MENYESUAIKAN DIRI DARI ANCAMAN DI
TEMPAT KERJA : STUDI KASUS
A. PENDAHULUAN
Banyak
article yang menulis bahwa banya pemberi pelayanan manusia/social menghadapi
beberapa masalah saat bekerja. Perhatian yang paling utama yaitu konselor atau
pekerja social yang sering menjadi korban kekerasan. Penelitian di Montana
melaporkan bahwa 33% pekerja perlindungan anak menerima ancaman kematian dari
konsumernya. Peranan dan fungsi konselor rehabilitasi berbeda dari yang para
professional sebutkan diatas.
Konselor
yang mengalami konflik dengan konsumernya sudah banyak yang didokumentasikan.
Di Montana, yang menyurvei 56 konselor rehabilitasi, 35% dari mereka telah
menerima ancaman kekerasan fisik, dan 13% menyebutjan bahwa mereka telah
menerima setidaknya satu ancaman kematian (Davis, 2008).
B. Tujuan
Tujuan utama dari fenomologi yaitu untuk menghasilkan
sebuah deskripsi yang mendalam dari peristiwa-peristiwa yang dialami setiap
hari, jadi sampai pada pemahaman pada peristiwa-peristiwa itu sendiri (McLeod,
2001, halaman 38). Pendekatan studi kasus fenomenologi dipilih untuk
mendapatkan sebuah deskripsi dari pengalaman dan reaksi konselor terhadap
persepsi mereka yang menerima ancaman.
C. Pendekatan
Teknik interview behavioral dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan pewawancara yang berbias. Hasil interview berupa
rekaman audio dan transcripnya. Dalam masing-masing dialog, penurunan
fenomenologi digunakan untuk menggambarkan hubungan antara pernyataan konselor
dengan penampilan krisis respektif mereka. Untuk tambahan,
interpretasi-intepretasi ditarik untuk mendukung rekomendasi-rekomendasi
spesifik untuk konselor, supervisor, dan administrasi.
D. Kejadian
Pada selasa siang di Agustus 2006, seseorang menelepon
kantor rehabilitasi setempat di sebuah kota di barat pegunungan. Ia meminta
untuk berbicara dengan konselor rehabilitasi khusus. Konselor itu sudah
berkecimpung selama 26 tahun, mengenali suara penelepon. Penelepon itu adalah
bekas klien dari agensi dengan sejarah ia mempunyai penyakit jiwa dan
ketergantungan zat kimia. Karena sejarahnya yang berkelakuan mengancam dan tidak
benar, penelepon itu sudah diinstruksikan untuk tidak mengontak staff
rehabilitasi. Seorang security harus mengeluarkanorang itu dari kepentingan
keamanan umum dari tempat ini. Penelepon meminta informasi tehntang prosedur
keamanan, dengan bertanya “siapa yang memesan senjata api ke dalam kantor?” .
Konselor membalas bahwa polisi sudah dipanggil jika ada kondisi yang tidak
aman. Penelepon kembali bertanya, “siapa yang memesan senjata api?” dan kembali
mereriakkan pertanyaan yang sama beberapa kali. Kemudian konselor menjawab, “
aku tidak akan berbicara padamu lagi mengenai ini” dan menutup telepon.
Penelepon marah dan mengancam si konselor. Beberapa hari berikutnya konselor
mengalami beberapa reaksi emosional dalam berbagai keadaan krisis.
E. Tahap
akut
Awalnya, ketika mengahadapi situasi yang mengfancam,
seseorang mengalami reaksi psikologi akut berkaitan dengan shovk dan
kebingungan. Reaksi itu menghasilkan kegelisihan, gejala ketidakwajaran,
ketakutan, imnosia, depresi, dan rasa tidak percaya. Konselor diatas member
gambaran pada kejadian dibawah ini yang terjadi dengan segera setelah menerima
telepon:
Interviewer: kapan anda menerima telepon? Apa yang
terjadi setelahnya?
Konselor: saya menulis sebisa saya ketika kondisi saya
sudah fresh. Saya ingin menulis apa yang saya bicaarakan di telepon. Anda
tahu... mencoba untuk meredam itu dan menyadari bahwa saya sedang melakukannya,
saya bergemertar. Pergelangan tangan saya selama saya menulis...
Interviewer: Apa yang anda pikirkan mengenai kondisi
anda?
Konselor: um... ketakutan saya rasa. Nadiku bergerak
cepat. Adrenalin mengalir cepat, mungkin itu gambaran yang bagus mengenai
keadaan saya.
Interviewer: apakah anda dapat focus pada pikiran
anda?
Konselor: saya focus pada percakapan dan itu membantu,
karana saya dapat focus padatugas khusus yang saya perlu untuk saya kerjakan.
Itu membantu saya untuk berkata, “saya sudah menulisnya di dalam kertas jadi
saya tidak akan melupakannya”
Reaksi pertama konselor yaitu ketakutan dan shock.
Rasa untuk perlu menulis detail dari kejadian itu tudak biasa pada kejadian
krisis seperti diatas. Individu dapat merespon diequilibrium emosional dengan mengendalika tingkah lagu yang membantunya
mengembalikan rasa untuk mengontrolnya. Sebagai tambahan, konselor adalah
seorang yang sudah lama berkecimpung dipekerjaannya dan mengeri pentingnya atay
merekam detail yang mudah dilupakan.
Konselor juga memberi gambaran tentang fantasi
ketakutan. Dalam situasi yang genting, beberapa orang mengalami keretakan antara
emosi dan pikiran rasionalnya. Situasi respon emosional lainnya secara kuat dirasakan
perlu untuk dukungan dan konsultasi.
F.
Tahap penyesuaian.
Tahap penyesuaian yang kadang mulai dalam 24 jam dari
kejadian, dikategorikan dengan percobaan untuk mendapat kontrol melalui
performance aktivitas rutin. Meskipun beberapa dapat beraktivitas normal,
proses internal krisis masih dalam kemajuan. Untuk kasus konselor, tahap
penyesuain dari kejadian itu tampak pada hari0hari berikutnya. Energi emosional
yang kuat perlu untuk diatur atau dapat berubah menjadi melumpuhkan ketakutan
dan kepanikan. Beberapa hari kemudian, konselor menyadari perlunya untuk mengambil
tindakan. Tindakan itu difokuskan usaha untuk menujukan krisis itu sendiri, dan
rtindakan lainnya yang muncul secara alami.
Nilai praktis dari pertemuan dengan supercisor dan staff adalah “untuk
member orang-orang keberanian” dengan demikian mengurangi potensi bahaya
tambahan.
Konselor juga memerlukan dukungan kontak dari kolega
atau keluarga. Dalam kasus ini, konselor dapat bertemu dengan peer mentor yang
sudah kenal selama beberapa tahun karena bekerja bersama. Para mentor juga
sangat penting dalam saat-saat susah dikarenakan status mereka sebagai orang
dalam yang berpegetahuan dan dihormati.
G.
Tahap penggabungan atau integrasi
Tahap integrasi dicapai ketika seseorang dalm keadaan
krisis dapat mengembalikan fungsi normal dan maju kedepan dengan perasaan bahwa
situasi krisis telah berhasil diselesaikan. Untuk itu, perlu untuk survivor
menjaga rasa control dan identitas (Callahan, 1997). Sebagai tambahan untuk
mengembalikan kondisi normal, hal2 yang perlu dilakukan pada tahap ini meliputi
usaha untuk memahami apa yang sudah terjadi dalam konteks yang luas, dan
kebutuhan untuk mendapat rasa untuk mengambil pelajaran yang tinggi dari suatu
pengalaman. Setelah tiga hari, konselor dalam studi kasus ini memfokuskan
banyak diakog internalnya pada pentingnya mengambil tindakan yang dipikirkan
matang2 dan tidak menjadi dihentikan dengan rasa ketidakkuatan.
Kebutuhan untuk mengembalikan situasi pada situasi
normal dibantu dengan peberian kekuatan dari support yang diterima dari
beberapa sumber. Pengarahan atau mentoring dari beberapa kolega sangat membantu
dalam situasi ini.
Aspek penting lainnya dari taha integrasi adalah
proses mereview situasi krisis dalam pencarian pelajaran yang dapat berguna
atau bernilai di masa depan. Hasil yang bermanfaat dari review tersebut adalah
kemungkinan mempelajari sesuatu yang dapat mencegah situasi krisis di masa
mendatang. Konselor pada kasus ini mengingat sedikit kejadian tetapi penting.
Dalam kejadian itu, individu yang mengancamnya sudah bertemu hanya melalui
kejadian yang kebetulan di dalam lobi dengan klien yang mengancam dan bersifat
bermusuhan lainnya.
Hasil dari memeperhatikan detail, disimpulkan bahwa
menjadwal permuan dengan klian di masa mendatang sebaiknya dirundingkan atau
dipertimbangkan karena untuk menghindari individu yang bermusuhan dan mengancam
dengan kesempatan untuk bertemu.
Salah satu ciri yang paling penting pada tahap ini
adalah pencarian arti sebagai hasil dari mereview pelajaran dari situasi krisis
tersebut. Konselor mencatat dalam pertanyaan bahwa kondisi krisis sudah
memberikannya penentraman hati dimana ia sudah tumbuh sebagai konselor selama
beberapa tahun.
Hal lainnya yang perlu dicatat dalam tahap ini adalah
mereview situasi krisis dapat memberikan kesempatan untuk nilai professional
inti untuk diklarifikasi atau dikuatkan.
H.
Diskusi dan Saran
Pengalaman
dari konselor merupakan salah sautu kejadian yang mungkin dialami oleh orange
yang bekerja pemberian jasa. Untuk mendukung konselor sebagai korban ancaman
dan untuk mengurangi efek negative dari ancaman2, penting untuk memahami respon alamu dan kebutuhan yang terjadi
sebagai hasil dari perasaan yang diancam. Konselor member gambaran atas
pengalamannya melalui tiga proses tahap dari penyesuaian psikologi dalam
menghadapi situasi krisis.
Tahap
pertama meliputi ketakutan, kebingungan, dan pembelaan diri. Fantasi ketakutan
adalah reasksi awal karena diancam. Pada tahap akut, konselor merasakan
kebutuhan yang kuat untuk berkomunikasi dengan administrasi dan asisten, keduanya
mendapat rasa dukungan dan untuk mengurangi bahaya untuk orang disekitarnya.
Konselor juga merekam atau mencatat detail kejadian yang sebisa mungkin ia
ingat.
Tahap
kedua meliputi usaha untuk mengembalikan rasa untuk mengontrol kejadian. Pada
tahap penyesuaian, konselor mengadakan wawancara dari kejadian tersebut dengan
supervisornya atau kolega yang dihormati. Pertemuan ini membantu untuk
memberikan dukungan emosional dan kontribusi untuk pemberian kekuatan melalui
tindakan. Hal ini juga memberikan kesempatan untuk memikirkan secara rasional
tentang situasi krisis tersebut.
Tahap
ketiga meliputi pemulihan harapan dan control, serta integrasi dari pengalama
dalam bingkai yang lebih lebar dari suatu referensi. Konselor dapat menempatkan
krisis pada perspective dalam beberapa cara. Pada tahap integrasi, konselor
dapat berkonsentrasi pada kebutuhan “caseload” dan tidak hanya sitiasi yang
mengancam. Ini juga penting bagi konselor untuk mengambil nilai dari
pengalamannya sebagai reflesi diri dan kesadaran untuk mempelajari situasi
dalam kondisi krisis. Pada akhirnya, konselor juga dapat melihat kondisi krisis
sebagai penguatan nilai2 yang bertahan lama dan tujuan yangb berhubugan dengan
pertumbuhan dan pelayanan professional.
Karena
keselamatan staff merupakan tanggung jawab dari agensi, administrator perlu
mengambil langkah untuk memastikan bahwa keselatan staff yang paling
utama.(Geiger-Brown.....). Respon awal dalah yang paling penting (Mc carthy...)
nilai dari pelatihan keamanan untuk karyawan tidak dapat ditekankan (Rey,....).
karyawan sebaiknya disiapkan untuk mengenali tadi peringatan verbal atau nonverbal
dari bahaya seperti tatapan mata, naiknya suara, dan gesture tangan (Davis,
2007). Karyawan sebaiknya juga diinstuksikan dalam metode respon, seperti
mengenali keberadaan orang lain yanh dapat berpotensi target ancaman, exit
location, dan area aman di dalam lokasi kerja (Jayaratne...)
Pelatihan
untuk kemungkinan krisis dapat menyiapkan konselor untuk merespon dengan
tindakan yang terencana, seperti peringatan asisten dan personel
administrative. Konselor sebaiknya mencatat detail kejadian yang dialami.
Catatan dokumentasi itu penting untuk membantu untuk mengingat kejadian. Selain
itu, tindakan merekam dapat membatu untuk menyalurkan emosi yang kuat menjadi
tindakan yang membangun, dan kemudian memberikan rasa untuk mengontrol keadaan.
Pelatihan juga dapat memperkuat kesadaraan konselor dalam kebutuhan untuk
menginformasikan supervisor dan administrator pada awal kondisi krisis dan
untuk memanfaatkan dugunga supervisory secara tepat.
Supervisor
dapat memudahkan proses penyesuaian dengan mendukung perencanaan realistic
untuk pengaturan kemungkinan rasional (Arthur...). supervision sebaiknya
memudahkan kebutuhan pengambilan tindakan dengan membantu menyelesaikan kemungkinan
dari tidakan yang tidak disukai penuh pengarahan yang positif dan resposis
daripada sikap bertahan dan membakang. Supervisor dapat mendukung konselor yang
sedang menyesuaikan dalam kondisi krisis untuk mencatat ketika pertanyaan
dirumah untuk sesi supervisi daripada kehawatiran atau mengalami insomnia. Peer
mentor dapat menjadi role model yang menstabilkan, sumber dari dukungan emosional,
dan pemberi pandangan atau saran yang credible.
I.
Keterkaitan dgn konseling rehabilitasi
Penyesuaian
diri merupakan salah satu strategi dalam konseling rehabilitasi dimana individu
berusaha untuk menyesuaikan kondisi yang ada dalam diri dengan kondisi yang
terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga ia mampu untuk bertahan dan
melangsungkan hidupnya. Berdasarkan penelitian ini, maka keterkaitannya dengan
konselor rehabilitasi yaitu berhubungan dengan tugas utama konselor dalam
konseling rehabilitasi untuk dapat memulihkan dan memunculkan kembali
fungsi-fungsi positive dalam diri individu pasca peristiwa atau trauma yang
pernah dialami agar individu tersebut dapat menjalankan fungsi positifnya
dengan baik sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama dengan
tempat kerja baru dengan cara menghilangkan kecemasan-kecemasan maupun ketakutan-ketakutan
yang timbul dalam dirinya. Selain itu, hasil penelitian ini juga mambantu para
konselor rehabilitasi agar lebih detail dan teliti dalam melakukan tahap-tahap
konseling khususnya untuk menghilangkan kecemasan di tempat kerja baru, serta
menimbulkan cara penyesuaian diri yang terinci bagi konseli yang menempati
lingkungan kerja baru.