Jumat, 22 Juni 2012

ADJUSTING TO TREAT IN THE WORKPLACE : A CASE STUDY



MENYESUAIKAN DIRI DARI ANCAMAN DI TEMPAT KERJA : STUDI KASUS

A.      PENDAHULUAN
Banyak article yang menulis bahwa banya pemberi pelayanan manusia/social menghadapi beberapa masalah saat bekerja. Perhatian yang paling utama yaitu konselor atau pekerja social yang sering menjadi korban kekerasan. Penelitian di Montana melaporkan bahwa 33% pekerja perlindungan anak menerima ancaman kematian dari konsumernya. Peranan dan fungsi konselor rehabilitasi berbeda dari yang para professional sebutkan diatas.
Konselor yang mengalami konflik dengan konsumernya sudah banyak yang didokumentasikan. Di Montana, yang menyurvei 56 konselor rehabilitasi, 35% dari mereka telah menerima ancaman kekerasan fisik, dan 13% menyebutjan bahwa mereka telah menerima setidaknya satu ancaman kematian (Davis, 2008).

B.      Tujuan
Tujuan utama dari fenomologi yaitu untuk menghasilkan sebuah deskripsi yang mendalam dari peristiwa-peristiwa yang dialami setiap hari, jadi sampai pada pemahaman pada peristiwa-peristiwa itu sendiri (McLeod, 2001, halaman 38). Pendekatan studi kasus fenomenologi dipilih untuk mendapatkan sebuah deskripsi dari pengalaman dan reaksi konselor terhadap persepsi mereka yang menerima ancaman.

C.      Pendekatan
Teknik interview behavioral dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan pewawancara yang berbias. Hasil interview berupa rekaman audio dan transcripnya. Dalam masing-masing dialog, penurunan fenomenologi digunakan untuk menggambarkan hubungan antara pernyataan konselor dengan penampilan krisis respektif mereka. Untuk tambahan, interpretasi-intepretasi ditarik untuk mendukung rekomendasi-rekomendasi spesifik untuk konselor, supervisor, dan administrasi.

D.      Kejadian
Pada selasa siang di Agustus 2006, seseorang menelepon kantor rehabilitasi setempat di sebuah kota di barat pegunungan. Ia meminta untuk berbicara dengan konselor rehabilitasi khusus. Konselor itu sudah berkecimpung selama 26 tahun, mengenali suara penelepon. Penelepon itu adalah bekas klien dari agensi dengan sejarah ia mempunyai penyakit jiwa dan ketergantungan zat kimia. Karena sejarahnya yang berkelakuan mengancam dan tidak benar, penelepon itu sudah diinstruksikan untuk tidak mengontak staff rehabilitasi. Seorang security harus mengeluarkanorang itu dari kepentingan keamanan umum dari tempat ini. Penelepon meminta informasi tehntang prosedur keamanan, dengan bertanya “siapa yang memesan senjata api ke dalam kantor?” . Konselor membalas bahwa polisi sudah dipanggil jika ada kondisi yang tidak aman. Penelepon kembali bertanya, “siapa yang memesan senjata api?” dan kembali mereriakkan pertanyaan yang sama beberapa kali. Kemudian konselor menjawab, “ aku tidak akan berbicara padamu lagi mengenai ini” dan menutup telepon. Penelepon marah dan mengancam si konselor. Beberapa hari berikutnya konselor mengalami beberapa reaksi emosional dalam berbagai keadaan krisis.

E.      Tahap akut
Awalnya, ketika mengahadapi situasi yang mengfancam, seseorang mengalami reaksi psikologi akut berkaitan dengan shovk dan kebingungan. Reaksi itu menghasilkan kegelisihan, gejala ketidakwajaran, ketakutan, imnosia, depresi, dan rasa tidak percaya. Konselor diatas member gambaran pada kejadian dibawah ini yang terjadi dengan segera setelah menerima telepon:
Interviewer: kapan anda menerima telepon? Apa yang terjadi setelahnya?
Konselor: saya menulis sebisa saya ketika kondisi saya sudah fresh. Saya ingin menulis apa yang saya bicaarakan di telepon. Anda tahu... mencoba untuk meredam itu dan menyadari bahwa saya sedang melakukannya, saya bergemertar. Pergelangan tangan saya selama saya menulis...
Interviewer: Apa yang anda pikirkan mengenai kondisi anda?
Konselor: um... ketakutan saya rasa. Nadiku bergerak cepat. Adrenalin mengalir cepat, mungkin itu gambaran yang bagus mengenai keadaan saya.
Interviewer: apakah anda dapat focus pada pikiran anda?
Konselor: saya focus pada percakapan dan itu membantu, karana saya dapat focus padatugas khusus yang saya perlu untuk saya kerjakan. Itu membantu saya untuk berkata, “saya sudah menulisnya di dalam kertas jadi saya tidak akan melupakannya”
Reaksi pertama konselor yaitu ketakutan dan shock. Rasa untuk perlu menulis detail dari kejadian itu tudak biasa pada kejadian krisis seperti diatas. Individu dapat merespon diequilibrium emosional dengan  mengendalika tingkah lagu yang membantunya mengembalikan rasa untuk mengontrolnya. Sebagai tambahan, konselor adalah seorang yang sudah lama berkecimpung dipekerjaannya dan mengeri pentingnya atay merekam detail yang mudah dilupakan.
Konselor juga memberi gambaran tentang fantasi ketakutan. Dalam situasi yang genting, beberapa orang mengalami keretakan antara emosi dan pikiran rasionalnya. Situasi respon emosional lainnya secara kuat dirasakan perlu untuk dukungan dan konsultasi.

F.       Tahap penyesuaian.
Tahap penyesuaian yang kadang mulai dalam 24 jam dari kejadian, dikategorikan dengan percobaan untuk mendapat kontrol melalui performance aktivitas rutin. Meskipun beberapa dapat beraktivitas normal, proses internal krisis masih dalam kemajuan. Untuk kasus konselor, tahap penyesuain dari kejadian itu tampak pada hari0hari berikutnya. Energi emosional yang kuat perlu untuk diatur atau dapat berubah menjadi melumpuhkan ketakutan dan kepanikan. Beberapa hari kemudian, konselor menyadari perlunya untuk mengambil tindakan. Tindakan itu difokuskan usaha untuk menujukan krisis itu sendiri, dan rtindakan lainnya yang muncul secara alami.  Nilai praktis dari pertemuan dengan supercisor dan staff adalah “untuk member orang-orang keberanian” dengan demikian mengurangi potensi bahaya tambahan.
Konselor juga memerlukan dukungan kontak dari kolega atau keluarga. Dalam kasus ini, konselor dapat bertemu dengan peer mentor yang sudah kenal selama beberapa tahun karena bekerja bersama. Para mentor juga sangat penting dalam saat-saat susah dikarenakan status mereka sebagai orang dalam yang berpegetahuan dan dihormati.

G.     Tahap penggabungan atau integrasi
Tahap integrasi dicapai ketika seseorang dalm keadaan krisis dapat mengembalikan fungsi normal dan maju kedepan dengan perasaan bahwa situasi krisis telah berhasil diselesaikan. Untuk itu, perlu untuk survivor menjaga rasa control dan identitas (Callahan, 1997). Sebagai tambahan untuk mengembalikan kondisi normal, hal2 yang perlu dilakukan pada tahap ini meliputi usaha untuk memahami apa yang sudah terjadi dalam konteks yang luas, dan kebutuhan untuk mendapat rasa untuk mengambil pelajaran yang tinggi dari suatu pengalaman. Setelah tiga hari, konselor dalam studi kasus ini memfokuskan banyak diakog internalnya pada pentingnya mengambil tindakan yang dipikirkan matang2 dan tidak menjadi dihentikan dengan rasa ketidakkuatan.
Kebutuhan untuk mengembalikan situasi pada situasi normal dibantu dengan peberian kekuatan dari support yang diterima dari beberapa sumber. Pengarahan atau mentoring dari beberapa kolega sangat membantu dalam situasi ini.
Aspek penting lainnya dari taha integrasi adalah proses mereview situasi krisis dalam pencarian pelajaran yang dapat berguna atau bernilai di masa depan. Hasil yang bermanfaat dari review tersebut adalah kemungkinan mempelajari sesuatu yang dapat mencegah situasi krisis di masa mendatang. Konselor pada kasus ini mengingat sedikit kejadian tetapi penting. Dalam kejadian itu, individu yang mengancamnya sudah bertemu hanya melalui kejadian yang kebetulan di dalam lobi dengan klien yang mengancam dan bersifat bermusuhan lainnya.
Hasil dari memeperhatikan detail, disimpulkan bahwa menjadwal permuan dengan klian di masa mendatang sebaiknya dirundingkan atau dipertimbangkan karena untuk menghindari individu yang bermusuhan dan mengancam dengan kesempatan untuk bertemu.
Salah satu ciri yang paling penting pada tahap ini adalah pencarian arti sebagai hasil dari mereview pelajaran dari situasi krisis tersebut. Konselor mencatat dalam pertanyaan bahwa kondisi krisis sudah memberikannya penentraman hati dimana ia sudah tumbuh sebagai konselor selama beberapa tahun.
Hal lainnya yang perlu dicatat dalam tahap ini adalah mereview situasi krisis dapat memberikan kesempatan untuk nilai professional inti untuk diklarifikasi atau dikuatkan.

H.      Diskusi dan Saran
Pengalaman dari konselor merupakan salah sautu kejadian yang mungkin dialami oleh orange yang bekerja pemberian jasa. Untuk mendukung konselor sebagai korban ancaman dan untuk mengurangi efek negative dari ancaman2, penting untuk  memahami respon alamu dan kebutuhan yang terjadi sebagai hasil dari perasaan yang diancam. Konselor member gambaran atas pengalamannya melalui tiga proses tahap dari penyesuaian psikologi dalam menghadapi situasi krisis.
Tahap pertama meliputi ketakutan, kebingungan, dan pembelaan diri. Fantasi ketakutan adalah reasksi awal karena diancam. Pada tahap akut, konselor merasakan kebutuhan yang kuat untuk berkomunikasi dengan administrasi dan asisten, keduanya mendapat rasa dukungan dan untuk mengurangi bahaya untuk orang disekitarnya. Konselor juga merekam atau mencatat detail kejadian yang sebisa mungkin ia ingat.
Tahap kedua meliputi usaha untuk mengembalikan rasa untuk mengontrol kejadian. Pada tahap penyesuaian, konselor mengadakan wawancara dari kejadian tersebut dengan supervisornya atau kolega yang dihormati. Pertemuan ini membantu untuk memberikan dukungan emosional dan kontribusi untuk pemberian kekuatan melalui tindakan. Hal ini juga memberikan kesempatan untuk memikirkan secara rasional tentang situasi krisis tersebut.
Tahap ketiga meliputi pemulihan harapan dan control, serta integrasi dari pengalama dalam bingkai yang lebih lebar dari suatu referensi. Konselor dapat menempatkan krisis pada perspective dalam beberapa cara. Pada tahap integrasi, konselor dapat berkonsentrasi pada kebutuhan “caseload” dan tidak hanya sitiasi yang mengancam. Ini juga penting bagi konselor untuk mengambil nilai dari pengalamannya sebagai reflesi diri dan kesadaran untuk mempelajari situasi dalam kondisi krisis. Pada akhirnya, konselor juga dapat melihat kondisi krisis sebagai penguatan nilai2 yang bertahan lama dan tujuan yangb berhubugan dengan pertumbuhan dan pelayanan professional.
Karena keselamatan staff merupakan tanggung jawab dari agensi, administrator perlu mengambil langkah untuk memastikan bahwa keselatan staff yang paling utama.(Geiger-Brown.....). Respon awal dalah yang paling penting (Mc carthy...) nilai dari pelatihan keamanan untuk karyawan tidak dapat ditekankan (Rey,....). karyawan sebaiknya disiapkan untuk mengenali tadi peringatan verbal atau nonverbal dari bahaya seperti tatapan mata, naiknya suara, dan gesture tangan (Davis, 2007). Karyawan sebaiknya juga diinstuksikan dalam metode respon, seperti mengenali keberadaan orang lain yanh dapat berpotensi target ancaman, exit location, dan area aman di dalam lokasi kerja (Jayaratne...)
Pelatihan untuk kemungkinan krisis dapat menyiapkan konselor untuk merespon dengan tindakan yang terencana, seperti peringatan asisten dan personel administrative. Konselor sebaiknya mencatat detail kejadian yang dialami. Catatan dokumentasi itu penting untuk membantu untuk mengingat kejadian. Selain itu, tindakan merekam dapat membatu untuk menyalurkan emosi yang kuat menjadi tindakan yang membangun, dan kemudian memberikan rasa untuk mengontrol keadaan. Pelatihan juga dapat memperkuat kesadaraan konselor dalam kebutuhan untuk menginformasikan supervisor dan administrator pada awal kondisi krisis dan untuk memanfaatkan dugunga supervisory secara tepat.
Supervisor dapat memudahkan proses penyesuaian dengan mendukung perencanaan realistic untuk pengaturan kemungkinan rasional (Arthur...). supervision sebaiknya memudahkan kebutuhan pengambilan tindakan dengan membantu menyelesaikan kemungkinan dari tidakan yang tidak disukai penuh pengarahan yang positif dan resposis daripada sikap bertahan dan membakang. Supervisor dapat mendukung konselor yang sedang menyesuaikan dalam kondisi krisis untuk mencatat ketika pertanyaan dirumah untuk sesi supervisi daripada kehawatiran atau mengalami insomnia. Peer mentor dapat menjadi role model yang menstabilkan, sumber dari dukungan emosional, dan pemberi pandangan atau saran yang credible.

I.        Keterkaitan dgn konseling rehabilitasi
Penyesuaian diri merupakan salah satu strategi dalam konseling rehabilitasi dimana individu berusaha untuk menyesuaikan kondisi yang ada dalam diri dengan kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga ia mampu untuk bertahan dan melangsungkan hidupnya. Berdasarkan penelitian ini, maka keterkaitannya dengan konselor rehabilitasi yaitu berhubungan dengan tugas utama konselor dalam konseling rehabilitasi untuk dapat memulihkan dan memunculkan kembali fungsi-fungsi positive dalam diri individu pasca peristiwa atau trauma yang pernah dialami agar individu tersebut dapat menjalankan fungsi positifnya dengan baik sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama dengan tempat kerja baru dengan cara menghilangkan kecemasan-kecemasan maupun ketakutan-ketakutan yang timbul dalam dirinya. Selain itu, hasil penelitian ini juga mambantu para konselor rehabilitasi agar lebih detail dan teliti dalam melakukan tahap-tahap konseling khususnya untuk menghilangkan kecemasan di tempat kerja baru, serta menimbulkan cara penyesuaian diri yang terinci bagi konseli yang menempati lingkungan kerja baru.

Littlre snake pin