Teknik-teknik dalam
melangsungkan konseling dengan pendekatan konseling behavioral tidak hanya
tertuju pada hukum-hukum belajar, akan tetapi dapat diterapkan dengan pemaduan
pendekatan lain yang muaranya sama pada batasan perubahan tingkah laku nyata,
baik dalam menampilkan tingkah laku baru maupun menghilangkan tingkah laku yang
tidak diinginkan. Adapun teknik konseling behavioral dikelompokkan dalam tiga
bagian yaitu :
a.
Teknik Memperkuat Tingkah Laku
1) Shaping, adalah
mengganjarkan tingkah laku dengan terus menerus melakukan aproksimasi dan
membuat rantai hubungan. Tingkah laku yang tidak pernah dimunculkan tidak dapat
direinfors. Shaping dilakukan melalui sejumlah pendekatan yang berangsur, dan
dalam prosesnya akan terdapat tingkah laku yang direinfors dan ada yang tidak.
Pada setiap tahap, konselor diharapkan dapat memberikan reinfors sampai pada
tahap perilaku yang diinginkan itu muncul.
Contoh : lelaki yang
takut berhubungan dengan wanita :
Proses shaping : Menatap-tersenyum-menyapa-menciptakan
percakapan-berkenalan-mengajak makan malam-pacaran.
2) Behavior Contract,
yaitu kontrak tingkah laku yang syarat mutlaknya terdapat pada batasan yang
cermat mengenai problem klien, situasi dimana hal itu diekspresikan, dan
kesediaan klien dalam prosedur. Konselor hendaknya merincikan tugas yang mesti
dilakukan klien dan kriteria sukses yang direinforcement. Caranya adalah dengan
(a) menyatakan kontrak dalam kalimat positif, (b) mengatur tugas dan kriteria
yang mungkin dicapai, (c) memberi penguatan secepat mungkin, (d) mendorong
individu untuk mengembangkan self-reinforcing, dan (e) menggunakan kontrak
bertingkat yang mengacu pada tugas, kemudian diikuti hadiah yang
menimbulkan kontrak baru, dan seterusnya.
3) Assertive Training,
yaitu latihan ketegasan, dengan menggunakan teknik latihan permainan peran.
Proses shaping terjadi apabila tingkah laku baru mendekati tingkah laku yang
diinginkan. Latihan ini dapat diberikan kepada klien dengan kriterium masalah
(Corey, 2007) sebagai berikut antara lain :
- Orang yang
tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya
- Orang yang
memiliki kesopanan yang berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil
keuntungan daripadanya
- Orang yang
berkesulitan mengatakan “tidak”
- Orang yang
berkesulitan menyatakan kecintaan dan respon-respon positif lainnya
- Orang yang
merasa tidak mempunyai hak untuk menyatakan perasaan dan pikirannya
b.
Modelling
Penggunaan model dalam
konseling ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru dengan mengamati
model dan mempelajari keterampilannya. Teknik ini juga diperuntukkan bagi klien
yang telah memiliki pengetahuan tentang penampilan tingkah laku tetapi
belum dapat menampilkannya. Proses terapeutik dalam bentuk Modelling ini akan
membantu/mempengaruhi tingkah laku yang lemah atau memperkuat tingkah laku yang
siap dipelajari dan memperlancar respon. Teknik konseling Modelling ini dapat
berupa :
1)
Proses Mediasi, yaitu proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan
recall asosiasi antara stimulus dan respon dalam ingatan. Dalam prosesnya,
mediasi melibatkan empat aspek yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik,
dan insentif. Atensi pada respon model akan diretensi dalam bentuk simbolik dan
diterjemahkan kembali dalam bentuk tingkah laku (reproduksi motorik) yang
insentif.
2)
Live Model dan Symbolic Model, yaitu model hidup yang diperoleh klien
dari konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah laku yang sesuai, pengaruh
sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan konselor pun dalam
keseluruhan proses konseling akan membawa pengaruh langsung (live model) baik
dalam sikap yang hangat maupun dalam sikap yang dingin. Sedangkan symbolic
model dapat ditunjukkan melalui film, video, dan media rekaman lainnya.
3)
Behavior Rehearsal, yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk gladi dengan
cara melakukan atau menampilkan perilaku yang mirip dengan keadaan sebenarnya.
Bagi klien teknik ini sekaligus dapat dijadikan refleksi, koreksi, dan balikan
yang ia peroleh dari konselor dalam upaya mengetahui apa yang seharusnya
ia lakukan dan ia katakana.
4) Cognitive
Restructuring, yaitu proses menemukan dan menilai kognisi seseorang,
memahami dampak negatif pemikiran tertentu terhadap tingkah laku, dan belajar
mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistic dan lebih
cocok. Teknik ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang korektif,
belajar mengendalikan pemikiran sendiri, menghilangkan keyakinan irrasional,
dan menandai kembali diri sendiri.
5) Covert Reinforcement,
yaitu teknik yang memakai imajinasi untuk menghadiahi diri sendiri. Teknik ini
dapat dilangsungkan dengan meminta klien untuk memasangkan antara tingkah laku
yang tidak dikehendaki dengan sesuatu yang sangat negatif, dan memasangkan
imaji sesuatu yang dikehendaki dengan imaji sesuatu yang ekstrim positif.
c.
Teknik Melemahkan Tingkah Laku
1)
Extinction, yaitu proses mengurangi frekuensi terjadinya suatu tingkah
laku dengan menghilangkan reinforcementnya.
2)
Reinforcing Incompatible Behavior, yaitu proses memperkuat tingkah laku
positif dengan memberikan reinforcers pada respon yang diinginkan dan
mengurangi tingkah laku yang negatif dengan cara mengabaikannya.
3) Relaxation Training,
yaitu teknik rileksasi untuk menanggulangi tekanan-tekanan (stress) yang
ditimbulkan oleh keadaan hidup sehari-hari. Teknik ini diberikan kepada klien
agar memperoleh pengenduran otot-otot dan mental yang terganggu tersebut.
4)
Systematic Desensitization, yaitu prosedur terapeutik yang dipakai
dalam berbagai keadaan yang berhubungan dengan kecemasan, ketakutan, dan reaksi
phobia. Dalam teknik ini, klien dilatih untuk rileks selama kurang lebih 30
menit, dan kemudian klien menyusun situasi stimulus yang didalamnya mereka mengalami
cemas. Sedangkan konselor membantu mengidentifikasi dan menyusun situasi dari
pengalaman yang tingkat kecemasannya rendah sampai yang tertinggi.
Setelah klien benar-benar
rileks, konselor dapat memulai teknik terapeutik dengan cara meminta klien
memejamkanmatanya dan konselor mulai menggambarkan seri-seri adegan dan meminta
klien untuk membayangkan dirinya dalam setiap adegan tersebut. Konselor
bergerak secara progresif ke hierarki sampai klien memberikan tanda mengalami
kegelisahan. Adegan dihentikan apabila klien mampu tetap rilek dalam
reinforcement yang sebelumnya dianggap menggelisahkan.
5)
Satiation, yaitu proses memberikan reinforcement yang berlebihan
sehingga reinforcement kehilangan nilainya sebagai penguat. Satiation dapat
dilakukan dengan membanjiri klien dengan stimulus yang sama hingga stimulus
tidak lagi direspon.
Sumber Bacaan :
Bernard.P, 1990 : Empat
Teori Kepribadian. Restu Agung. Jakarta
Corey (alih bahasa :
Koeswara), 2007 : Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika
Aditama. Bandung.
Hansen, J.C. 1977 : Counseling
Theory and Proces. Allyn and Bacon, Inc. Boston.
Modul, 1994 : Pendekatan-Pendekatan
Modern dalam Konseling. IKIP Malang.