Jumat, 22 Juni 2012

JENIS-JENIS MASALAH SOSIAL DALAM PERSPEKTIF REHABILITASI SOSIAL



1.     Kenakalan Remaja
a.      Pengertian
Junvile delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, cirri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.
Delinquent berasal dari kata latin “deliquere”, yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dusila, dan lain-lain.
Motif-motif anak-anak melakukan kejahatan dan kedursilaan itu antara lain :
1)      Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan
2)      Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual
3)      Salah-asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya
4)      Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru
5)      Kecenderungan pembawaan patologis atau abnormal
6)      Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional
Pemerintah dan masyrakat secara bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas penangan terhadap masalah kejahatan anak tersebut, antara lain dengan jalan menyelenggarakan upaya:
1)      Mendirikan panti rehabilitasi dan pengkoreksian
2)      Peradilan anak-anak
3)      Badan kesejahteraan anak
4)      Foster home placement
5)      Undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak dan para remaja
6)      Sekolah bagi anak-anak gembel.
Semua lembaga diatas melakukan pelayanan dan perlakuan khusu bagi anak-naka , baik secara individual maupun secara kelompok dalam bentuk koreksi maupun rehabilitasinya. Di dalam lembaga anak-anak itu di didik agar bertanggung jawab sosial kelak  di kemudian harinya.
b.     Wujud perilaku Delinkuen
Wujud perilku delikuen ini adalah antara lain:
1)      Kebut-kebutan di jalanan yang menggangu keamanan lalu lintas , dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
2)      Perilaku ugal-ugalan, berandalan , urakan yang mengakaukan ketentraman sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energy dan dorongan primitive yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan
3)      Perkelahilan antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.
4)      Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat khusus sambil melakukan tindakan kedurjanaan
5)      Kriminalitas anak, remaja, dan dewasa antara lain berupa perbuatan mengancam , intimidasi, memeras, dan mencuri.
6)      Berpesta-pora , sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas yang menggangu lingkungan.
7)      Kecandungan dan ketagiahan bahan narkotika yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.
8)      Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga mengakibatkan ekses kriminalitas.
9)      Perbuatan anti-sosial lain yang disebabkan gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik.
c.      Bentuk – bentuk delikuensi
1)      Delikuensi individual
Tingkah laku criminal anak yang merupakan gejala personal atau individual dengan cirri-ciri khas jahat, disebabkan oleh presiposisi dan kecenderungan penyimpangan tingkah laku yang diperhebat oleh stimuli sosial dan kondisi cultural.  
Kejahatan remaja tipe ini seringkali bersifat simptomatik, karena disertai banyak konflik intrapsikis kronis, disentegrasi pribadi dengan kekalutan batin hebat, dan gejala psikopatis.
2)      Delikuensi situasional
Delikuensi ini dilakukan oleh anak yang normal, namun mereka banyak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan situasional ,stimuli sosial,dan tekanan lingkungan, yang semuanya memberikan pengaruh “menekan-memaksa” pada pembentukan perilaku buruk.
Situasi sosial eksternal itu memberikan batasan, tekanan dan paksaan , yang mengalahkan unsure-unsur internal (pikiran sehat, perasaan, hati nurani), sehingga memunculkan tingkah laku delikuen situasional. Oleh sebab itu ruang dan waktu, merupakan dua dimensi pokok dari situasi sosial yang memberikan pengaruh buruk kepada anak-anak.
3)      Delikuensi sistematik
Perbuatan anti sosial anak yang dikemudian hari disistematisir dalam bentuk suatu organisasi, yaitu gang. Kumpulan perilaku yang disistematisir itu disertai aturan, status formal, peranan tertentu, nilai-nilai,norma-norma,rasa kebanggaan. Moral delikuen yang berbeda dengan umum berlaku. Semua kejahatan anak ini kemudian dirasionalisir dan dibenarkan sendiri oleh segenap anggota kelompok, sehingga kejahatannya menjadi terorganisir atau menjadi sistematis sifatnya.
4)      Delikuensi kumulatif
Delikuensi ini merupakan bentuk produk dari konflik budaya, merupakan hasil dari banyak konflik cultural yang controversial. Dalam iklimpenuh konflik budaya ini terdapat banyak kelompok sosial yang tidak bisa didamaikan dan dirukunkan, dan selalu saja terlibat dalam ketegangan, persaingan, dan benturan sosial.
5)      Delikuensi defek moral
Delikuensi defek moral mempunyai cirri selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, anmun ada disfungsi pada inteligensinya.
2.   Gelandangan dan Pengemis (Gepeng)
a.        Pengertian
Gelandangan adalah seorang yang hidup dalam keadaan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara ditempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat.
Pengemis adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
Gepeng (gelandangan dan pengemis) adalah seorang yang hidup mengelandag dan sekaligus mengemis. Oleh karna tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
b.     Karakteristik dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :
1)      Tidak memiliki tempat tinggal
Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini mereka tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal mereka ini biasa mengembara di tempat umum.
2)      Hidup di bawah garis kemiskinan
Para gepeng mereka tidak memiliki pengahsialn tetap yang bis amenjamin untuk kehidupan mereka kedepan bahkan untuk sehari hari saja mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3)      Hidup dengan penuh ketidak pastian
Para gepeng mereka hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya menreka ini sangat memprihatikan karna jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.
4)      Memakai baju yang compang camping
Gepeng bisanya tidak pernah mengunakan baju yang rapi atau berdasi melaikan baju yang kumal dan dekil.
c.      Faktor penyebab dari gepeng (gelandangan dan pengemis)
Masalah sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendak, minimnya keterampilan kerja yang di miliki,lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya.
Adapun gambaran permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
1)      Masalah kemiskinan.
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat Mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.
2)      Masalah Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang layak
3)      Masalah keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
4)      Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis.
a)       Rendahnya harga diri.
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa bamu untk minta minta.
b)       Sikap pasrah pada nasib.
Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan.
c)       Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang
Ada kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup mengelandang
d.     Dampak dari galandangan dan pengemis (gepeng)
Dengan adanya para gelandangan dan pengemis yang berda di tempat tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya:
1)      Masalah lingkungan (tata ruang)
Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali. Oleh karna itu mereka di kota besar sangat mengangu ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota.
2)      Masalah kependudukan
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan jalan dan tempat umum, kebnayakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tampa ikatan perkawinan yang sah.
3)      Masalah keaman dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengagu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
4)      Masalah kriminal litas
Memang tak dapat kita sangal banyak sekali faktor penyebab dari kriminal litas ini di lakuakan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian kekerasan hingga samapi pelecehan seksual ini kerap sekali terjadi.
e.      Solusi
Solusi dari permasalahan gelandangan dan penegemis yaitu dengan cara Rehabilitasi sosial.
Tujuan dari pelayanan rehabilitasi sosial pada gelandangan dan pengemis ini dapat dari :
1)      Gelandangan dan pengemis mampu merubah cara hidup dan cara mendapatkan penghasilan yang sesuai dengan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
2)      Gelandangan dan pengemis dapat di jangkau dan mau mengikuti program pelayanan dan rehabilitas sosial.
3)      Gelandangan dan penemis mampu menjalankan fungsi dan peran sosialnya di masyarakat secara wajar.
Fungsi dari pelayanan rehabilitasi:
1)      Menumbuhkan kesadaran gelandangan dan pengemis tentang pentingnya program pelayanana dan rehabilitasi sosial.
2)      Membantu gelandangan dan pengemis untuk mampu melakukan kegiatan kegitan yang berkanan dengan kehidupan sehari hari.
3)      Membantu gelandangan dan pengemis agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
4)      Membantu gelandangan dan pengemis unuk mengembangkan potensinya.
5)      Membantu gelandangan dan pengemis untuk berprilaku normatif.
3.     Pecandu Narkoba
a.    Pengertian
Kecanduan terhadap narkoba adalah gangguan dalam otak yang disebabkan penyalahgunaan narkoba sehingga menyebabkan pengulangan perilaku yang berlebihan dari orang yang tidak atau susah berhenti terhadap obat-obatan walapun dengan resiko berbahaya bagi tubuhnya. Jika mereka berhenti mengkonsumsi obat-obatan, maka tubuh dari si pecandu akan menderita berlebih secara fisik, dan mereka mau tidak mau harus memenuhi perasaan ketagihan tersebut dengan cara apapun.
Seorang pecandu narkoba sudah tidak mampu lagi mengendalikan dirinya sendiri. Mereka hanya sendirian tanpa perlu berfikir akan teman, keluarga atau lingkungan sekitarnya.
b.     Ciri-Ciri Pecandu Narkoba
Secara umum, pecandu narkoba memiliki ciri-ciri:
1)      anak menjadi pemurung dan penyendiri
2)      wajah anak pucat dan kuyu
3)      terdapat bau aneh yang tidak biasa di kamar anak
4)      matanya berair dan tangannya gemetar
5)      nafasnya tersengal dan susuh tidur
6)      badannya lesu dan selalu gelisah
7)      anak menjadi mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua
Secara khusus, sesuai dengan narkoba yang dikonsumsi, pecandu narkoba memiliki ciri-ciri:
1)      Pecandu daun ganja : Cenderung lusuh, mata merah, kelopak mata mengattup terus, doyan makan karena perut merasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan lucu.
2)      Pecandu putauw : Sering menyendiri di tempat gelap sambil dengar musik, malas mandi karena kondisi badan selalu kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis terhadap lawan jenis.
3)      Pecandu inex atau ekstasi : Suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik house, wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka keringatan, sering minder setelah pengaruh inex hilang.
4)      Pecandu sabu-sabu : gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap mata jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karakternya dominan curiga, apalagi pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada di dalam ruangan ber-AC, suka marah dan sensitif.
c.      Upaya Penanganan
Agar dapat pulih dari kecanduan, seorang pecandu narkoba harus menjalani beberapa tahap pemulihan:
1)      Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi), pada tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatan fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokter inilah yang memutuskan apakah pecandu perlu mendapat obat tertentu, misalnya untuk mengurangi gejala putus zat (sakau). Pemberian obat pada tahap ini tergantung dari jenis narkoba dan berat-ringannya gejala putus zat. Oleh karena itu dibutuhkan kepekaan, pengalaman, dan keahlian dokter yang merawat pecandu.
2)       Tahap rehabilitasi nonmedis, pada tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi, dan di Indonesia sudah ada banyak tempat rehabilitasi nonmedis dengan program therapeutic communities (TC), 12 steps, pendekatan keagamaan, dan lain sebagainya.
3)      Tahap bina lanjut (after care), pada tahap ini pecandu diberi kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu juga dapat kembali ke sekolah atau ke tempat kerjanya sambil tetap berada di bawah pengawasan.
4.     Anak Jalanan
a.      Pengertian
Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yangmempunyai kegiatanekonomidi jalanan, namun masih memiliki hubungan dengankeluarganya.Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikanacuan bagi semua pihak.
Ditengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokananak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu:
1)      children on the street Adalah anak -anak yang mempunyai kegiatanekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersamaorangtuanyadansenantiasa pulang kerumahsetiaphari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengancara pulang baik berkala ataupun dengan jadwalyang tidak rutin. 
2)      Children of the street Adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan denganorangtua atau keluarganya.
3)      Children in the street atau children from the families of the street Adalah anak-anak yangmenghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atautinggalnya juga di jalanan.
b.     Factor penyebab
Faktor penyebab anak jalanan dibedakan kedalam dua factor yaitu factor intern dan factor ekstern. Factor intern terdiri dari; sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, cacat fisik, dan cacat psikis,sedangkan factor yang dari luar atau ekstern adalah diantaranya;
1)      Faktor ekonomi, kurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan, akibat rendahnya pengadaan perkapita dan tidak tercukupinya kebutuhan hidup ini akan menambah pengangguran dalam masyarakat.
2)      Factor Geografis, daerah asal minus dan tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya dan ini mengakibatkan trasmigrasi.
3)      Factor social, arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurannya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan social.
4)      Factor pendidikan, relative rendahnya pendidikan yang menyebabkan kurannya bekal hidup.
5)      Factor psikologis, perpecahan atau keretakan keutuhan persaudaraan dalam keluarga
6)      Factor kutural, pasrah kepada nasib dan adat istiadat yang merupakan hambatan dan rintangan mental.
7)      Factor lingkungan, khususnya bagi gelandangan yang sudah berkeluarga atau mempunyai anak, secara tidak langsung sudah nampak adanya pembibitan gelandangan.
8)      Faktor agama, kurangnya dasar ajaran agama, sehingga menyebabkan tipisnya iman, membuat mereka tidak tahan menghadapi cobaan dan tidak mau berusaha.
c.      Cara Menganggulangi:
1)      Tahap persiapan, karena anak jalanan atau gelandangan biasanya merupakan anggota masyarakat yang tidak pasti tempat tinggalnya, maka yang esensial bila mereka ditampung untuk bersama-sama ditempatkan dalam satu rumah.
2)      Tahap penyesuaian, setelah mereka mau ditempatkan dalam satu rumah atau satu tempat penampungan maka mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan baru mereka, mereka diajarkan hal-hal yang sangat elementer, seperti bangun pagi pada waktunya, sembahyang, mandi, membersihkan kamar, mask untuk makan bersama, kemudian pada waktu yang telah ditentukan mulai belajar membac, menulis menghitung, kegiatan-kegiatan ini harus ada tata tertibnya dan jika ada yang melanggar harus mendapatkan sanksi yang sifatnya mendidik.
3)      Tahap pendidikan yang berkelanjutan, setelah tiga atau empat bulan mereka berada dalam asrama atau rumah singgah, perlu diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar agar mereka dapat disalurkan ke sekolah-sekolah formal seperti SD N, karenanya pelajaran sejak semula harus diberikan guru dan dengan jadwal yang ketat dan harus mendapat perhatian khusus.

Littlre snake pin