(Identitas Profesional
dan Masa Depan Konseling Rehabilitasi)
A.
Review
Jurnal
Berdasarkan
jurnal yang ditulis oleh Jeane B. Patterson yang berjudul Professionality Identity and The Future of Rehabilitation Counseling
ini menjelaskan visi konseling rehabilitasi, dimana dalam profesi konseling
rehabilitasi dan beragam peran konselor rehabilitasi diakui dan dihargai tidak
hanya oleh konselor rehabilitasi tetapi juga oleh masyarakat umum, dan profesional
lain dalam memperkenalkan (memperjuangkan) keadilan sosial dan kesempatan yang
sama bagi individu penyandang cacat. Menggunakan persamaan dengan psikologi,
artikel ini menjelaskan peluang dan tantangan yang berhubungan dengan
visibilitas dan sentralitas konseling rehabilitasi dalam masyarakat. Pemasaran (marketing) adalah elemen kunci dalam pergerakan
atau perubahan konseling rehabilitasi dari kegiatan pinggiran (dipandang
sebelah mata) menjadi kegiatan profesi yang dikenal oleh masyarakat secara luas
dan profesi lain. Untuk mencapai hal tersebut rekomendasi yang bisa diberikan
yaitu untuk membuat pusat konseling rehabilitasi untuk masyarakat termasuk
asosiasi profesional rehabilitasi dan
bekerja sama dengan institusi lain guna a) memasarkan profesi, sehingga
dapat meningkatkan peluang karir (kerja) bagi konselor rehabilitasi dan (b)
memanfaatkan sumber daya untuk kebaikan bersama dengan tetap menghormati
perbedaan-perbedaan.
Profesi
Konseling Rehabilitasi adalah pelopor dalam gerakan akreditasi dan sertifikasi
untuk konselor pada tahun 1960 yang memiliki identifikasi kuat dengan Undang-Undang
Rehabilitasi tahun 1954, dan pemberi kerja utama konselor rehabilitasi adalah
program negara federal (Patterson, Szymanski, & Parker, 2005). Perhatian
yang lebih baru difokuskan pada lisensi keadaan konselor rehabilitasi dan kejelasan
mengenai konseling rehabilitasi adalah profesi atau spesialisasi dari profesi
konseling. Glenn, 2006; Patterson, McFarlane, & Sax , 2005 menyatakan bahwa
pemeriksaan ulang terhadap identitas profesional konselor rehabilitasi dan masa
depan konseling rehabilitasi yang diperlukan mengidentifikasi peluang tambahan
dan tantangan, dan menawarkan rekomendasi untuk memperkuat identitas
profesional konselor rehabilitasi.
Sebuah Visi untuk Konseling Rehabilitasi
Dalam
artikelnya, "The Future Belongs to Psychology," Bapak Psikologi
Sosial Inggris membahas psikologi pada area persamaan konseling rehabilitasi. MacKay
mendesak langkah dari psikologi yang "margin" menjadi psikologi yang
berpusat pada memasyarakatkan manusia mencakup pendidikan, kesehatan, industri dan
perdagangan, rekreasi, hukum dan ketertiban. Untuk mencapai tema “Bringing
Psychology to Society”, ia mengidentifikasi tiga tujuan:"membina ikatan
umum di antara semua psikolog, meningkatkan profil psikologi dalam masyarakat,
dan mempromosikan nilai-nilai kesempatan yang sama dan keadilan sosial"
(hal. 466).
Jika
hal ini tujuan ini tidak dapat tercapai dapat berakibat sebagai berikut:
1. sebuah
disiplin yang lemah dan terpecah menjadi aliran-aliran kelompok yang berbeda
dengan minimnya dinamika dan ikatan bersama
2. sedikit
atau tidak memiliki wilayah ekslusif, dan tidak mempunyai dampak atau pengaruh
pada masyarakat
3. dapat
memunculkan ketegangan karena keragaman yang berlebihan.
Tujuan
tersebut memiliki implikasi untuk konseling rehabilitasi yaitu membentuk sebuah
visi konseling rehabilitasi “Menjadikan profesi konseling rehabilirasi dan
keberagaman peran konselor mendapat pengakuan dan dihargai oleh konselor rehabitasi,
masyrakat umum, dan professional lain dalam mempromosikan keadilan sosial dan
kesempatan yang sama bagi individu penyandang cacat.”
Posisi Strategis
Profesi
konseling rehabilitasi idealnya harus mencapai atau melampaui upaya pemasaran
profesi lain (misalnya, perawatan, terapi okupasi, kerja sosial). Meskipun
profesi konseling rehabilitasi memiliki kode etik, akreditasi, sertifikasi
nasional, dan lisensi khusus di beberapa negara, upaya pemasaran yang terpadu
yang ada seperti oleh: Dewan Pendidikan Rehabilitasi, yang memproduksi brosur
sekarang sudah ketinggalan zaman pada konseling rehabilitasi, dan rehabilitasi
Layanan Administrasi yang berhubungan dengan program yang telah menghasilkan
bahan pemasaran yang berfokus pada satu lingkungan kerja, program rehabilitasi negara federal. Meskipun
kekurangan konselor rehabilitasi , namun jumlah pengaturan pekerjaan lain untuk
konselor rehabitasi terus berkembang. Konselor rehabilitasi dalam posisi unik
untuk memiliki akses ke metode, sistem penilaian, dan sumber daya yang lain
untuk membantu pekerja yang lebih tua. Misalnya pada veteran yang kembali ke
rumah dengan kondisi cacat yang berat. Psikolog
& konselor kesehatan mental secara aktif mengenalkan peran mereka dengan
mengatasi gangguan stress pasca trauma. Sedangkan konselor rehabilitasi
membantu individu penyandang cacat ganda terkait:
1. Kesiapan
kerja, pemasaran dan penempatan kerja
Membantu
individu untuk mempersiapkan dan mencari pekerjaan
2. Hidup
mandiri
Penyediaan
layanan hidup mandiri untuk meningkatkan kualitas kehidupannya dan keluarga.
Wilayah
kerja tersebut pada masa sebelumnya merupakan konseling psikolog. Selain itu jalan
keluar lainnya untuk konselor rehabilitasi menerima perhatian lebih yaitu dengan
bertambahnya lingkup kerja konselor rehabilitasi termasuk konsultasi, praktik
berlisensi, penanganan penyandang cacat, para ahli kejuruan, sekolah berbasis
transisi, universitas sumber daya penyandang cacat, manajemen kasus,
rehabilitasi forensic, dan perencanaan perlindungan (perawatan) kehidupan.
Tantangan
pemasaran yang harus diatasi konseling rehabilitasi untuk menjadi pusat
masyarakat adalah bahwa profesi konseling rehabilitasi belum diakui sebagai
pilihan utama pengusaha untuk mengurangi kecacatan yang berhubungan dengan
biaya (Rosenthal & Olsheski, 199: 37)
Fokus Kecacatan dan Pentransferan Ketrampilan
Patterson, Szymanski, dan
Parker (2005) berpendapat bahwa "pengetahuan khusus kecacatan dan faktor
lingkungan yang berinteraksi dengan kecacatan, serta berbagai pengetahuan dan
keterampilan selain konseling, membedakan konselor rehabilitasi dari konselor
lain". Jenkins dan Strauser (1999) muncul untuk menantang keyakinan dan
mendorong perluasan
"horisontal" dari peran konselor rehabilitasi agar visi dari
konseling rehabilitasi dapat tercapai. Pengetahuan konselor rehabilitasi, keterampilan,
dan pelayanan yang komprehensif dan berlaku untuk hampir semua kelompok,
termasuk orang yang normal. Misalnya, identifikasi
seorang perawat dan perawat terdaftar bisa parallel menjadi konselor
rehabilitasi dan menunjukkan CRC (certificate of rehabilitation counselor)
dengan tugas tambahan area khusus
konseling rehabilitasi (misalnya, rehabilitasi forensic, manajemen kasus,
manajemen cacat). Selain itu, rehabilitasi asosiasi konseling tidak harus
menjadi satu-satunya sumber usaha pemasaran untuk menciptakan kebutuhan
rehabilitasi visibilitas konseling.
Dengan penekanan berubah dalam
standar CORE ke daerah yang lebih umum (misalnya, pengembangan manusia) untuk
menyelaraskan mereka dengan standar CACREP, profesi konseling rehabilitasi
telah melemahkan posisinya dalam mempromosikan konselor rehabilitasi sebagai
individu kunci dengan pengetahuan tentang isu-isu penyandang cacat, manajemen
kasus, penempatan, konsultasi, evaluasi kapasitas fungsional, dan konseling
kejuruan (lihat Patterson, McFarlane, & Sax, 2005, tabel 1, hal. 206).
Penekanan kecacatan perlu dinilai kembali dan dipromosikan. Ini adalah apa yang
membuat konselor rehabilitasi yang berbeda dan tidak menghalangi aplikasi dari
pengetahuan dan keterampilan dalam pengaturan yang beragam
Lisensi Tidak Menjamin Visibilitas
Mungkin ketegangan terbesar dan fokus terbaru dalam
profesi konseling rehabilitasi berkaitan dengan peran lisensi. Leahy (2002)
berpendapat, "Sebagai pendidik kita diwajibkan untuk tetap fokus pada
kebutuhan siswa karena mereka mengejar karir pasca-sarjana"(hal. 384).
Tidak ada konselor rehabilitasi profesional akan memperdebatkan pernyataan ini,
tetapi pelaksanaannya telah sangat diperdebatkan. Setiap negara memiliki
persyaratan lisensi yang berbeda, dan tidak diragukan lagi bahwa pendidik yang
paling mengetahui tentang persyaratan perizinan negara mereka sendiri dan
perbedaan antara negara-negara.
Siswa harus menjadi pembelajar seumur hidup dan tahu
bahwa pencapaian gelar master merupakan awal, bukan akhir, dalam hal persyaratan
untuk karir pascasarjana. Jam pengawasan, tahun pengalaman, dan variabel lain
mempengaruhi kemampuan setiap individu untuk memperoleh pekerjaan tertentu.
Seorang individu yang tidak memiliki pengalaman kerja dalam konseling
rehabilitasi jarang akan dipekerjakan sebagai ahli kejuruan. Masyarakat umum
sadar akan kekurangan perawat tetapi tidak menyadari kekurangan konselor
rehabilitasi. Masa depan profesi konseling rehabilitasi akan lebih kuat jika
upaya pemasaran berfokus pada lebih dari lisensi.
Melangkah
ke Depan
Konseling
rehabilitasi sudah semestinya mefokuskan
beberapa organisasi profesional, hal ini terkait dengan beberapa langkah yang
mendasari seperti langkah pertama yaitu dengan memperkenalkan rencana produk
konseling yang akan di pasarkan, langkah
yang kedua yaitu memamerkan produk konseling rehabilitasi melalui media elektronik maupun cetak dan
anggotanya harus memiliki tanggung
jawab, agar tidak memiliki kesulitan yang besar bagi kelompok mana pun,
konseling rehabilitasi memerlukan suatu cerita yang berfokus pada konseling
rehabilitasi, seperti cerita tentang masyarakat agar diakui adanya konseling
rehabilitasi.
Konseling
rehabilitasi yang terpenting adalah fokus terhadap ikatan bersama, penghargaan
terhadap adanya perbedaan,walau pun banyak bebagai isu yang mendasari,
tetapi konselor tetap semangat dalam
memberikan layanan baik individu maupun kelompok, semangat tersebut dapat bernilai, dihargai, dipahami, dan
berpusat pada kesuksesan dalam konseling rehabilitasi sosial.
B.
Keterkaitan
dengan Konseling Rehabilitasi Sosial
Dari
apa yang dibahas dalam jurnal Jeane B. Patterson yang berjudul Professionality Identity and The Future of
Rehabilitation Counseling ini menjelaskan visi konseling rehabilitasi,
dimana dalam profesi konseling rehabilitasi dan beragam peran konselor
rehabilitasi diakui dan dihargai tidak hanya oleh konselor rehabilitasi tetapi
juga oleh masyarakat umum, dan profesional lain dalam memperkenalkan
(memperjuangkan) keadilan sosial dan kesempatan yang sama bagi individu
penyandang cacat. Perkembangan konseling rehabilitasi di negara barat khususnya
Amerika mempengaruhi perkembangan konseling rehabilitasi di Indonesia. Meskipun
munculnya konseling rehabilitasi jauh setelah konseling rehabilitasi di Amerika
berkembang.
Munculnya
konseling rehabilitasi sosial di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah
masuknya bimbingan dan konseling di Indonesia. Pada awal tahun 1960 di beberapa
sekolah dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis.
Kemudian pada tahun1963 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan
oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan membuka Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan yang sekarang dikenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Pada tahun 1964,
lahir Kurikiulum SMA Gaya Baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan
dan penyuluhan. Tetapi, program ini tidak berkembang karena kurang persiapan
prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang profesional. Secara formal
bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum
1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral
dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan
program bimbingan di sekolah. Sejak akhir decade 1990-an di organisasi profesi
ramai dikaji profesionalisasi BK karena kenyataan yang menunjukkan bahwa
kinerja konselor masih jauh dibawah standar profesi. Tahun 2001 terjadi
perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini
dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil
sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik. Kemudian tahun
2005 ditetapkan SKKI dimana di dalamnya dinyatakan bahwa konseling rehabilitasi
merupakan bagian dari wilayah kekhususan dari konseling, tetapi kompetensi apa
yang harus dikuasai konselor rehabilitasi sosial belum dijelaskan (Mulawarman,
2011: 21).
Pada
awalnya konseling rehabilitasi diidentikan dengan pelayanan kepada penyandang
cacat. Sasaran konseling rehabilitasi juga belum dipaparkan secara jelas
seperti pada UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Namun tuntutan untuk
terus meningkatkan eksistensi dan identitas profesionalitasnya didalam
masyarakat konseling rehabilitasi mulai merambah pada konseling rehabilitasi
sosial yang sasarannya tidak hanya penyandang cacat namun juga seseorang yang
mengalami kondisi kemiskinan, ketelantaran, keterpencilan, ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku, serta yang memerlukan perlindungan khusus. Hal ini
terbukti dengan pembaharuan terhadap UU No. 11 Tahun 2009 yang telah
disempurnakan pada UU 39 Tahun 2012 Tentang Kesejahteraan Sosial yang lebih
rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Jeanne B. Patterson. 2008. Professional Identity and The Future of
Rehabilitation Counseling. Journal id
Applied Rehabilitation Counseling. 39 (4), 60-63.
Mulawarman. 2011. Konseling
Rehabilitasi Sosial. Semarang: Diktat.