dalam kandungan akan terpengaruh oleh pengalaman ibu yang sedang
hamil. Misalnya ibu yang sedang hamil merasa takut dan mengalami
ketegangan-ketegangan terutama pada bulan-bulan akhir dari kehamilannya, hal
tersebut akan berpengaruh terhadap bayi dalam kandungannya, karena dalam masa
kehamilan tersebut bayi sudah dapat merekam apa yang terjadi atau apa yang
dialami oleh ibu yang sedang hamil. Ketegangan, ketakutan,kegelisahan, dan
gangguan-gangguan lainnya yang menyertai si bayi dalam merekam suasana itu akan
terekam untuk selama-lamanya di dalam ingatan anak.
Pendidikan dala keluarga merupakan pendidikan kodrati. Sayekti (1994)
menyatakan bahwa pergaulan antara orang tua dan anak-anaknya yang diliputi rasa
cinta kasih, ketentraman dan kedamaian, akan menciptaan anak yang mampu
berkembang ke arah kedewasaan yang wajar. Dala keluarga, segala sikapdan
tingkah laku kedua orang tuanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
5) Fungsi sosialisasi.
Bemriato (1978) mengemukakan bahwa proses sosialisasi adalah:
a) Proses sosial belajar yaitu proses akomodasi dengan man individu menahan,
mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil alih cara hidup atau
kebudayaan masyarakat.
b) Dala proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide,
pola-pola dan tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat di mana
dia hidup.
c) Semua sifat dan kecakapan yang dipelajaridala proses sosialisasi itu disusun
dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.
Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dala proses sosialisasi anak.
Seperti dikemukakan Horton dan Hunt (dalam Sayekti, 1994) bahwa semua
masyarakat pertama-tama mempercayakan kepada keluarga untuk sosialisasi anak ke
dalam orang dewasa yang dapat berfungsi dengan sukses dalam masyarakat.
Vembrianto (1978) mengemukakan pentingnya peranan keluarga dala proses
sosialisasi, yaitu:
a) Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face
to face secara tetap, dalam kelompokyang demikian anak dapat diikuti dengan
seksama oleh orang tuanyadan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial
lebih mudah terjadi.
b) Orang mempunyai motivasi yang kuat untuk mndidik anak, karena anakmerupakan
buah cinta kasih hubungan suami istri. Anak merupakan perluasan biologis dan
sosial rang tuanya. Motivasi yang kuat ini melahirkan hubungan emosional antara
orang tua dan anak.
c) Karena hubungan sosial dalam keluarga bersifat relatif tetap, maka orang tua
memainkan peranan yang penting terhadap proses sosialisai anak.
Maka jelaslah bahwa keluarga merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan
anak, karena keluarga sebagai kelompok primer yang di dalamnya terjadu
interaksi antara para anggota dan di sanalah terjadi proses sosialisasi.
C. Disfungsi Keluarga
Disfungsi keluarga adalah anggota keluarga yang tidak dapat menjalankan fungsi
sesuai dengan peran masing-masingnya. Dadang Hawari (1996) mengemukakan bahwa
keluarga adalah organisasi bio-psikososial, di mana pada anggotanya terikat
dengan satu ikatan khusus untuk hidup bersama, bukan suatu ikatan yang sifatnya
statis (kaku) dan membelenggu, namun suatu ikatan dinamis (bergerak) yang
memungkinkan para anggota keluarga itu berkembang dan tumbuh. Namun tidak
selamanya ikatan dinamis dan harmonis itu berjalan dengan baik. Tidak jarang
dalam perkembangan dan pertumbuhannya mengalami berbagai gangguan, yang
dinamakan disfungsi keluarga (keluarga yang tidak berfungsi).
Dala upaya mempelajari permasalahan keluarga tersebut, para ahli mencoba
membagi atau mengklasifikasikan mengenai berbagai gangguan atau disfungsi
keluarga.
1. Disfungsi keluarga biasa.
Dalam kategori ini setiap gangguan keluarga yang dapat merupakan komplikasi
atau variasi dari perkembangan keluarga yang biasa:
a. Keluarga terputus karena terjadi perceraian antara kedua orang tua.
b. Keluarga tunggal sebagai akibat dari perceraian atau perpisahan suami dan
istri, masing-masing membentuk keluarga sendiri-sendiri (tidak kawin lagi),
sebagian anak ada yang ikut ayah dan sebagian lain ikut ibu.
Catatan: ada juga single parent family, yaitu ayah dan ibu yang tidak kawin,
namun mempunyai anak angkat (adopsi) atau anak yang diperolehnya bukan dari
perkawinan.
c. Keluarga baru, satu bentukkeluarga di mana masing-masing suami/istri kawin
kembali. Permasalahan dapat timbul karena hubungan dengan keluarga yang lama,
sebelum terjadi perceraian. Dalam bentuk keluarga ini diperlukan kembali
penyesuaian diri dari masing-masing pihak, suami/istri atau ayah/ibu dan
anak-anaknya.
d. Keluarga tidak stabil yang berkelanjutan. Ketidakstabilan yang terjadi
karena perpindahan, perpisahan, atau perceraian yang berulang kali.
2. Disfungsi perkembangan keluarga.
Dilihat dari sudut perkembangan, maka berbagai gangguan atau disfungsi yang
dapat terjadi pada keluarga adalah:
a. Disfungsi keluarga primer. Terjadi disfungsi anggota pasangan suami istri
yang disebabkan oleh:
1) Ketidakmampuan untuk membentuk hubungan yang rukun, cocok dan harmonis.
2) Kegagalan dalam mengadakan perjanjian dan tanggung jawab perkawinan.
3) Menunjukkan suatu perkawinan yang neurotik (gangguan kejiwaan) karena ada
harapan-harapan yang menimbulkan konflik.
4) Kesulitan untk melepaskan diri dari keluarga asal.
b. Disfungsi keluarga sehubungan dengan kelahiran anak, ditandai dengan:
1) Kesukaran karena perubahan peranan sebagai ayah atausebagai ibu.
2) Harapan neurotik yang dihubungkan dengan anak yang dilahirkan.
c. Disfungsi keluarga sehubungan dengan pengasuhan anak yang ditandai dengan:
1) Kegagalan untuk menciptakan suasana psikologis yang sehat untuk keluarga
yang semakin besar.
2) Kesukaran dalam mengorganisasi keluarga sebagai suatu kelompok.
3) Kesukaran dalam menghadapi beberapa anak dengan usia yang berbeda-beda.
4) Kesukaran dalam menghadapi permasalahan kebersamaan dan perpisahan dalam
upaya mengatasi segi tiga antara ayah, ibu dan anak.
d. Disfungsi maturitas (kematangan) keluarga, di mana anak-anak sudah besar dan
ingin berdiri sendiri. Orang tua mungkin mempunyai kesulitan untuk melepaskan
diri dari anak-anaknya yang sudah dewasa dan untuk menegakkan kembali
keseimbangankembali perkawinan mereka.
e. Disfungsi keluarga karena berkurangnya anggota keluarga. Hal ini terjadi
manakala orang tua tidak siapuntuk berpisah dengan salah satu anggota
keluarganya. Keluarga dapat mengalami kesukaran penyesuaian diri kembali
setelah berpisah dengan salah seorang anggota keluarganya itu.
3. Disfungsi antar anggota keluarga.
Keluarga sebagai suatu subsistem (ayah, ibu dan anak-anak) dapat pula mengalami
berbagai gangguan di antara anggota keluarga. Termasuk dalam kategori ini
adalah gangguan hubungan suami istri (orang tua), antara orang tua dan
anak-anak, serta antara sesama anak.
Disfungsi subsistem suami istri terjadi karena perkawinan. Sebagai individu,
suami/istri dapat berfungsi dengan baik, namun dalam bentuk perkawinan malah
terbalik. Berdasarkan sifat hubungan suami istri, maka berbagai disfungsi dapat
disebutklan sebagai berikut:
a. Disfungsi perkawinan di mana suami istri merupakan pasangan yang saling
melengkapi. Kombinasi pasangan tersebut ialah:
1) Dominan dan submisif (menerima).
2) Emosional dingin dan sangat omesional (perasa).
3) Obsesi-kompulsif dan hysterik (lembut dan kasar).
4) Mandiri/serba kuasa dan serba ketergantungan.
5) Sadis dan mosochis (sering dikasiari)
b. Disfungsi perkawinan penuh konflik di mana suami istri merupakan kombinasi
dua orang yang kedua-duanya mempunyai kecendrungan untuk menguasai dan
mengendalikan.
c. Disfungsi perkawinan di mana kedua suami istri saling menggantungkan diri,
merasa tidak berdaya dan secara emosional imatur (tidak dewasa).
d. Disfungsi perkawinan di mana hubungan suami istri menjadi berkurang dan
hubungan menjadi dingin. Perkawinan dipertahankan semata-mata karena alsan
agama dan sosial.
e. Disfungsi perkawinan di mana terajadi perbedaan tanaj antara suami istri.
Terdapat perbedaan besar dalm kepribadian, cara hidup, sistem nilai, usia,
pendidikan, pekerjaan dan sebagainya.
4. Disfungsi hubungan orang tua anak
Dalam hal ini permasalahan keluarga timbul karena terjadi gangguan interaksi
(hubungan) antara orang tua dan anak, yang dapat berupa:
a. Disfungsi keluarga terjadi sehubungan dengan kondisi psikopatologis (sakit
secara psikologis) pada ke dua orang tua.
b. Disfungsi keluarga terjadi karena adannya kondisi psikopatologis pada anak.
c. Disfungsi keluarga terjadi sehubungan dengan kondisi yang simbolik dan
bersamaan pada psikopatologi orang tua dan anak.
d. Disfungsi keluarga terjadi sehubungan dengan adanya konflik segitiga antara
ayah, ibu dan anak.
5. Disfungsi sesama saudara/anak.
Terjadi permasalahan dalam keluarga karena adanya persaingan atau perselisihan
antara satu anak dengan anak yang lain. Perselisihan antara anak-anak ini dapat
melibatkan kedua orang tua ataupun keluarga lainnya.
6. Disfungsi keluarga sebagai kelompok.
Berbagai permasalahan dapat timbul sehubungan dengan organisasi keluarga itu
sendiri, integrasi antar anggota, komunikasi, pembagian peran, penyelesaian
tugas, hubungan emosional, dan lain sebagainya. Termasuk dalam kategori ini
adalah sebagai berikut:
a. Keluarga yang dipimpin oleh kedua orang tua yang imatur (tidak dewasa).
b. Keluarga yang dipimpin oleh kedua orang tua yang perfeksionis (harus serba
sempurna).
c. Keluarga di mana antara sesama anggota keluarga tidak terdapat kepuasan satu
dengan lainnya.
d. Keluarga di mana terjadi kekacauan peran dan fungsi antar anggota keluarga.
e. Keluarga di mana terdapat keseimbangan yang patologis (sakit).
Dari uraian yang telah dikemukakan, maka dala melihat permasalahan bagi upaya
pembinaan kesejahteraan kehidupan keluarga, klasifikasi di atas dapat dipakai
sebagai pedoman.
D. Ringkasan
Istilah keluarga masih mempunyai arti yang berbeda. Pendapat beberapa ahli
tentang keluarga dapat disimpulkan yaitu keluarga adalah suatu kesatuan hidup
atau ikatan persekutuan hidup yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah
antara seorang pria dan seorang wanita berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tujuan hidup berkeluarga adalah untuk saling memenuhi kebutuhan, yaitunya:
kebutuhan psikologis, biologis dan sosial ekonomi serta memberi ketentuan hak
dan kewajiban terhadap pasangan.
Tiap keluarga mempunyai ciri khusus yang berbeda satu denga yang lainnya.
Masing-masing keluarga memiliki bentuk, jenis dan tipe keluarga. Beberapa ahli
mengemukakan pendapat tentang bentuk keluarga, yaitu: nuclear family atau
confugal family atau basic family yaitu keluarga yang yang terdiri dari suami,istri
dan anak-anak mereka. Extended family consangume atau family atau joint family
yaitu keluarga yang tidak hanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak mereka,
melainkan termasuk juga orang-orang yanga ada hubungan darah dengan mereka
misalnya kakek, nenek, paman, bibi, kemenakan, dan sebagainya.
Keluarga yang sehat adalah keluarga di mana hubungan antar anggota keluarganya
berfungsi sepenuhnya, dalam UU No. 10 tahun 1992 dikemukakan delapan fungsi
keluarga yaitu: keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan atau proteksi,
reproduksi, sosialisasi dan pendidikan dalam keluarga, ekonomi, serta fungsi
pembinaan dan penggunaan lingkungan.
Fungsi keluarga yang tidak berjalan menurut semestinya (disfungsi keluarga)
dapat menimbulkan permasalahan dalam keluarga. Disfungsi keluarga dapat
dikategorikan sebagai disfungsi keluarga biasa, disfungsi perkembangan
keluarga, disfungsi antar anggota keluarga, disfungsi hubungan orang tua dan
anak, disfungsi sesama saudara/anak, dan disfungsi keluarga sebagai anggota
kelompok.