BAB
1
PENDAHULUAN
Proses rehabilitasi
sosial adalah upaya yang dilakukan untuk mengembalikan keberfungsian sosial bagi individu yang mengalami kecacatan
fisik maupun psikis. Dalam hal ini, bimbingan dan konseling bekerja dalam
lingkup yang mencakup penanganan terhadap individu-individu normal dari segi
psikisnya. Maka dapat dikatakan bahwa bimbingan dan konseling membantu individu-individu normal yang
terganggu keberfungsian sosialnya. Fungsi sosial individu dapat terganggu
antara lain karena cacat fisik yang menimbulkan kurang percaya diri sehingga
menghambat proses berkembangnya individu dalam suatu masyarakat, dan cacat
mental/psikis. Untuk beberapa kasus cacat mental/psikis konselor memiliki peran
ketika individu tersebut sudah dianggap sembuh oleh ahli yang menanganinya (psikiater,
psikolog).
Peran besar konselor
dalam proses rehabilitasi sosial adalah mengembalikan kepercayaan diri
individu-individu yang dianggap berbeda dari masyarakat pada umumnya. Konselor
harus mengupayakan dengan cerdas agar individu-individu yang dianggap berbeda
tersebut tidak mudah menyerah ketika menghadapi masyarakat yang belum bisa
menerima keadaan mereka. Begitu pula sebaliknya, konselor juga turut
mewacanakan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar bisa menerima
keadaan individu yang hendak memulai kembali proses kehidupannya secara
individual maupun sosial.
Upaya konselor untuk
mengembalikan individu berfungsi secara personal maupun sosial bukanlah
permasalahan yang mudah. Konselor berhadapan dengan berbagai macam individu
yang mempunyai karakter berbeda dalam menyikapi hal ini. Maka dari itu,
konselor memerlukan strategi-strategi konseling yang tepat. Strategi konseling/
bentuk konseling untuk mengatasi masalah sosial ini bukan hanya ditujukan untuk
individu yang menyandang cacat, tapi juga ditujukan kepada masyarakat-dimana
individu itu akan bergabung dan berinteraksi dengan mereka. Bahkan beberapa
pihak menyatakan bahwa sesungguhnya yang perlu mendapatkan pemahaman lebih
dalam mengenai proses rehabilitasi adalah masyarakat sekitar yang nantinya akan
berinteraksi dengan individu yang memiliki permasalahan sosial. Masyarakat ini
dipandang sebagai wadah yang seharusnya bisa menerima keadaan individu tersebut
tanpa pamrih sehingga mendukung perkembangan sosial individu yang sedang
memasuki proses interaksi sosial.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Konseling Rehabilitasi
Konseling
rehabilitasi adalah suatu proses sistematis yang membantu orang dengan
kecacatan fisik, mental, perkembangan, kognitif, dan emosi untuk mencapai
tujuan personal, karier, dan hidup mandiri di dalam setting yang seintegrasi
mungkin melalui aplikasi dari proses konseling. Proses konseling melibatkan
komunikasi, penentuan tujuan, dan pertumbuhan atau perubahan ke arah yang lebih
baik melalui self-advocacy,
intervensi psikologi, intervensi vokasional, intervensi sosial, dan intervensi
behavioral. Untuk itu seorang konselor rehabilitasi perlu memiliki pengetahuan
dan keterampilan khusus serta sikap yang dibutuhkan untuk berkolaborasi dalam
hubungan profesional dengan penyandang cacat.
2.2
Pengertian
Konselor Rehabilitasi
Konselor
rehabilitasi adalah suatu profesi yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap khusus yang diperlukan untuk bekerja sama (berkolaborasi) dalam suatu
hubungan profesional dengan orang-orang yang menyandang kecacatan untuk
mencapai tujuan personal, sosial, psikologis dan vokasional. Suatu profesi yang
membantu orang-orang dengan kecacatan dalam beradaptasi dengan lingkungan,
membantu dalam mengakomodasi kebutuhan individu tersebut, dan mengupayakan
partisipasi penuh penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan masyarakatarakat,
terutama dalam pekerjaan.
2.3
Sasaran
Konseling Rehabilitasi
1.
Physical disabilities, orang yang
mengalami hambatan/kecacatan fisik (tunadaksa) sehingga mengalami gangguan pada
koordinasi gerak.
2.
Sensory Disabilities, orang yang
mengalami hambatan/kecacatan sensori seperti penglihatan atau pendengaran.
3.
Developmental Disabilities, orang yang
mengalami hambatan/kecacatan dalam perkembangannya.
4.
Cognitive Disabilities, orang yang
mengalami hambatan/kecacatan pada kognitifnya.
5.
Emotional Disabilites, orang yang
mengalami hambatan, gangguan/kecacatan pada emosinya
6.
Cronic Illnes (penderita/mantan
penderita penyakit kronis).
2.4
Tujuan
Konseling Rehabilitasi
Beberapa
tujuan dari konseling rehabilitasi adalah:
1.
Adanya perubahan prilaku pada konseli
2.
Adanya adaptasi dan aktualisasi diri
yang optimal
3.
Adanya modifikasi lingkungan
4.
Melatih kemandirian
5.
Recovery dan memperbaiki kualitas hidup
2.5
Peran,
fungsi dan Ruang Lingkup Konseling Rehabilitasi
Konselor
rehabilitasi harus mampu:
1.
Mengkaji kebutuhan individu,
2.
Mengembangkan program atau rencana untuk
memenuhi kebutuhan yang ada,
3.
Menyediakan atau merancang pelayanan,
yang mungkin meliputi penempatan kerja dan pelayanan tindak lanjut.
The
Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling:2005
(dalam Tarsidi Didi:2008) menggariskan bahwa peran konselor rehabilitasi
mencakup:
1.
Mengevaluasi potensi individu untuk
hidup mandiri dan bekerja;
2.
Mengatur pelaksanaan perawatan medis dan
psikologis, asesmen vokasional, pelatihan dan penempatan kerja.
3.
Mewawancarai dan mengadvis individu,
menggunakan prosedur asesmen, mengevaluasi laporan medis dan psikologis, dan
berkonsultasi dengan anggota keluarga,
4.
Berunding dengan dokter, psikolog dan
profesional lain tentang jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan individu.
5.
Merekomendasikan layanan rehabilitasi
yang tepat termasuk pelatihan khusus untuk membantu individu penyandang cacat
menjadi lebih mandiri dan lebih siap kerja.
6.
Bekerjasama dengan pengusaha untuk
mengidentifikasi dan/atau memodifikasi kesempatan kerja dan jenis pelatihan
yang memungkinkan; dan
7.
Bekerjasama dengan individu, organisasi
profesi dan kelompok-kelompok advokasi untuk membahas berbagai hambatan
lingkungan dan sosial yang menciptakan halangan bagi para penyandang cacat.
2.6
Strategi
Klinis dalam Konseling Rehabilitasi Sosial
Beberapa
pendekatan klinis dalam konseling rehabilitasi adalah:
1.
Intervensi Psikodinamic
Tujuan penting dari strategi ini yang diaplikasikan
untuk orang-orang yang memiliki hambatan:
a)
Eksplorasi arti pribadi (personal
meaning) terhadap penyandang cacat. Biasanya memiliki tujuan yang terfokus pada
issu mengenai kehilangan, kesedihan, dan menenukan arti hidup dengan hambatan
yang dimiliki.
b)
Penerimaan perubahan kesan tubuh, yang
bertujuan agar secara bertahap memiliki kesadaran mengenai kesan tubuh sehingga
mengurangi rasa penyangkalan atau tidak menerima dan kesadaran atas
berkurangnya suatu fungsi yang dimiliki (fisik dan sensori) tetapi tidak pada
kapasitas untuk kognitif dan sosial.
c)
Integrasi konsep diri. Sebagai suatu
konsekuensi perubahan kesan tubuh, orang yang memiliki hambatan harus secara berangsur-angsur
mengintegrasikan hakikat dan posisinya yang tidak berubah lagi dan mulai
menyususn kembali konsep diri, yang mencerminkan membangun kembali nilai diri
dan suatu keyakinan pada aset dan potensi diri yang masih dimiliki.
2.
Coping Skill Training
Strategi ini mengajarkan personal dan interpersonal
coping skill, yang meliputi:
a)
Keterampilan hidup untuk membantu klien
menghadapi hari-hari yang berat. Hal ini dipandang sebagai suatu prasyarat
kesuksesan beradaptasi, yaitu seringnya melatih keterampilan untuk penguasaan
ketegasan, komunikasi interpersonal, pemecahan masalah, pembuatan keputusan,
penyesuaian vokasional.
b)
Mengidentifikasi dan memahami dampak
negatif dari keyakinan yang tidak logis. Tujuan utama dari program ini adalah
membantu klien agar menjadi sadar dan dapat melawan pikiran-pikiran tidak logis
apapun yang berhubungan dengan kepercayaan yang menyamakan penyandang cacat dengan
satu status dari ketidakberdayaan, keputusasaan, ketidakmampuan, ketergantungan
dan kegagalan.
c)
Ketetapan dengan keterangan medis.
Pendekatan ini memberikan pengetahuan yang berguna kepada klien sekitar kondisi
mereka. Konsumen diberikan kesempatan untuk mendapatkan keterangan akutar dan
relevan sekitar kondisi medis mereka, meliputi: status saaat ini, antisipasi,
dan beberapa implikasi sebagai upaya mengurangi rasa bimbang, deprasi, dan
penolakan terhadap keadaan dirinya sekarang.
3.
Supportive Group dan Family
Treatment
Pendekatan ini menawarkan kesempatan bagi partisipan
untuk memperoleh pengertian mendalam ke berbagai dorongan dan sumber kekuatan
pribadi. Tiga tujuan utama konseling kelompok ini adalah afektif, kognitif dan
tingkah laku:
a)
Tujuan afektif. Secara spesifik bergerak
ke arah: memberikan kesempatan bagi partisipan untuk pembersihan emosional;
mengijinkan partisipan menerima dukungan emosional; mengurangi kebimbangan dan
ketakutan dari ketidakyakinan terhadap masa depan; membantu anggota kelompok
untuk menyadari bahwa mereka tidak sendiri; membantu partisipan secara
spiritual atas issu yang ada.
b)
Tujuan kognitif. Arahnya adalah merubah
kesalahan persepsi partisipan tentang kondisi mereka, seperti meningkatkan
pemahaman, pilihan rehabilitasi dan treatmen, dan implikasi terhadap masa
depannya. Secara khusus tujuannya adalah: membantu anggota dalam meningkatkan
penerimaan diri dan harga diri, membantu anggota menjajal dan mengjadapi
kenyataan secara lebih akurat, menyediakan partisipan keterangan terbaru dan
menyeluruh, dan meningkatkan pandangan pribadi.
c)
Tujuan behavioral. Berfokus kepada
mengurangi tingkah laku nonadaptive partisipan dan menggantinya dengan yang
adaptif. Pendekatan ini menekankan pada: membantu anggota kelompok mengatasi
keetrgantungan dan penarikan diri dari masyarakatarakat, menyediakan lingkungan
yang aman dimana klien secara berangsur-angsur dengan dukungan kelompok
berlatih dan mempraktekkan keteampilan yang baru dipelajari, meningkatkan ubungan
komunikasi interpersonal meningkatkan daftar perilaku adaptif partisipan.
2.7 Model-Model dalam Konseling Rehabilitasi Sosial
Secara umum model–model dalam rehabilitasi social
mencakup hal sebagai berikut :
1.
Rehabilitasi
sosial dipandang sebagai segenap upaya ditujukan untuk mengintegrasikan
penyandang masalah ke dalam kehidupan masyarakatarakat dengam cara membantunya
menyesuaikan diri dengan keluarga, komunitas dan pekerjaan.
2.
Penyandang
masalah dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila ia memiliki kemampuan
fisik, mental dan sosial serta diberikan kesempatan unttuk berperan dan
berpartisipasi.
3.
Rehabilitasi
sosial merupakan kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan fisik, mental, dan sosial agar penyandang masalah dpt melaksanakan
fungsi sosialnya secara optimal.
Sedangkan untuk model pelayanan dalam rehabilitasi social adalah sebagai berikut:
1. Institutional Based Rehabilitation
(IBR), suatu sistem pelayanan rehabilitasi sosial dengan menempatkan penyandang
masalah dalam suatu institusi tertentu.
2.
Extra-institusional
Based Rehabilitation, suatu sistem pelayanan dengan menempatkan
penyandang masalah pada keluarga dan masyarakat
3.
Community Based
Rehabilitation (CBR), suatu model tindakan yang dilakukan pada
tingkatan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran masyarakat dengan
menggunakan sumber daya dan potensi yang dimilikinya.
Untuk mencapai hal – hal diatas, maka seorang konselor dalam praktik
pelaksanaan akan membutuhkan metode intervensi dalam layanan. Adapaun model – model intervensi dalam konseling dapat
menggunakan model – model sebagai berikut:
1.
Behavior Therapy, berisikan penarapan
secara sistematis prinsip-prinsip teori belajar untuk tujuan perubahan tingkah
laku yg sifatnya menyembuhkan. Unsur-unsur tersebut yaitu:
a)
Inventarisasi permasalahan
klien
b)
Penciptaan kontrak
c)
Perincian masalah
d)
Penentuan data
e)
Penguatan
f)
Penentuan tujuan perubahan
g) Penyembuhan
2.
Reality therapy. Tujuan dari terapi
ini yaitu membantu orang untuk menghadapi kenyataan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar dalam cara yang dapat diterima secara sosial.
Penyembuhan kenyataan memberikan suatu sarana seseorang dapat belajar hal
sebagai berikut:
a)
Menghadapi kenyataan dan
menerima tanggung jawab sehubungan tingkah lakunya.
b) Tanggung jawab diartikan sebagai kemampuan memenuhi kebutuhan
sendiri tanpa mengganggu orang lain.
c)
Membedakan diantara yang benar
dan yang salah.
Selain
model intervensi diatas konselor juga dapat menggunakan model intervensi yang
lain seperti pendekatan person center teraphy, trait factor teraphy ataupun
jenis teraphy lain yang dikuasai oleh seorang konselor rehabitasi. Selain
pendekatan intervensi, dalam konseling rehabilitasi social juga dapat
menggunakan hal – hal berikut:
1. Activity Group Therapy
Tujuannya yaitu
memberikan kepada klien suatu kesempatan untuk mengembangkan dan memperbaiki
relasi dengan menciptakan wadah untuk menyalurkan ketegangan,
kecemasan, secara spontan melakukan tindakan berdasarkan perasaan-perasaan di
hadapan teman-temannya. Lingkungan kelompok ini diatur untuk memberikan
kepuasan pengganti, memberikan saluran terhadap agresi, mengembangkan harga
diri, menghilangkan hambatan untuk berekspresi, dan membentuk sikap menahan
diri di hadapan orang lain.
2. Group Counseling
Fungsi Konseling
kelompok yaitu mendorong para anggota kelompok untuk saling memberikan bantuan
untuk pemecahan masalah secara bersama.
3. Guided Group Interaction.
Merupakan
suatu metoda pengalihan nilai-nilai dan tujuan. Tehnik interaksi kelompok
secara terbimbing dilandasi oleh asumsi mengenai fungsi-fungsi kelompok remaja.
Kelompok sebaya bertindak (1) sebagai sarana penguat penanaman nilai-nilai
sosial yang positif, (2) memaksakan kesamaan norma-norma kelompok, (3)
memberikan status dan identifikasi jenis kelamin kepada kelompok.
4. Play therapy
Play therapy
yaitu suatu terapi dengan
menggunakan situasi permainan
anak-anak sebagai sarana maupun sasaran perubahan tingkah laku. Pekerja sosial
dapat menggunakan kegiatan yang sama sekali tidak terarah sampai pada yang
terstruktur. Pekerja sosial dapat menggunakan pertemuan-pertemuan permainan
untuk tujuan diagnostik guna mengobservasi hal-hal seperti relasi-relasi,
lingkup perhatian, minat anak, arah agresi, fantasi, persepsi terhadap diri
sendiri.
Dalam konseling rehabilitasi social , Pekerja yang
melakukan terapi harus mempunyai kepribadian yang kuat, matang dan kehangatan
dalam berelasi sehingga dapat melibatkan diri secara baik dengan klien dan
membimbing klien agar dirinya merasa berharga. Pekerja sosialpun harus mampu
menolak terhadap tingkah laku klien yang tidak bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Indri, dkk.
2008. Konseling Rehabilitasi. Online
http ://ebookbrowse.com/konseling-rehabilitasi-izman-pdf-d122874214
[accessed 07/05/2012]
Muis,Ichwan.
___. Rehabilitasi Sosial. Online http://ichwanmuis.com/?p=231 [accessed
07/05/12]
Rochman
Arif, 2011. Modul Pelayanan dan rehabilitasi
Sosial Gelandang dan Pengemis di Panti. Online
http://arifrohmansocialworker.blogspot.com/2011/03/modul-pelayanan-dan-rehabilitasi-sosial.html
[accessed 07/05/2012]