A.
Asumsi Dasar
1. Belajar bisa diperoleh melalui
pengalaman langsung bisa juga diperoleh secara tidak langsung dnegan mengamati
tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya.
2. Bahwa segenap tingkah laku adalah
dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku
neurotik learned, maka bisa unlearned (dihapus dari ingatan) dan tingkah laku
yang lebih efektif bisa diperoleh.
B.
Pengertian Modeling
Modeling berakar dari teori Albert
Bandura dengan teori belajar sosial. Penggunaan teknik modeling atau penokohan
telah dimulai pada akhir tahun 50-an, meliputi tokoh nyata, tokoh film, tokoh
imajinasi atau imajiner. Beberapa istilah yang digunakan adalah penokohan (modeling), peniruan (imitation),
dan belajar melalui pengamatan (observational learning). Penokohan istilah yang
menunjukan terjadinya proses belajar melalui pengamatan (observational
learning) terhadap orang lain dan perubahan terjadi melalui peniruan.
Peniruan (imitation) menunjukkan bahwa perilaku orang lain yang diamat, yang
ditiru, lebih merupakan peniruan terhadap apa yang dilihat dan yang diamati.
Proses belajar melalui pengamatan menunjukkan terjadinya proses belajar setelah
mengamati perilaku pada orang lain.
Perry dan Furukawa (dalam Abimanyu dan
Manrihu 1996) mendefinisikan modeling
sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang
individu atau kelompok, sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi
pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau tingkah laku sebagai bagian dari individu
yang lain yang mengobservasi model yang ditampilkan. Teknik modeling ini
adalah suatu komponen dari suatu strategi
dimana konselor menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi
tujuan. Model dapat berupa model sesungguhnya (langsung) dan dapat pula
simbolis. Model sesungguhnya adalah orang, yaitu konselor, guru, atau teman
sebaya. Di sini konselor bisa menjadi model langsung dengan mendemonstrasikan
tingkah laku yang dikehendaki dan mengatur kondisi optimal bagi konseli untuk
menirunya. Model simbolis dapat disediakan melalui material tertulis seperti:
film, rekaman audio dan video, rekaman slide, atau foto. Teknik modeling ini
juga bisa dilakukan dengan meminta konseli mengimajinasikan seseorang melakukan
tingkah laku yang menjadi target seperti yang dilakukan dalam ‘modeling
terselubung’.
Suatu cara penting wahana individu
belajar merespon pada situasi adalah dengan mengamati orang-orang lain. Tingkah
laku motor komplek, pola verbal rumit, dan ketrampilan sosial yang halus, juga
berbagai reaksi emosional, terhadap stimuli sosial lainnya, dapat dipelajari
melalui pengamatan(observasi) (Bandura, 1969, Bourdon, 1970). Sebagian belajar
ini bersifat sengaja, tapi umumnya berlangsung insidentil, tak sengaja.
Sehingga, kecakapan-kecakapan sosial
tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model
yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang
bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati
obyek-obyek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat
yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri juga bisa
dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan
kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh
tingkah laku model-model yang menempati status tinggi dan terhormat di mata
mereka sebagai pengamat.
C.
Jenis-Jenis Teknik Modeling
Menurut Bandura (dalam Alwisol,2009 :
292) menyatakan bahwa jenis-jenis modeling ada empat yaitu :
1. Modeling tingkah laku baru
Melalui
taknik modeling ini orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan
karena adanya kemmapuan kognitif. Stimulasi tinngkah laku model ditransformasi
menjadi gambaran mental dan symbol verbal yang dapat diingat dikemudian hari.
Ketrampilan kognitif simbolik ini membuat orang mentransformasi apa yang
didapat menjadi tingkah laku baru.
2. Modeling mengubah tingkah laku lama
Dua
macam dampak modeling terhadap tingkah laku lama. Pertama tingkah laku model
yang diterima secara social memperkuat respon yang sudah dimiliki. Kedua,
tingkah laku model yang tidak diterima secara social dapat memperkuat atau memperlemah tingkah laku yang tidak
diterima itu. Bila diberi suatu hadiah maka orang akan cenderung meniru tingkah
laku itu, bila dihukum maka respon tingkah laku akan melemah.
3. Modeling simbolik
Modeling yang berbentuk simbolik
biasanya didapat dari model film atau televisi yang menyajikan contoh tingkah
laku yang dapat mempengaruhi pengamatnya.
4. Modeling kondisioning
Modeling ini banyak dipakai untuk mempelajari
respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang
mendapat penuatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat,
dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya saat dia mengamati model
itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran
emosional model yang diamati.
PraktIk teknik modeling yang sering
digunakan konselor dapat berupa sebagai berikut :
1. Proses Mediasi
Yaitu
proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan recall asosiasi antara
stimulus dan respon dalam ingatan. Dalam prosesnya, mediasi melibatkan empat aspek yaitu atensi,
retensi, reproduksi motorik, dan insentif. Atensi pada respon model akan
diretensi dalam bentuk simbolik dan diterjemahkan kembali dalam bentuk tingkah
laku (reproduksi motorik) yang insentif.
2. Live Model dan Symbolic Model
Yaitu model hidup yang diperoleh klien
dari konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah laku yang sesuai, pengaruh
sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan konselor pun dalam
keseluruhan proses akan membawa pengaruh langsung (live model) baik dalam sikap
yang hangat maupun dalam sikap yang dingin. Sedangkan symbolic model dapat
ditunjukkan melalui film, video, dan media rekaman lainnya.
3. Behavior Rehearsal
Yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk
gladi dengan cara melakukan atau menampilkan perilaku yang mirip dengan keadaan
sebenarnya. Bagi klien teknik ini sekaligus dapat dijadikan refleksi, koreksi,
dan balikan yang ia peroleh dari
konselor dalam upaya mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan ia katakana.
4. Cognitive Restructuring
Yaitu proses menemukan dan menilai
kognisi seseorang, memahami dampak negatif pemikiran tertentu terhadap tingkah
laku, dan belajar mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih
realistic dan lebih cocok. Teknik ini dapat dilakukan dengan memberikan
informasi yang korektif, belajar mengendalikan pemikiran sendiri, menghilangkan
keyakinan irrasional, dan menandai kembali diri sendiri.
5. Covert Reinforcement
Yaitu teknik yang memakai imajinasi
untuk menghadiahi diri sendiri. Teknik ini dapat dilangsungkan dengan meminta
klien untuk memasangkan antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan
sesuatu yang sangat negatif, dan memasangkan imaji sesuatu yang dikehendaki
dengan imaji sesuatu yang ekstrim positif.
D.
Karakteristik
1. Menggunakan model, baik model langsung
maupun simbolis.
2. Konseli belajar melalui observasi.
3. Menghapus hasil belajar yang maladaptif
dengan belajar tingkah laku yang lebih adaptif.
4. Konselor memberikan balikan segera
dalam bentuk komentar atau saran.
E.
Tujuan
1. Untuk Mendapatkan tingkah laku sosial
yang lebih adaptif.
2. Agar konseli bisa belajar sendiri
menunjukkan perbuatan yang dikehendaki tanpa harus belajar lewat trial and
error.
3. Membantu konseli untuk merespon hal-
hal yang baru
4. Melaksanakan tekun respon- respon yang
semula terhambat/ terhalang
5. Mengurangi respon- respon yang tidak
layak
F.
Prinsip
1. Pemberian pengalaman-pengalaman belajar
sebagai proses penghapusan hasil belajar yang maladaptif.
2. Model sebagai stimulus terjadinya
pikiran, sikap, dan perilaku bagi pengamat (konseli).
3. Individu (konseli) mengamati model
(tingakh laku yang nampak dan spesifik) kemudian diperkuat untuk mencontohnya.
4. Status dan kehormatan model amat
berarti, karena keberhasilan teknik ini tergantung pada persepsi konseli
terhadap model yang diamati.
5. Adegan yang lebih dari satu dapat
menggambarkan situasi-situasi yang berbeda dimana tingkah laku ketegasan
biasanya diperlukan (cocok).
G.
Manfaat
1. Memberikan pengalaman belajar yang bisa
dicontoh oleh konseli.
2. Menghapus hasil belajar yang tidak
adaptif.
3. Memperoleh tingkah laku yang lebih
efektif.
4. Mengatasi gangguan-gangguan
keterampilan sosial, gangguan reaksi emosional dan pengendalian diri.
H. Kelebihan
dan Kekurangan
1. Kelebihan Teknik Modeling
Dengan teknik modeling konseli bisa
mengamati secara langsung seseorang yang dijadikan model baik dalam bentuk live model ataupun symbolic model , sehingga konseli bisa dengan cepat memahami
perilaku yang ingin diubah dan bisa mendapatkan perilaku yang lebih efektif.
2. Kekurangan Teknik Modeling
a. Keberhasilan teknik modeling tergantung
persepsi konseli terhadap model. Jika konseli tidak menaruh kepercayaan pada
model, maka konseli akan kurang mencontoh tingkah laku model tersebut.
b. Jika model kurang bisa memerankan
tingkah laku yang diharapkan, maka tujuan tingkah laku yang didapat konseli
bisa jadi kurang tepat.
c. Bisa jadi konseli menganggap modeling
ini sebagai keputusan tingkah laku yang harus ia lakukan, sehingga konseli
akhirnya kurang begitu bisa mengadaptasi model tersebut sesuai dengan gayanya
sendiri.
I.
Tahap-tahap atau Langkah-langkah Modeling
1.
Meminta
konseli untuk memperhatikan apa yang harus ia pelajari sebelum model
didemonstrasikan.
2.
Memilih
model yang serupa dengan konseli dan memilih siapa yang bisa mendemonstrasikan
tingkah laku yang menjadi tujuan dalam bentuk tiruan.
3.
Menyajikan
demonstrasi model tersebut dalam urutan skenario yang memperkecil stress bagi
konseli. Konseli bisa terlibat dalam demonstrasi perilaku ini.
4.
Meminta
konseli menyimpulkan apa yang ia lihat setelah demonstrasi tersebut.
5. Adegan yang dilakukan bisa jadi lebih
dari satu. Sesudah model ditampilkan, konseli dapat diminta untuk meniru
memperagakan tingkah laku model itu yang paling baik konselor dapat menekankan
bagian-bagian mana dari perbuatan tersebut yang penting, dan kemudian mengulang
tingkah laku yang diharapkan untuk dilakukan selanjutnya. Konseli didorong
untuk melakukan kembali tingkah laku tersebut. Dalam hal ini konselor
memberikan balikan dengan segera dalam bentuk komentar atau saran.
Soetarlinah Soekadji (1983 : 81)
menjelaskan bahwa prosedur modeling berlangsung dalam 2 tahap, yaitu :
1. Tahap Pemilikan.
Tahap
pemilikan adalah tahap masuknya perilaku
dalam perbendaharaan perilaku subjek, ialah subjek memperoleh dan memepelajari
perilaku teladan yang diamati. Pengamatan intensif dan mengesankan,
mempercepat pemilikan perilaku ini. Namun pengamatan tidak intensifpun bila
berulang-ulang dapat menimbulkan perilaku meniru. Karena itu, orang-orang dalam
suatu kelompok pergaulan cenderung berperilaku serupa, salah satu sebab karena
saling meniru, sengaja atau tidak sengaja.
2. Tahap Pelaksanaan.
Pada
tahap ini subjek melakukan perilaku yang telah dipelajari dari teladan. Pada
tahap pelaksanaan, subjek sudah memiliki perilaku yang dicontoh tapi belum
melaksanakan sebagai perilakunya sendiri. Pelaksanaan baru dapat diwujudkan
bila faktor-faktor penunjang ada. Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan
adalah faktor pengukuhan, baik yang dialami subjek sendiri, maupun yang
diperoleh lewat pengamatan, ialah melihat orang lain yang melaksanakan perilaku
teladan mendapat pengukuh (vicarious reinforcement).
J.
Relevansi
Teknik modeling ini relevan untuk
diterapkan pada konseli yang mengalami gangguan-gangguan reaksi emosional atau
pengendalian diri, kekurangterampilan kecakapan-kecakapan sosial, keterampilan
wawancara pekerjaan, ketegasan, dan juga mengatasi berbagai kecemasan dan rasa
takut seperti phobia, kecemasan dengan serangan-serangan panik, dan obsesif
kompulsif.
Teknik ini sesuai diterapkan pada
konseli yang mempunyai kesulitan untuk belajar tanpa contoh, sehingga dia
memerlukan contoh/ model perilaku secara konkret untuk dilihat/ diamati sebagai
pembelajaran pembentukan tingkah laku konseli. Jadi, konseli bisa belajar
sendiri menunjukkan perilaku yang dikehendaki tanpa harus mengalaminya langsung
(trial and error).
K. Beberapa
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Modeling
1.
Attention
Perlu
adanya perhatian yang dipersiapkan lebih dulu, jika model kurang menarik
perhatian, tidak disukai , atau klien/individu sedang mengantuk, lapar dan
tidak nyaman, proses modeling terganggu karena lemahnya perhatian
2.
Retention
Kita perlu
menyimpan informasi dalam ingatan dengan lebih dulu memberikan tanda dalam bentuk gambar atau bahasa sebagai
bagian perilaku kita.
3.
Reproduction
Kemampuan
mengingat kembali dan memanggil materi ingatan dari dan menterjemahkannya dalam perilaku yang
nyata. Dimulai dengan membayangkan perilaku model yang kita lakukan sendiri
dalam bayangan kita yang kemudian akan membantu kita menerapkannya dalam
perilaku nyata.
4.
Motivation
Dorongan
dari dalam individu dapat dipengaruhi oleh reinforcement yang dulu pernah
diperoleh setelah melakukan perilaku tertentu (past reinforcement),
reinforcement yang dijanjikan misal insentif (promised reinforcements) dalam
bayangan kita dan karena melihat dan
mengingat reinforce yang telah diterima model (vicarious reinforcement).
Menurut Bandura, punishment tidak bekerja dengan baik dan seefektif reward
dalam modeling ini (Sadmoko:2010).
Sumber
materi:
Soekadji,
S. et al. 1983. Modifikasi Perilku:
Penerapan Sehari-hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta
Komalasari,
G. et al. 2011. Teori dan Teknik
Konseling. Jakarta: Indeks
VERBATIM TEKNIK MODELING
Pelaku
|
Dialog
|
Teknik
|
Konseli
|
(mengetuk
pintu) “Assalamu’alaikum”
|
|
Konselor
|
“Wa’alaikumussalam
wr.wb.” (membuka pintu dan tersenyum)
“Halo..
Silahkan duduk. Pilih tempat mana yang menurutmu nyaman. (sambil menunjukkan
beberapa kursi kosong di ruang BK).
|
Opening
|
Konseli
|
(dengan
malu-malu) “Mmm.. saya duduk disini saja bu terimakasih. ” (duduk).
|
|
Konselor
|
“Ibu baru
melihat kamu ke ruang BK?, nama kamu siapa?”
|
Topik
Netral
|
Konseli
|
“Nama
saya Gilang bu, saya murid kelas X bu. Mmm... Ibu benar yang namanya ibu Erma
kan?”
|
|
Konselor
|
“Iya
Gilang, saya ibu Erma guru BK di sekolah ini. Gilang kelas berapa?”
|
|
Konseli
|
“Saya
kelas X-C bu.”
|
|
Konselor
|
“Bagaimana
perasaanmu sudah masuk kelas X ini?”
|
|
Konseli
|
(menunduk
dan berkata dengan nada berat) “Senang si bu.”
|
|
Konselor
|
“Gilang
tadi bilang senang, tetapi ibu melihat wajah kamu menunduk. Mungkin bisa
diungkapkan disini kepada ibu?”
|
Konfrontasi.
Peralihan.
|
Konseli
|
“Mmm iya
bu. Saya datang kesini ingin meminta saran dari ibu tentang masalah saya.”
|
|
Konselor
|
“Begini
Gilang, disini nanti masalah yang akan kamu ungkapkan kita bicarakan bersama,
kita bahas dan kita cari jalan keluarnya bersama. Begitu Gilang, bagaimana?”
|
Strukturing
(role limit)
|
Konseli
|
“Iya bu,
saya mengerti.”
|
|
Konselor
|
“Oke
kalau begitu. Sekarang silahkan Gilang cerita masalah yang dialami Gilang.”
|
|
Konseli
|
“Begini
bu, saya tidak mempunyai banyak teman. Dari SMP teman saya itu hanya orang
yang tiap kali sebangku sama saja bu.”
|
|
Konselor
|
“Hanya
orang yang tiap kali sebangku saja?”
|
Restatement
|
Konseli
|
“Iya bu.”
|
|
Konselor
|
“Bisa
diceritakan kepada ibu perjalanan pertemananmu dari SMP sampai sekarang?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Mmm..
waktu SMP saya masuk kelas VII saya senang sekali bu. Saya sudah bisa percaya
diri, saya memulai berkenalan dengan yang lain. Saya mendekati beberapa anak,
tetapi saat berkenalan saya langsung ditolak bu. Saya dibilang culun dan
mereka langsung menertawakan saya. Saya jadi down dan enggan untuk memulai
perkenalan sampai sekarang bu.”
|
|
Konselor
|
“Tidak
mau lagi memulai perkenalan?. Gilang bilang tadi kalau mempunyai teman dan
teman-teman Gilang adalah orang yang tiap kali duduk sebangku dengan Gilang.
Coba ceritakan kepada ibu bagaimana kamu bisa berkenalan dengan teman
sebangkumu?”
|
Restatement
|
Konseli
|
“Sampai
sekarang, setiap saya mempunyai teman sebangku. Teman sebangku saya dulu yang
memulai perkenalan bu.”
|
|
Konselor
|
“O-oh
begitu. Menurut kamu apakah semua orang yang akan kamu ajak berkenalan
seperti orang-orang saat SMP yang menertawakanmu saat kamu mengajak mereka
berkenalan?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Mmmmmm...
Enggak si bu... Tapi saya sudah down dulu bu.”
|
|
Konselor
|
“Dengan
kata lain, Gilang merasa tidak percaya diri untuk memulai berkenalan dengan
orang lain?”
|
Klarifikasi
|
Konseli
|
“Iya bu..
apalagi saya seperti ini. Culun bu.”
|
|
Konselor
|
“Menurut Gilang,
orang yang seperti apa yang dapat diterima oleh orang lain saat memulai
perkenalan terlebih dahulu?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Mmm...
Kalau menurut saya, semua orang dapat memulai perkenalan terlebih dulu bu.
Tapi terkadang penampilan fisik mendukung bu dalam perkenalan.”
|
|
Konselor
|
“Apakah
penampilan fisik menjamin seseorang lancar saat memulai perkenalan dengan
orang lain?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Mmmm...
Enggak juga si bu.. itu tergantung bagaimana cara orang itu memulai
perkenalannya.”
|
|
Konselor
|
“Menurut
kamu, cara memulai perkenalan itu seperti apa?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Mmm..
menurut saya cara memulai perkenalan itu ya dengan cara yang sopan, seperti
senyum, bicaranya tidak menggunakan nada yang tinggi dan kasar.”
|
|
Konselor
|
“Oke..
Gilang tadi mengatakan bahwa setiap perkenalan yang memulai sampai sekarang
adalah teman sebangku Gilang. Bisa diceritakan lebih lanjut tentang teman
sebangkumu yang sekarang, bagaimana dia memulai berkenalan dengan kamu?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Teman
sebangku saya namanya Yan bu. Dia itu sebenarnya secara fisik biasa saja bu.
Sampai detik ini saya menganggap dia baik bu, kan saya dan dia baru kenal 2
minggu. Saat berkenalan dengan saya, dia mengulurkan tangan ke saya,
tersenyum kemudian mengucapkan namanya dan menanyakan nama saya. Tetapi yang
membuat saya ingin seperti dia adalah walaupun baru 2 minggu namun dia sudah
akrab dengan hampir semua teman-teman di kelas padahal dulu bukan teman
SMPnya bu.”
|
|
Konselor
|
“Kamu
ingin seperti dia?”
|
Restatement
|
Konseli
|
“Iya bu.”
|
|
Konselor
|
“Oke
kalau begitu. Sekarang ibu kasih tugas buat kamu untuk mengamati bagaimana
Yan berkenalan dengan orang lain, seperti apa kepribadiannya dan kamu bisa
mewawancarai/bertanya padanya. Setelah itu, kamu menemui saya lagi dan akan
kita bahas bersama hasil pengamatan dan wawancara kamu. Bagaimana?
|
|
Konseli
|
“Baik bu,
saya akan melakukannya. Lalu kapan saya menemui ibu lagi?”
|
|
Konselor
|
“Untuk mengamati
seseorang itu dapat membutuhkan waktu yang cukup lama, jadi apabila kamu
sudah merasa cukup dalam mengamati dan wawancara, kamu dapat menemui ibu di
ruang BK ini, bisa saat istirahat sekolah. Bagaimana?”
|
|
Konseli
|
“Baik bu,
saya setuju.”
|
|
Konselor
|
“Oke
Gilang, dari pembicaraan kita dari tadi dapat ibu simpulkan bahwa Gilang
kurang percaya diri dalam memulai berkenalan dengan orang baru. Hal itu
dikarenakan pengalaman Gilang saat SMP. Lalu setelah kita bahas bersama
akhirnya kita menemukan jembatan yaitu tugas untuk mengamati dan mewawancarai
teman sebangku kamu.
Oke..
Berhubung ini ibu akan ada rapat maka konseling kita akhiri sampai disini
dulu ya. Ibu tunggu kabar dari kamu ya.”
|
Summary.
Termination.
|
Konseli
|
“Iya bu..
Terima kasih Bu.. Assalamu’alaikum”
|
|
Konselor
|
“Wa’alaikumussalam
wr.wb.”
|
|