1.
Kenakalan Remaja
a. Pengertian
Junvile
delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau
kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit secara sosial pada
anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial,
sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Juvenile
berasal dari bahasa latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, cirri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.
Delinquent
berasal dari kata latin “deliquere”, yang berarti terabaikan,
mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal,
pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki
lagi, durjana, dusila, dan lain-lain.
Motif-motif
anak-anak melakukan kejahatan dan kedursilaan itu antara lain :
1)
Untuk memuaskan kecenderungan
keserakahan
2)
Meningkatnya agresivitas dan dorongan
seksual
3)
Salah-asuh dan salah didik orang tua,
sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya
4)
Hasrat untuk berkumpul dengan kawan
senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru
5)
Kecenderungan pembawaan patologis
atau abnormal
6)
Konflik batin sendiri, dan kemudian
menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional
Pemerintah
dan masyrakat secara bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas penangan
terhadap masalah kejahatan anak tersebut, antara lain dengan jalan
menyelenggarakan upaya:
1) Mendirikan
panti rehabilitasi dan pengkoreksian
2) Peradilan
anak-anak
3) Badan
kesejahteraan anak
4) Foster
home placement
5) Undang-undang
khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak dan para
remaja
6) Sekolah
bagi anak-anak gembel.
Semua
lembaga diatas melakukan pelayanan dan perlakuan khusu bagi anak-naka , baik
secara individual maupun secara kelompok dalam bentuk koreksi maupun
rehabilitasinya. Di dalam lembaga anak-anak itu di didik agar bertanggung jawab
sosial kelak di kemudian harinya.
b. Wujud
perilaku Delinkuen
Wujud
perilku delikuen ini adalah antara lain:
1) Kebut-kebutan
di jalanan yang menggangu keamanan lalu lintas , dan membahayakan jiwa sendiri
serta orang lain.
2) Perilaku
ugal-ugalan, berandalan , urakan yang mengakaukan ketentraman sekitar. Tingkah
ini bersumber pada kelebihan energy dan dorongan primitive yang tidak
terkendali serta kesukaan menteror lingkungan
3) Perkelahilan
antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadang-kadang
membawa korban jiwa.
4) Membolos
sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat
khusus sambil melakukan tindakan kedurjanaan
5) Kriminalitas
anak, remaja, dan dewasa antara lain berupa perbuatan mengancam , intimidasi,
memeras, dan mencuri.
6) Berpesta-pora
, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas yang menggangu
lingkungan.
7) Kecandungan
dan ketagiahan bahan narkotika yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.
8) Perjudian
dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga mengakibatkan ekses
kriminalitas.
9) Perbuatan
anti-sosial lain yang disebabkan gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja
psikopatik.
c. Bentuk
– bentuk delikuensi
1) Delikuensi
individual
Tingkah laku criminal anak yang merupakan gejala personal atau individual
dengan cirri-ciri khas jahat, disebabkan oleh presiposisi dan kecenderungan
penyimpangan tingkah laku yang diperhebat oleh stimuli sosial dan kondisi
cultural.
Kejahatan remaja tipe ini seringkali bersifat simptomatik, karena disertai
banyak konflik intrapsikis kronis, disentegrasi pribadi dengan kekalutan batin
hebat, dan gejala psikopatis.
2) Delikuensi
situasional
Delikuensi ini dilakukan oleh anak yang normal, namun mereka banyak
dipengaruhi oleh berbagai kekuatan situasional ,stimuli sosial,dan tekanan
lingkungan, yang semuanya memberikan pengaruh “menekan-memaksa” pada
pembentukan perilaku buruk.
Situasi sosial eksternal itu memberikan batasan, tekanan dan paksaan , yang
mengalahkan unsure-unsur internal (pikiran sehat, perasaan, hati nurani),
sehingga memunculkan tingkah laku delikuen situasional. Oleh sebab itu ruang
dan waktu, merupakan dua dimensi pokok dari situasi sosial yang memberikan
pengaruh buruk kepada anak-anak.
3) Delikuensi
sistematik
Perbuatan anti sosial anak yang dikemudian hari disistematisir dalam bentuk
suatu organisasi, yaitu gang. Kumpulan perilaku yang disistematisir itu
disertai aturan, status formal, peranan tertentu, nilai-nilai,norma-norma,rasa
kebanggaan. Moral delikuen yang berbeda dengan umum berlaku. Semua kejahatan
anak ini kemudian dirasionalisir dan dibenarkan sendiri oleh segenap anggota
kelompok, sehingga kejahatannya menjadi terorganisir atau menjadi sistematis
sifatnya.
4) Delikuensi
kumulatif
Delikuensi ini merupakan bentuk produk dari konflik budaya, merupakan hasil
dari banyak konflik cultural yang controversial. Dalam iklimpenuh konflik
budaya ini terdapat banyak kelompok sosial yang tidak bisa didamaikan dan
dirukunkan, dan selalu saja terlibat dalam ketegangan, persaingan, dan benturan
sosial.
5) Delikuensi
defek moral
Delikuensi defek moral mempunyai cirri selalu melakukan tindakan anti
sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan
kognitif, anmun ada disfungsi pada inteligensinya.
2.
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng)
a.
Pengertian
Gelandangan
adalah seorang yang hidup dalam keadaan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara ditempat umum sehingga hidup
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat.
Pengemis
adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta di tempat umum
dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang
lain.
Gepeng
(gelandangan dan pengemis) adalah seorang yang hidup mengelandag dan sekaligus
mengemis. Oleh karna tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan
berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir
jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain
untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
b. Karakteristik
dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :
1) Tidak
memiliki tempat tinggal
Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini mereka tidak memiliki tempat hunian
atau tempat tinggal mereka ini biasa mengembara di tempat umum.
2) Hidup
di bawah garis kemiskinan
Para gepeng mereka tidak memiliki pengahsialn tetap yang bis amenjamin
untuk kehidupan mereka kedepan bahkan untuk sehari hari saja mereka harus
mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3) Hidup
dengan penuh ketidak pastian
Para gepeng mereka hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya
menreka ini sangat memprihatikan karna jika mereka sakit mereka tidak bisa
mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES
untuk berobat dan lain lain.
4) Memakai
baju yang compang camping
Gepeng bisanya tidak pernah mengunakan baju yang rapi atau berdasi melaikan
baju yang kumal dan dekil.
c.
Faktor penyebab dari gepeng
(gelandangan dan pengemis)
Masalah
sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama
yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis.
Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi
dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendak,
minimnya keterampilan kerja yang di miliki,lingkungan, sosial budaya, kesehatan
dan lain sebagaianya.
Adapun
gambaran permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
1) Masalah
kemiskinan.
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat Mengembangkan
kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.
2) Masalah
Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah
sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang layak
3) Masalah
keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang
sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
4) Masalah
sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi
gelandangan dan pengemis.
a) Rendahnya
harga diri.
Rendahnya
harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa bamu untk
minta minta.
b) Sikap
pasrah pada nasib.
Mareka
manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis
adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan.
c) Kebebasan
dan kesenangan hidup mengelandang
Ada
kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup mengelandang
d. Dampak
dari galandangan dan pengemis (gepeng)
Dengan
adanya para gelandangan dan pengemis yang berda di tempat tempat umum akan
menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di
antaranya:
1) Masalah
lingkungan (tata ruang)
Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap,
tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti :
taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali. Oleh karna itu mereka di kota
besar sangat mengangu ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan
serta keindahan kota.
2) Masalah
kependudukan
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan jalan dan
tempat umum, kebnayakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat
di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama
sebagai suami istri tampa ikatan perkawinan yang sah.
3) Masalah
keaman dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan
kerawanan sosial mengagu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
4) Masalah
kriminal litas
Memang tak dapat kita sangal banyak sekali faktor penyebab dari kriminal
litas ini di lakuakan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian
mulai dari pencurian kekerasan hingga samapi pelecehan seksual ini kerap sekali
terjadi.
e.
Solusi
Solusi
dari permasalahan gelandangan dan penegemis yaitu dengan cara Rehabilitasi
sosial.
Tujuan
dari pelayanan rehabilitasi sosial pada gelandangan dan pengemis ini dapat dari
:
1) Gelandangan
dan pengemis mampu merubah cara hidup dan cara mendapatkan penghasilan yang
sesuai dengan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
2) Gelandangan
dan pengemis dapat di jangkau dan mau mengikuti program pelayanan dan
rehabilitas sosial.
3) Gelandangan
dan penemis mampu menjalankan fungsi dan peran sosialnya di masyarakat secara
wajar.
Fungsi
dari pelayanan rehabilitasi:
1) Menumbuhkan
kesadaran gelandangan dan pengemis tentang pentingnya program pelayanana dan
rehabilitasi sosial.
2) Membantu
gelandangan dan pengemis untuk mampu melakukan kegiatan kegitan yang berkanan
dengan kehidupan sehari hari.
3) Membantu
gelandangan dan pengemis agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
4) Membantu
gelandangan dan pengemis unuk mengembangkan potensinya.
5) Membantu
gelandangan dan pengemis untuk berprilaku normatif.
3.
Pecandu Narkoba
a. Pengertian
Kecanduan
terhadap narkoba adalah gangguan dalam otak yang disebabkan penyalahgunaan
narkoba sehingga menyebabkan pengulangan perilaku yang berlebihan dari orang
yang tidak atau susah berhenti terhadap obat-obatan walapun dengan resiko
berbahaya bagi tubuhnya. Jika mereka berhenti mengkonsumsi obat-obatan, maka
tubuh dari si pecandu akan menderita berlebih secara fisik, dan mereka mau
tidak mau harus memenuhi perasaan ketagihan tersebut dengan cara apapun.
Seorang
pecandu narkoba sudah tidak mampu lagi mengendalikan dirinya sendiri. Mereka hanya
sendirian tanpa perlu berfikir akan teman, keluarga atau lingkungan sekitarnya.
b. Ciri-Ciri
Pecandu Narkoba
Secara
umum, pecandu narkoba memiliki ciri-ciri:
1) anak
menjadi pemurung dan penyendiri
2) wajah
anak pucat dan kuyu
3) terdapat
bau aneh yang tidak biasa di kamar anak
4) matanya
berair dan tangannya gemetar
5) nafasnya
tersengal dan susuh tidur
6) badannya
lesu dan selalu gelisah
7) anak
menjadi mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua
Secara
khusus, sesuai dengan narkoba yang dikonsumsi, pecandu narkoba memiliki
ciri-ciri:
1) Pecandu
daun ganja : Cenderung lusuh, mata merah, kelopak mata mengattup terus, doyan
makan karena perut merasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat
pembicaraan lucu.
2) Pecandu
putauw : Sering menyendiri di tempat gelap sambil dengar musik, malas mandi
karena kondisi badan selalu kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis
terhadap lawan jenis.
3) Pecandu
inex atau ekstasi : Suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik house,
wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka keringatan, sering
minder setelah pengaruh inex hilang.
4) Pecandu
sabu-sabu : gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau
menatap mata jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karakternya dominan
curiga, apalagi pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada di
dalam ruangan ber-AC, suka marah dan sensitif.
c. Upaya
Penanganan
Agar
dapat pulih dari kecanduan, seorang pecandu narkoba harus menjalani beberapa
tahap pemulihan:
1) Tahap
rehabilitasi medis (detoksifikasi), pada tahap ini pecandu diperiksa seluruh
kesehatan fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokter inilah yang memutuskan
apakah pecandu perlu mendapat obat tertentu, misalnya untuk mengurangi gejala
putus zat (sakau). Pemberian obat pada tahap ini tergantung dari jenis narkoba
dan berat-ringannya gejala putus zat. Oleh karena itu dibutuhkan kepekaan,
pengalaman, dan keahlian dokter yang merawat pecandu.
2) Tahap rehabilitasi nonmedis, pada tahap ini
pecandu ikut dalam program rehabilitasi, dan di Indonesia sudah ada banyak
tempat rehabilitasi nonmedis dengan program therapeutic communities (TC), 12
steps, pendekatan keagamaan, dan lain sebagainya.
3) Tahap
bina lanjut (after care), pada tahap ini pecandu diberi kegiatan sesuai dengan
minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu juga dapat
kembali ke sekolah atau ke tempat kerjanya sambil tetap berada di bawah
pengawasan.
4.
Anak Jalanan
a. Pengertian
Anak
jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yangmempunyai
kegiatanekonomidi jalanan, namun masih memiliki hubungan dengankeluarganya.Tapi
hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikanacuan bagi
semua pihak.
Ditengah
ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokananak
jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori
anak jalanan, yaitu:
1) children
on the street Adalah anak -anak yang mempunyai kegiatanekonomi
di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak
jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal
bersamaorangtuanyadansenantiasa pulang kerumahsetiaphari, dan anak-anak yang
melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan
hubungan dengan keluarga dengancara pulang baik berkala ataupun dengan
jadwalyang tidak rutin.
2) Children
of the street Adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau
sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia
memutuskan hubungan denganorangtua atau keluarganya.
3) Children
in the street atau children from the families of the street Adalah
anak-anak yangmenghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari
keluarga yang hidup atautinggalnya juga di jalanan.
b. Factor
penyebab
Faktor
penyebab anak jalanan dibedakan kedalam dua factor yaitu factor intern dan
factor ekstern. Factor intern terdiri dari; sifat malas, tidak mau bekerja,
mental yang tidak kuat, cacat fisik, dan cacat psikis,sedangkan factor yang
dari luar atau ekstern adalah diantaranya;
1) Faktor
ekonomi, kurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan, akibat rendahnya pengadaan
perkapita dan tidak tercukupinya kebutuhan hidup ini akan menambah pengangguran
dalam masyarakat.
2) Factor
Geografis, daerah asal minus dan tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan
tanahnya dan ini mengakibatkan trasmigrasi.
3) Factor
social, arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurannya partisipasi
masyarakat dalam usaha kesejahteraan social.
4) Factor
pendidikan, relative rendahnya pendidikan yang menyebabkan kurannya bekal
hidup.
5) Factor
psikologis, perpecahan atau keretakan keutuhan persaudaraan dalam keluarga
6) Factor
kutural, pasrah kepada nasib dan adat istiadat yang merupakan hambatan dan
rintangan mental.
7) Factor
lingkungan, khususnya bagi gelandangan yang sudah berkeluarga atau mempunyai
anak, secara tidak langsung sudah nampak adanya pembibitan gelandangan.
8) Faktor
agama, kurangnya dasar ajaran agama, sehingga menyebabkan tipisnya iman,
membuat mereka tidak tahan menghadapi cobaan dan tidak mau berusaha.
c. Cara
Menganggulangi:
1) Tahap
persiapan, karena anak jalanan atau gelandangan biasanya merupakan anggota
masyarakat yang tidak pasti tempat tinggalnya, maka yang esensial bila mereka
ditampung untuk bersama-sama ditempatkan dalam satu rumah.
2) Tahap
penyesuaian, setelah mereka mau ditempatkan dalam satu rumah atau satu tempat
penampungan maka mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan baru
mereka, mereka diajarkan hal-hal yang sangat elementer, seperti bangun pagi
pada waktunya, sembahyang, mandi, membersihkan kamar, mask untuk makan bersama,
kemudian pada waktu yang telah ditentukan mulai belajar membac, menulis
menghitung, kegiatan-kegiatan ini harus ada tata tertibnya dan jika ada yang
melanggar harus mendapatkan sanksi yang sifatnya mendidik.
3) Tahap
pendidikan yang berkelanjutan, setelah tiga atau empat bulan mereka berada
dalam asrama atau rumah singgah, perlu diadakan evaluasi mengenai potensi
mereka untuk belajar agar mereka dapat disalurkan ke sekolah-sekolah formal
seperti SD N, karenanya pelajaran sejak semula harus diberikan guru dan dengan
jadwal yang ketat dan harus mendapat perhatian khusus.