Sabtu, 23 Juni 2012

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI KORBAN GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA



Oleh:
Budi Astuti
  
PENDAHULUAN
            Indonesia merupakan daerah rawan gempa karena terletak pada tiga pertemuan lempeng/ kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara dan lempeng Pasifik di bagian timur. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia. Penunjaman lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Euro-Asia yang bergerak aktif ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi (PP No. 3/ Tahun 2010).
Peristiwa terjadinya bencana gempa yang tercatat pada hari Sabtu, tanggal 27 Mei 2006 pukul 05.55 di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi memiliki kekuatan dengan skala 6,2 Magnitudo. Hal ini  mengakibatkan korban jiwa sebanyak > 5.700 orang, meliputi wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, serta sebagian wilayah Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Kabupaten Klaten.
            Kerugian-kerugian akibat gempa bumi yang ditanggung oleh masyarakat, tidak hanya menyangkut kerugian materi, rumah, fisik, harta benda, aset-aset, pekerjaan, serta kehilangan anggota keluarga dan famili, melainkan juga kerugian psikologis yang membutuhkan waktu yang relatif lama untuk proses pemulihannya. Berdasarkan estimasi kebutuhan (Iswanti, dkk., 2006) terdapat 1 juta orang sampai dengan 1,2 juta orang yang mengalami beban psikologis dari tingkatan sedang sampai tingkatan berat. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97,5% pulih secara alami setelah dua minggu, sebesar 2,5% atau 30 ribu orang mengalami kesulitan psikologis sampai tiga bulan setelah peristiwa gempa, dan sebanyak 1% atau 12 ribu orang mengalami kesulitan jangka panjang.
            Memperhatikan data-data mengenai kesulitan dan gangguan psikologis yang diderita oleh sebagian besar masyarakat korban gempa tersebut, maka perlu adanya upaya-upaya dan langkah-langkah konkrit yang dilaksanakan sesegera mungkin untuk menangani permasalahan tersebut secara tuntas. Berbagai kegiatan kemanusiaan telah dilakukan oleh pihak Universitas Negeri Yogyakarta, terutama oleh Prodi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, dengan cara mendirikan posko-posko pelayanan bimbingan dan konseling.

PEMBAHASAN
Peran Universitas Negeri Yogakarta dalam Membantu Korban Gempa
Universitas Negeri Yogyakarta sebagai salah satu LPTK di Yogyakarta yang peduli terhadap pemulihan kondisi psikologis masyarakat korban gempa, merasa memiliki tanggung jawab dan perlu mengemban tugas-tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian pada masyarakat. Prodi bimbingan dan konseling (FIP, UNY) menyusun langkah-langkah dengan cara menghimpun sumber daya manusia (SDM) sebagai relawan dari kalangan dosen, mahasiswa, dan pihak-pihak terkait dari luar lingkungan UNY yang bersedia memberikan bantuan dan pemikirannya.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan kemanusiaan tersebut, prodi bimbingan dan konseling menjalin kerjasama dengan asosiasi profesi yang berskala nasional yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Posko-posko pelayanan bimbingan dan konseling didirikan di beberapa wilayah yang dianggap perlu segera mendapatkan pertolongan (layanan responsif) meliputi: Posko Piyungan (Bantul) dan Posko Pleret (Bantul), yang tersebar menjadi 16 kelompok relawan di berbagai wilayah Bantul, dengan jumlah total relawan sebanyak 92 orang dari Yogyakarta ditambah dengan relawan dan pakar bimbingan dan konseling dari ABKIN.
Secara resmi, posko-posko pelayanan bimbingan dan konseling tersebut menjalankan kegiatannya secara aktif selama satu bulan, yaitu mulai dari tanggal 18 Juni 2006 sampai dengan tanggal 18 Juli 2006. Namun karena kebutuhan masyarakat akan proses pemulihan dan pendampingan tersebut masih tergolong tinggi, sehingga masih perlu ditindaklanjuti dengan program-program yang sifatnya sukarela.
Posko kemanusiaan yang didirikan oleh prodi bimbingan dan konseling, mewadahi berbagai jenis aktivitas psikososial. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya: pendirian sekolah-sekolah darurat di berbagai wilayah Yogyakarta, pendampingan psikologis bagi masyarakat, konseling bagi korban gempa, pelatihan untuk relawan gempa melalui training of trainer, life reconstruction, menyediakan fasilitas tempat dan media bermain bagi anak, pelatihan brain storming, dan lain-lain.

Gejala-gejala Trauma pada Korban Gempa
Bagi para korban gempa bumi yang selamat tentu saja memberikan dampak psikologis dan gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder) yang begitu mendalam atas peristiwa gempa yang mengguncang wilayah Yogyakarta. Dampak-dampak tersebut menyangkut kapasitas-kapasitas psikologi, konsep diri, perkembangan dan hubungan seseorang. Jika tidak ditangani, trauma psikologis akan bertambah parah dan memberikan dampak munculnya gangguan aspek fisik,  emosi, mental, perilaku, dan spiritual. 
Simptom yang muncul pada aspek fisik di antaranya adalah kelelahan, suhu badan meninggi, menggigil, badan lesu, mual-mual, pening, sesak napas,  dan panic. Sementara itu pada aspek emosi muncul simptom di antaranya kehilangan gairah hidup, ketakutan, dikendalikan emosi, merasa rendah diri. Pada aspek mental terjadi kebingungan,  ketidakmampuan menyelesaikan masalah, tidak dapat berkonsentrasi, tidak mampu mengingat dengan baik.
Aspek perilaku menunjukkan simptom-simptom di antaranya adalah sulit tidur, kehilangan selera makan, makan berlebihan, banyak merokok, menghindar, sering menangis, tidak mampu berbicara, tidak bergerak, gelisah, terlalu banyak gerak, mudah marah, ingin bunuh diri, menggerakan anggota tubuh secara berulang-ulang, rasa malu berlebihan, mengurung diri, menyalahkan orang lain. Pada aspek spiritual, seseorang akan mengalami gejala-gejala putus asa,  hilang harapan, menyalahkan Tuhan, berhenti ibadah, tidak berdaya, meragukan keyakinan, tidak tulus, dan lain-lain.

Pelayanan Bimbingan dan Konseling bagi Korban Gempa
Bimbingan dan konseling hakekatnya adalah  layanan kemanusiaan yang diwarnai oleh pandangannya tentang manusia.  Dalam perspektif pendidikan, bimbingan dan konseling merupakan proses yang menunjang keseluruhan pelaksanaan pendidikan dalam mencapai tujuannya, yaitu membantu perkembangan optimal sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, sesuai dengan kemampuan, minat, dan nilai-nilai yang dianutnya.
Tujuan bimbingan dan konseling disamping  harus mampu merefleksikan kebutuhan individu, juga harus mampu membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan latar belakang sosial budaya, dan tuntutan positif lingkungan, sehingga mampu mengantarkan individu  kepada pengembangan pribadi secara utuh  dan bermakna, baik bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Sesuai dengan kompleksitas permasalahan menyangkut trauma psikologis, maka diperlukan pendekatan yang bersifat komprehensif  dan profesional. Metode yang digunakan dalam menangani gangguan stress pasca trauma haruslah bersifat eklektik atau kombinasi dari berbagai pendekatan, meliputi  medikasi, konseling, dan spiritual. Medikasi adalah pemberian obat-obatan seperti anti depresan. Konseling merupakan pemberian pelayanan baik konseling perorangan ataupun kelompok. Spiritual adalah pendampingan dalam berdoa bersama, pengajian, dan sejenisnya. Oleh karena itu, kolaborasi dengan pakar atau ahli profesional yang terkait dibutuhkan dalam pendekatan ini.
Konseling traumatik atau konseling krisis merupakan jawaban atas bentuk kepedulian terhadap individu yang mengalami trauma. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa dalam upaya penyembuhan tekanan, kecemaan, atau stres yang dialaminya memerlukan sentuhan-sentuhan psikologis melalui peran tenaga-tenaga profesional yang ahli dalam bidangnya.
Misi utama layanan konseling krisis sebagai salah satu pihak yang berkompeten ialah membantu memulihkan kondisi psikologis dan sosio-emosional korban gempa agar dapat kembali memiliki kehidupan yang wajar. Layanan konseling krisis membantu individu korban gempa dalam mengambil keputusan-keputusan secara tepat terhadap problem psikologis yang dihadapinya dan bertindak atas pilihan-pilihannya,  sekaligus  dalam rangka menjalankan fungsi konseling itu dalam  dimensi kuratif  (penyembuhan),  supportif  (dorongan), semangat, penyejuk suasana, penetralisir, reeducatif,  maupun preventif (dalam arti agar masalahnya tidak meluas dan mendalam, sehingga semakin berat dan kompleks). 

Intervensi Psikologis dalam Konseling Krisis bagi Korban Gempa
            Dalam kaitan dengan konseling krisis, Wright (1985) mengajukan delapan langkah dasar yang harus diikuti dalam menolong seseorang yang sedang menghadapi krisis. Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan terhadap bermacam-macam jenis krisis, namun harus peka dan luwes dalam penerapannya. Langkah-langkah tersebut, meliputi:
1.     Intervensi langsung, yaitu dengan memberikan pertolongan secepatnya melalui dorongan semangat, dengan maksud untuk  mengurangi kegelisahan, rasa bersalah, dan ketegangan serta untuk memberikan dukungan emosi.  Intervensi juga mengatasi rasa tak berdaya dan keputusasaannya. 
2.     Mengambil tindakan, yaitu dengan menggerakkan agar segera mungkin berperilaku yang positif, sambil menemukan berbagai informasi yang dibutuhkan tentang permasalahan yang dihadapi. 
3.     Mencegah suatu kehancuran (keterpurukan hidup), yaitu mencegah kehancuran dan berupaya  memulihkan  melalui sasaran-sasaran jangka pendek dan terbatas.
4.     Membangun  harapan dan  kemungkinan  masa  depan yang  positif. Sebaiknya tidak memberikan harapan palsu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan masalahnya agar kembali seimbang.
5.     Memberikan dukungan, yaitu dengan membangun sistem dukungan baik melalui komunikasi, doa, peran keluarga, dan sebagainya.
6.     Pemecahan  masalah yang terfokus, yaitu dengan membantu merencanakan dan melaksanakan cara-cara untuk menyelesaikan  satu masalah. 
7.     Membangun  harga  diri, dengan memberi harapan-harapan positif kepada klien dan membantu pemecahannya secara bersama-sama.
8.     Menanamkan  rasa  percaya diri, yaitu dengan mencegah rasa ketergantunagn konseli kepada konselor (Sunardi, 2006).

PENUTUP
Trauma, shock, dan ketakutan yang berlebihan dialami oleh hampir semua korban gempa. Penanganan efek psikososial pasca gempa bagi para korban merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan oleh profesi bimbingan dan konseling. Dengan kondisi tersebut perlu diadakan konseling bagi para korban. Konseling diberikan oleh konselor-konselor serta pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam bidang kejiwaan.
Konseling krisis diberikan agar beban kehilangan keluarga, harta benda, dan trauma psikis lainnya dapat terobati. Care dan emphaty adalah dasar utama program pemulihan kondisi psikologis bagi para korban gempa yang selamat. Pengkondisian senyaman mungkin, akan sangat membantu mempercepat pemulihan kondisi psikologis korban gempa, sehingga dapat mengurangi tekanan dan beban psikologis yang dialaminya.
Bencana yang terus saja mendera bangsa Indonesia, agaknya perlu dijadikan bahan kontemplasi dan introspeksi bagi bangsa Indonesia. Masyarakat perlu lebih arif dan bijaksana dalam mengawal perjalanan bangsa ini. Dengan bencana tersebut, seyogianya bangsa perlu terus mawas diri dan selalu mengingat kebesaran-Nya. Allah SWT tidak akan memberikan cobaan melampaui batas kemampuan hamba-Nya.


DAFTAR PUSTAKA
Iswanti, S., Suwarjo, & Fathiyah, K.N. (2006). Konseling Krisis bagi Korban Gempa Bumi DIY. Laporan Penelitian Hibah SP4 PPB FIP UNY. Yogyakarta: PPB FIP UNY.
BNPB. (2010). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Sue, D.W. & Sue, D. (2003). Counseling Culturally Diverse. Theory and Practice, 4th Edition. Canada: John Wiley & Sons.
Sunardi. (2006). Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder)  dalam Perspektif Konseling. Bandung: PLB FIP UPI Bandung.
Tim Penulis Fakultas Psikologi UGM. (2006).  Psikologi Peduli Gempa. Yogyakarta: Crisis & Recovery Center Fakultas Psikologi UGM. 

Littlre snake pin