Sabtu, 23 Juni 2012

KETERAMPILAN DAN KEMAMPUAN UMUM KONSELOR DALAM SETTING REHABILITASI SOSIAL



BAB 1
PENDAHULUAN
Pengantar
Konseling merupakan suatu hubungan membantu, dimana ada interaksi antara konselor dan konseli dalam suatu kedaan yang membuat konseli merasa terbantu dalam penyelesaian masalahnya dan mampu mengambil keputusan sendiri serta bertanggungjawab atas hal yang sudah menjadi keputusannya. Dalam memberikan pelayanan konseling diperlukan beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang konselor guna menunjang keberhasilan dan efektifitas konseling. Setting seorang konselor tidak hanya di sekolah saja melainkan di suatu lembaga – lembaga rehabilitasi social.
Sebagai mahasiswa Bimbingan dan Konseling dan calon konselor professional yang mempunyai tugas untuk membantu individu (konseli)  mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai kehidupan efektif sehari – hari. Dalam pembahasan makalah ini akan diulas mengenai keterampilan dan kemampuan umum konselor dalam setting rehabilitasi social. Dalam prakteknya konselor tidak hanya ada di sekolahan saja tetapi juga di lembaga rehabilitasi. Oleh sebab itu perlu dipelajari pula perbedaan peran antara konselor di sekolah dengan konselor di rehabilitasi social.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1  Keterampilan (Kompetensi) Dasar Konselor
Menjadi seorang konselor yang efektif diperlukan keterampilan dalam mendukung kinerjanya. Menurut Mappiare (2004), ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor        :
1)     Kompetensi Intelektual
Kompetensi intelektual konselor merupakan dasar lain bagi seluruh ketrampilan konselor dalam hubungan konseling baik di dalam maupun diluar situasi interviu konseling. Athur J.Jones dalam Mappiare (2004), menjelaskan bahwa ketrampilan-ketrampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya.
Kompetensi komunikasi juga merupakan sebagian dari kompetensi intelektual konselor. Oleh karena itu,konseling terutama latar belakang interviu, sangat tergantung pada komunikasi yang jelas,maka kunci penting keefektifan konseling adalah kompetensi komunikasi. Stewart,dkk dalam Mappiare (2004), menunjukkan poin-poin tempat dimana konselor perlu komunikasi secara kongkrit dan khusus-maksud, yaitu: fokus masalah, mengidentifikasi tema penting, memokuskan pada suatu tema dan mengerahkan tema ke satu tujuan.
Selain itu,konselor juga harus mampu membedakan ciri budaya komunikasi klien. Konselor harus memperhatikan adanya perbedaan komunikasi yang bertolak dari kekhasan budaya klien. Komunikasi verbal maupun non verbal dapat berbeda antara beberapa kelompok orang berdasarkan kebiasaan budaya lingkungannya.
2)     Kelincahan Karsa- Cipta
Menurut Jones,Stafflre, dan Stewart (1979) dalam Mappiare (2004), penerapan kelincahan Karsa-Cipta memakai istilah “Flexibility”. Sedangkan dalam penerapan khusus dalam situasi interviu konseling dengan memakai istilah intentionality.
Fleksibilitas adalah kemampuan dan kemauan konselor untuk mengubah,memodifikasi, dan menetapkan cara-cara yang digunakan jika keadaan mengharuskan (Latipun dalam Sugiharto,dkk,2007). Karena sifat hubungan dalam konseling adalah tidak tetap,maka konselor haruslah tidak kaku. Konselor harus peka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan sikap, persepsi, dan ekspektasi klien terhadapnya. Hal tersebut menuntut kelincahan (fleksibility) konselor dalam menempatkan diri. Konselor berupaya untuk beradaptasi dengan situasi yang berkaitan dengan proses konseling dengan klien.
Sedangkan intensoinalitas berkenaan dengan kemampuan konselor untuk memilih respon-respon bagi pernyataan kliennya dari sejumlah kemungkinan respon yang dapat diungkapkannya dalam proses konseling. Oleh karena banyak kemungkinan respon yang dapat dibuat konselor, maka dibutuhkan kelincahan dalam memilih dengan cepat dan tepat respon yang bijak.
3)     Pengembangan Keakraban
Istilah “pengembangan” disini mencakup menciptakan, pemantapan, dan pelanggengan keakraban selama konseling. Pengembangan dalam hal ini mengacu pada pembinaan hubungan yang harmonis antara klien dan konselor yang dikenal dengan istilah “rapport”. Keakraban mengacu pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana santai, keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling memudahkan dalam percakapan, saling menerima antara klien dna konselor. Dalam hal ini ada kesediaan konselor untuk mendengarkan dengan penuh perhatian,terbuka, dan penerimaan segala apa yang mungkin akan diucapkan oleh klien yang baru datang. Dengan kata lain bahwa mendengarkan dengan penuh perhatian, penerimaan, pemahaman, serta sikap sejati dan terbuka, yang berhadil dipancarkan konselor dan dapat dipersepsi dengan baik adalah salah satu prasyarat dalam pengembangan keakraban.


2.2  Keterampilan Dasar Konseling
Dalam buku ajar Psikologi Konseling (Sugiharto, 2007:55) disebutkan bahwa ada tiga keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh konselor  :
1)     Keterampilan Antarpribadi
Keterampilan ini merupakan keterampilan inti dalam konseling. Termasuk dalam keterampilan ini ialah semua keterampilan yang dibutuhkan untuk membangun relasi dengan klien, sehingga klien dapat terlibat dalam proses konseling. Keterampilan ini merupakan dasar karena relasi yang penuh kepercayaan antara konselor dan klien akan membentuk penghargaan, keterbukaan, pemahaman, dan partisipasi klien dalam konseling.
Keterampilan antarpribadi mencakup kemampuan konselor dalam mendampingi klien, mendengarkan mereka, dan mendorong mereka, dan  menceritakan apa saja yang ada dalam benak mereka. Leod (2006:536) mengemukakan bahwa keterampilan antarpribadi berkaitan dengan konselor mendemonstrasikan perilaku mendengarkan, berkomunikasi, empati, kehadiran, kesadaran komunikasi non verbal, sensitivitas terhadap kualitas suara, responsivitas terhadap ekspresi emosi, pengambilalihan, menstruktur waktu, dan menggunakan bahasa. Jika keterampilan ini diterapkan secara efektif, klien akan mendapat keberanian untuk membicarakan pikiran-pikiran dan masalah mereka. Leod dalam Sugiharto (2007) juga mengemukakan bahwa hubungan atau relasi antarpribadi sangat dipengaruhi oleh faktor umum, seperti kelas sosial, usia, dan gender. Dengan kata lain, dalam keterampilan antar pribadi ini, dan berdasar pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka konselor seharusnya untuk sadar akan budaya dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap individu maupun yang ia miliki sendiri serta mampu meningkatkan gaya atau pendekatan konselingnya secara tepat.
Dalam hal ini, keterampilan-keterampilan wawancara didasarkan pada kemampuan etik dan multibudaya. Keterampilan anatarpribadi dasar secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga jenis keterampilan, yaitu:
1.     Keterampilan verbal
Keterampilan ini mengacu pada isi verbal dari proses konseling. Konselor menggunakan keterampilan ini untuk memberi perhatian pada klien yang pada gilirannya akan memperlancar jalannya percakapan. Penggunaan keterampilan ini membantu klien merasa nyaman untuk memberikan informasi pada konselor sehingga konselor dapat menelaah pokok permasalahan. Keterampilan verbal mencakup tanggapan-tanggapan verbal, kualitas vokal yang memadai, dan alur verbal.
Kemampuan menanggapi mencakup sejumlah keterampilan dalam wawancara. Diantaranya ialah:
a.      Paraphrase
Keterampilan ini menunjuk pada pengulangan kata0kata dan pemikiran kunci dari klien.
b.     Reflecting of feelings
Dalam hal ini, konselor bertugas untuk mendengar secara cermat, menafsirkan perasaan yang tersirat dan merumuskan dlam kalimat jelas yang berisi kata perasaan menurut konselor.
c.      Interpretation
Keterampilan iini mencakup pemberian nama dan penggambaran secara positif pemikiran, perasaan, dan perilaku klien.
d.     Summatization
Peringkasan adalah suatu cara untuk meninjau ulang isi wawancara, mengumpulkan kembali unsur-unsur umum dan rinciannya.
e.      Clarification
Keterampilan yang mengacu pada perumusan inti-inti kalimat dan gagasan klien dalam bentuk lain dengan makna yang sama.
f.      Open and close question
Keterampilan ini mengacu pada kemampuan konselor untuk mengajukan pertanyaan dan memperjelas masalah klien. Pertanyaan tersebut mengarahkan konselor menuju pemahaman yang lebih baik terhadap situasi-situasi klien dan juga mengarahkan klien untuk menceritakan masalahnya dengan jelas.
2.     Keterampilan non verbal
Komunikasi atau ketrampilan merupakan bentuk komunikasi yang ikut mewarnai corak konseling sebagai suplemen, komplemen, dan subtitusi komunikasi verbal (Surya,dalam Sugiharto,2007:59). Ketrampilan ini mengacu pada perilaku non-verbal konselor dapat menyebabkan kemajuan dalam proses konseling dan memperlihatkan pendampingan pada klien.
Menurut Hutahuruk (dalam Sugiharto,2007:59), beberapa sikap atau ketrampilan non verbal konselor sebagai berikut:
a.      Posisi Badan (termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka), diantara posisi badan yang baik dalam attending,mencakup:
1.     Duduk dengan menghadap klien.
2.     Tangan diatas pangkuan atau berpegang bebas atau kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat yang sedang dikomunikasikan secara verbal.
3.     Responsif dengan menggunakan bagian wajah, umpamanya senyum spontan atau anggukan kepala sebagai persetujuan atau pemahaman dan kerutan dahi tanda tidak mengerti.
4.     Badan tegak lurus tanpa kaku dan sesekali condong kearah klien untuk menunjukkan kebersamaan dengan klien.
Posisi badan yang tidak baik mencakup:
1.     Duduk dengan badan dan kepala membungkuk menghadap klien.
2.     Duduk dengan sangat kaku.
3.     Gelisah atau tidak tenang (resah).
4.     Mempergunakan tangan, kertas dan kuku tangan.
5.     Sama sekali tanpa gerak isyarat pada tangan.
6.     Selalu memukul-mukul dan menggerakkan tangan dan lengan.
7.     Wajah tidak menunjukkan perasaan.
8.     Terlalu banyak senyum,kerutan dahi atau anggukan kepala yang tidak berarti.
b.     Kontak Mata.
1.     Kontak mata yang baik berlangsung dengan melihat klien pada waktu dia berbicara kepada konselor dan sebaliknya.
2.     Kontak mata yang tidak baik,mencakup:
a)     Tidak pernah melihat klien.
b)     Menatap klien secara tetap dan tidak memberi kesempatan klien untuk membalas tatapan.
c)     Mengalihkan pandangan dari klien segera sesudah klien melihat kepada konselor.
d)     Mendengarkan.
Mendengar dalam ketrampilan ini adalah mendengar dengan tepat dan mengingat apa yang klien katakana dan bagaimana mengatakannya. Dengan mendengar yang tepat memungkinkan konselor merumuskan tanggapan yang dapat menangkap dnegan tepat perasaan dan pikiran klien.
Cara mendengar yang baik mencakup:
1)     Memelihara perhatian penuh dengan terpusat kepada klien.
2)     Mendengarkan segala sesuatu yang dikatakan oleh klien.
3)     Mendengarkan keseluruhan pribadi klien (kata-katanya,perasaan, dan perilakunya). Memahami pesan baik verbal maupun non verbal dari diri klien.
4)     Mengarahkan apa yang konselor katakan terhadap apa yang telah dikatakan oleh klien.
c.      Ketrampilan mengamati klien.
Konselor dalam hal ini dituntut untuk sungguh-sungguh sadar akan apa yang sedang klien katakana,khususnya melalui gerakan-gerakan tubuh mereka, raut wajah, kualitas vocal, dan ketidak sesuaian antara bahasa non verbal dengan ungkapan-ungkapan verbal mereka. Perilaku non verbal klien harus secara cermat diamati ketika ia sedang menyampaikan satu informasi penting tentang dirinya dan situasinya.
2)     Keterampilan Intervensi
Ketrampilan intervensi adalah kemampuan konselor untuk melibatkan klien dalam pemecahan masalah. Dalam proses pemecahan masalah,konselor perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai strategi dan cara yang berbeda untuk menolong klien menghadapi masalah.
Ada beragam strategi dan cara yang diusulkan oleh berbagai aliran atau pendekatan konseling. Pendekatan ini dapat membentang dari pendekatan psikodinamis (psikoanalisis,Adlerian) sampau pendekatan eksisitensial, pendekatan Rogerian yang berpusat pada klien sampai terapi rasional emotif behavior, realitas dan analisis transaksional. Dalam hal ini konselor sebaliknya menguasai satu pendekatan dasar dan kemudian berusaha memadukan cara-cara yang bermanfaat dari berbagai pendekatan lainnya demi penanganan efektif terhadap masalah-masalah klien.
3)     Keterampilan Integrasi
Keterampilan integrasi adalah kemampuan konselor yang mengacu pada kemampuan – kemampuan konselor untuk menerapakan strategi – strategi pada situasi khusus berdasarkan pada aspek budaya dan sosio-ekonomi konseli. Konseling tidak dapat dipraktekan tanpa memperhatikan aspek budaya karena setiap konseli yang datang sebagian besar dipengaruhi oleh system nilai dan system budayanya.

2.3  Perbedaan Peran Konselor di Sekolah dan di Rehabilitasi Sosial
Konselor dapat bekerja dalam setting yang berbeda - beda contohnya di sekolah atau di luar sekolah (rehabilitasi sosial). Berikut ini akan dipaparkan peran/tugas konselor di sekolah dan di rehabilitasi sosial :
1)     Peran Konselor di Sekolah
Konselor sekolah adalah petugas profesional yang artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Konselor sekolah memang sengaja dibentuk menjadi tenaga-tenaga yang profesional dalam pengetahuan, pengalaman dan kualitas pribadinya dalam bimbingan dan konseling. Oleh karena itu tugas-tugas yang diembannya pun mempunyai kriteria khusus dan tidak semua orang atau semua profesi dapat melakukannya. Tugas-tugas konselor sekolah tersebut antara lain :
a.      Bertanggung jawab tentang keseluruhan pelaksanaan layanan konseling di sekolah.
b.     Mengumpulkan, menyusun, mengelola, serta menafsirkan data, yang kemudian dapat dipergunakan oleh semua staf bimbingan di sekolah.
c.      Memilih dan mempergunakan berbagai instrument psikologis untuk memperoleh berbagai informasi mengenai bakat khusus, minat, kepribadian, dan intelegensinya untuk masing-masing siswa.
d.     Melaksanakan bimbingan kelompok maupun bimbingan individual (wawancara konseling).
e.      Mengumpulkan, menyusun dan mempergunakan informasi tentang berbagai permasalahan pendidikan, pekerjaan, jabatan atau karir, yang dibutuhkan oleh guru bidang studi dalam proses belajar mengajar.
f.      Melayani orang tua/wali murid yang ingin mengadakan konsultasi tentang anak-anaknya.
2)     Peran Konselor di Rehabilitasi Sosial
Hakekat dari konselor rehabilitasi profesional adalah yang memiliki rasa yang kuat terhadap  identitas keprofesionalannya, memiliki kemampuan untuk berfungsi pada keadaan yang membingungkan, kemampuan untuk melakukan pertimbangan dan mengambil keputusan di kondisi yang tidak selalu ideal (dimana konselor memiliki informasi yang cukup/lengkap), kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang-orang dengan kepedulian dan empati, namun mampu untuk menyatakan diri mereka sendiri sebagai konselor yang efektif.  Karakteristik ini penting di berbagai konteks dimana koselor rehabilitasi bekerja. Dengan tanpa melihat situasi lapangan kerja mereka,  konselor rehabilitasi harus mampu: 
a.      Mengkaji kebutuhannya individu.
b.     Mengembangkan program atau rencana untuk memenuhi kebutuhan yang ada.
c.      Menyediakan atau merancang pelayanan, yang mungkin meliputi penempatan kerja dan pelayanan tindak lanjut. 
Keterampilan konseling adalah suatu komponen kritis dari semua aktivitas konselor. Secara umum, ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi adalah membantu individu penyandang ketunaan mencapai tujuan personal, karir dan kemandirian hidupnya dalam setting yang seintegrasi mungkin. Untuk itu, konselor rehabilitasi menggunakan berbagai metode dan teknik. Secara spesifik, CRCC mendaftar ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi itu sebagai berikut:
a.      Assessment dan appraisal (pengukuran). 
b.     Diagnosis dan rencana treatment.
c.      Konseling karir (vokasional).
d.     Intervensi treatment konseling individual dan kelompok yang berpusat pada memfasilitasi penyesuaian diri klien pada dampak medis dan dampak psychosocial kecacatan.
e.      Manajemen kasus, rujukan, dan koordinasi pelayanan.
f.      Evaluasi program dan Penelitian.
g.     Intervensi untuk merubah lingkungan, ketenagakerjaan, dan penghalang sikap.
h.     Jasa konsultasi antara berbagai pihak dan para pembuat kebijakan.
i.       Analisis pekerjaan, pengembangan pekerjaan, dan penempatan, termasuk mengakomodasi individu untuk memenuhi tuntutan pekerjaan.
j.       Memberikan konsultasi dan mengakses teknologi rehabilitasi.
Berdasarkan pemaparan peran konselor di sekolah dengan konselor di rehabilitasi social dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan peran dari keduanya. Salah satu perbedaannya adalah dalam konseling di sekolah lebih menekankan terhadap optimalisasi perkembangan peserta didik dan permasalahan baik yang mencakup aspek pribadi, belajar, karir dan sosialnya. Sedangkan dalam konseling di rehabilitasi social lebih menekankan terhadap pembekalan keterampilan dan karir  untuk kelangsungan hidup klien serta terkait dengan keadaan sosialnya klien tersebut mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan keluarga dan  masyarakat.

2.4  Implikasi Keterampilan Konselor dalam Setting Rehabilitasi Sosial
Telah kita ketahui bahwa konseling rehabilitasi dapat diartikan sebagai suatu bidang ilmu yang mengkaji cara-cara membantu penyandang cacat mencapai tujuan personal, sosial, psikologis dan vokasionalnya. Untuk itu, sebagai seorang konselor rehabilitasi perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus serta sikap yang dibutuhkan untuk berkolaborasi dalam hubungan profesional dengan penyandang cacat. Dalam proses konseling melibatkan komunikasi, penentuan sasaran, dan pertumbuhan yang menguntungkan atau perubahan melalui keterampilan antarpribadi, keterampilan intervensi dan keterampilan integrasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang konselor dalam konseling rehabilitasi yaitu:
a.      Dalam berkomunikasi dengan klien, konselor harus mempertimbangkan gaya komunikasi klien ataupun gayanya sendiri.
b.     Konselor rehabilitasi tidak boleh memasuki hubungan konseling dengan asumsi yang kaku tentang bagaimana seharusnya seorang individu merespon terhadap kecacatannya.

DAFTAR PUSTAKA
Mappiare, Andi. 2004. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada
Sugiharto, DYP dan Mulawarman. 2007. Buku Ajar Psikologi Konseling
Subliyanto. 2011. Peran Konselor di Sekolah. http://subliyanto.blogspot.com/favicon.ico, diunduh pada tanggal 17 April 2012
Tarsidi Didi. 2008. Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. http://d-tarsidi.blogspot.com/, diunduh tanggal 18 April 2012

Littlre snake pin