BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi kasus adalah salah satu mata kuliah dalam program studi bimbingan dan konseling. Mata kuliah studi kasus yang berbobot 2 SKS dan diampu oleh Dr. Supriyo, M. Pd. mempelajari tentang tingkah laku yang menyimpang; pengertian tingkah laku menyimpang, ciri-ciri tingkah laku menyimpang, bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang, faktor-faktor penyebab tingkah laku menyimpang; pemahaman dan penyimpangan tentang kasus; tinjauan awal tentang kasus, pemahaman tentang kasus, penanganan tentang kasus, penyikapan tentang kasus; berlatih mencari dan membuat situasi kasus; mengases kebutuhan konseli, menganalis kebutuhan dan menetapkan strategi bimbingan yang tepat; serta praktik melakukan studi kasus dan memberikan layanan bimbingan dan konseling berdasarkan hasil analisa studi kasus.
Tujuan dari mata kuliah studi kasusu adalah memahami konsep studi kasus sebagai pendekatan untuk mengases, mengalisis dan memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi konseli, agar mahasiswa dapat memahami tentang tingkah laku yang menyimpang dan berlatih menangani kasus-kasus tentang tingkah laku yang menyimpang.
Tugas akhir yang dibebankan pada mata kuliah studi kasus ini adalah menangani dua buah kasus. Hal ini dibebankan guna melatih kemampuan dasar calon konselor dalam penanganan kasus di lapangan kelak. Kasus yang pertama adalah kasus bidang belajar di sekolah dan kasus yang kedua adalah kasus bidang pribadi di luar sekolah. Calon konselor diwajibkan memilih satu konseli untuk masing-masing kasus. Konseli tersebut diminta mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya untuk kemudian ditangani oleh calon konselor. Tingkatan kasus yang akan ditangani oleh calon konselor dipersyaratkan minimal adalah tingkatan kasus yang sedang.
Dengan alasan tesebut maka calon konselor melakukan penanganan kasus terhadap konseli sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Segala hal yang dilaksanakan dalam proses penanganan kasus ini akan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara tertulis dan lisan kepada dosen pembimbing sebagai tugas akhir mata kuliah studi kasus.
B. Prosedur Pemilihan Kasus
Pemilihan kasus adalah proses dimana calon konselor memilih dan menentukan kasus seperti apa yang akan diangkat untuk ditangani. Kasus diangkat berdassarkan atas seperti apa jenis kasus pada konseli serta tingkatan kasus tersebut, apakah kasus tergolong sedang atau tergolong kasus berat. Prosedur pemilihan kasus pada kasus belajar kali ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Calon konselor turun ke lapangan memilih dan menentukan calon konseli.
2. Calon konselor menghubungi calon konseli untuk dimintai kesediannya menjadi konseli.
3. Calon konselor menjelaskan tentang berbagai alasan dan tujuan penanganan kasus.
4. Calon konselor meminta persetujuan dari calon konseli.
5. Calon konselor membuat jadwal pertemuan dan wawancara dengan konseli.
C. Tujuan
Tujuan dari praktik penanganan kasus ini adalah sebagai berikut;
1. Membantu menangani dan memberikan jalan keluar pemecahan kasus kurangnya motivasi belajar bagi konseli.
2. Memenuhi tugas akhir mata kuliah studi kasus bimbingan dan konseling.
D. Manfaat
Manfaat dari praktik penanganan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Dari konselor:
a. Memperoleh pengalaman menangani kasus bidang belajar, khususnya kasus tentang kurangnya motivasi belajar pada siswa.
b. Lebih tahu bagaimana cara berkomunikasi terhadap konseli yang sedang terkena suatu masalah, khususnya masalah kurangnya motivasi belajar.
2. Dari konseli:
a. Masalah yang sedang dialami terselesaikan.
b. Menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
c. Menjadi lebih bisa mengungkapkan isi hati.
d. Melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang.
e. Lebih tau tentang apa arti belajar
f. Menadi lebih bersemangat dalam belajar
g. Menjadi lebih menghargai apa yang sudah didapat di sekolah
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
A. Identitas Calon Konselor
Nama : A’an Aisyah
NIM : 1301409015
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Taman siswa, Sekaran, Gunung Pati, Semarang 50229
B. Identitas Konseli
Nama : Nia Khurneya
Sekolah : SMK Nusa Limpung
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sempu, Limpung, Batang, 51271
C. Identifikasi Kasus
Nia adalah siswa XI di SMK Nusa Limpung. Ketika jam belajar mengajar berlangsung, ia jarang memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru, ia juga jarang mencatat pelajaran dengan alasan sudah mempunyai buku paket sehingga mencatat tidak diperlukan lagi. Ketika ada PR, ia sama sekali tidak pernah mengerjakannya di rumah, karena ia beranggapan bahwa soal-soal yang diberikan cukup mudah dan tidak usah buru-buru dikerjakan di rumah, dikerjakan di sekolah juga masih bisa, apalagi kalau ada teman yang sudah mengerjakannya, ia akan langsung meng-copy–nya. Ia juga hanya belajar kalau mau ada ulangan harian atau ujian saja, itu pun yang ia pelajari hanya pada mata pelajaran tertentu saja yang menurutnya gampang, sedangkan mata pelajaran yang tidak ia sukai atau yang sudah terlanjur diangggap sulit sama sekali tidak dipelajari dan pasrah saja ketika ujian berlangsung. Berdasarkan hasil dari ulangan harian ataupun hasil ujian, banyak nilainya yang hanya sebatas KKM saja, dan ada pula yang dibawah KKM. Ketika ia melihat nilai teman-temannya yang jauh lebih tinggi daripada nilai yan ia peroleh, ia merasa iri dan ingin juga mendapat nilai yang jauh lebih tinggi. Akan tetapi keinginannya tersebut sama sekali tidak diwujudkan dalam bentuk usaha belajar dengan lebih keras, ia masih saja tidak berubah dan mengulangi kebiasaan belajarnya yang amburadul. Ekspektasi yang cukup besar pada dirinya oleh orang tuanya yang selalu mengatakan bahwa Nia pintar dan mempunyai kemampuan diatas kebanyakan anak agaknya membuat dirinya kehilangan motivasi untuk belajar karena ia sudah terlanjur beranggapan bahwa dirinya pintar.
1. Gejala yang timbul dalam diri Nia:
a. Malas, enggan, lambat bekerja, mengulur waktu, pekerjaan tidak selesai, dan kurang konsentrasi.
b. Tidak mengerjakan tugas dan tidak mencatat.
c. Kurang ada semangat/antusiasme dalam belajar.
d. Jarang mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan.
e. Gampang putus asa.
f. Cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkannya.
g. Harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari diri sendiri).
2. Keluhan-keluhan dari Nia:
a. Merasa malas untuk mengerjakan tugas.
b. Malas mencatat pelajaran.
c. Kurang motivasi belajar.
D. Jenis, Nama, dan Tingkatan Kasus
Identifikasi kasus yang akan ditangani calon konselor adalah sebagai berikut:
1. Jenis kasus : Kasus belajar
2. Nama kasus : Kurang motivasi dalam belajar
3. Tingkatan kasus : Sedang
BAB III
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kurang Motivasi dalam Belajar
Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut M. Utsman Najati, Motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktifitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkan menuju tujuan tertentu.
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: 1) motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, 2) motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal), dan 3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Menurut Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Dalam A.M. Sardiman (2005:75), motivasi belajar dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu.
Menurut Siti Sumarni (2005), Thomas L. Good dan Jere B. Braphy (1986) mendefinisikan motivasi sebagai suatu energi penggerak dan pengarah, yang dapat memperkuat dan mendorong seseorang untuk bertingkah laku. Ini berarti perbuatan seseorang tergantung motivasi yang mendasarinya.
Motivasi adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Masih dalam artikel Siti Sumarni (2005), motivasi secara harafiah yaitu sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan secara psikologi, berarti usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya, atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (KBBI, 2001:756).
Motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar, mempengaruhi intensitas kegiatan belajar, tetapi motivasi dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dengan belajar. Makin tinggi tujuan belajar maka akan semakin besar pula motivasinya, dan semakin besar motivasi belajarnya akan semakin kuat pula kegiatan belajarnya. Ketiga komponen kegiatan atau perilaku belajar tersebut, saling berkaitan erat dan membentuk suatu kesatuan yang disebut sebagai proses motivasi belajar.
Proses motivasi belajar ini meliputi tiga langkah yaitu;
1. Adanya suatu kondisi yang terbentuk dari tenaga-tenaga pendorong belajar (desakan, motif, kebutuhan, dan keinginan belajar ) yang menimbulkan suatu ketegangan atau tenson.
2. Berlangsungnya kegiatan atau perilaku belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar akan mengendurkan atau menghilangkan ketegangan.
3. Pencapaian tujuan belajar dan berkurangnya atau hilangnnya ketegangan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian motivasi adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.
Pengertian belajar menurut Morgan, mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Wisnubrata, 1983:3). Sedangkan menurut Moh. Surya (1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Dari uraian yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Sedangkan pengertian kurang motivasi dalam belajar adalah kurangnya atau terbatasnya keseluruhan daya penggerak baik dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
B. Macam-Macam Motivasi dalam Belajar
Motivasi dalam belajar ada dua, yaitu:
1. Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain.
2. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Sperti hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu. (Tabrani, 1992: 120).
C. Gejala/Ciri-ciri Kurang Motivasi dalam Belajar
Menurut Sejathi (dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2115321 -ciri-ciri-motivasi-belajar/#ixzz1fhvGW7qw) beberapa gejala/ciri-ciri siswa yang kurang motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:
3. Kelesuan dan ketidak berdayaan. Seperti malas, enggan, lamat bekerja, mengulur waktu, pekerjaan tidak selesai, kurang konsentrasi, acuh tak acuh, apatis, perasaan pusing-pusing, mual, mengantuk, dan sebagainya.
4. Penghindaran atau pelarian diri. Seperti absen dari sekolah, bolos, tidak mengikuti pelajaran tertentu, tidak mengerjakan tugas, tidak mencatat, pelupa dan sebagainya.
5. Penentangan. Seperti kenakalan, suka mengganggu, merusak, tidak menyukai sesuatu pelajaran atau kegiatan, mengkritik, berdalih dan sebagainya.
6. Kompensasi. Seperti mencari kesibukan lain di luar jam pelajaran, mengerjakan tugas lain pada waktu belajar, menahulukan pekerjaan yang tidak penting dan sebagainya.
7. Tidak tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan.
8. Kurang ada semangat/antusiasme dalam belajar.
9. Tidak ada keinginan untuk bergabung dalam kelompok kelas.
10. Jarang mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan.
11. Gampang putus asa.
12. Tidak menunjukkan minat terhadap berbagai permasalahan.
13. Gampang berpindah pendapat.
14. Cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkannya.
15. Harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari diri sendiri).
16. Tidak mempunyai semangat untuk mengejar cita-cita.
17. Tidak senang mencari dan memecahkan persoalan.
D. Faktor penyebab Kurang Motivasi dalam Belajar
Dwisepti mengungkapkan (dalam http://uwwiiuwwii.blogspot.com/2010/11/sebab -sebab-kurang-motivasi-belajar.html) Beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang ada motivasi dalam belajar diantaranya:
1. Dengan demikian suasana kelas dan perlakuan guru dapat menjadi penyebab pertama besar atau kecilnya motivasi belajar siswa. Proses penguasaan pengetahuan, nilai- nilai, keterampilan dan pengembangan kemampuan berfikir membutuhkan suasana lingkungan yang kondusif, terutama suasana lingkungan sosial dalam kelas. Kondisi emosional para peserta didik akan berpengaruh besar terhadap perkembangan kemampuan berfikir, keterampilan, bahkan keseluruhan pribadi siswa. Suasana kelas yang kondusif, hubungan antar teman yang akrab, perlakuan guru yang bersahabat dapat membangkitkan kegairahan dan motivasi belajar. Dalam penciptaan kondisi kelas tersebut peranan guru sangat penting, karena di dalam kelas guru adalah pengelolah, pemimpin, dan panutan siswa, selain itu dia juga sebagai sumber belajar, sumber insprirasi dan motivasi.
2. Lingkungan keluarga, yang mana lingkungan keluarga ini sangat amat berpengaruh pada kurangnya motivasi belajar siswa. Orang tua dalam keluarga juga berperan menciptakan suasana belajar yang kondusif dirumah, menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang dibutuhkan oleh siswa.
3. Situasi hubungan sosial, suasana emosional dan disiplin yang demikian akan menumbuhkan suasana yang hebat, membangkitkan motivasi dan memperlancar perkembangan belajar para siswa. Sebaliknya hubungan sosial yang banyak mengandung sikap curiga, permusuhan, ketidakpercayaan, suasana emosi yang tawar atau cenderung ke arah kebencian, penerapan disiplin yang bersifat otoriter, dsb cenderung akan menurunkan motivasi, dan menghilangkan gairah belajar.
4. Disamping faktor lain yang bersumber dari sekolah dan keluarga, motivasi belajar dapat datang dari diri peserta didik sendiri. Kondisi kesehatan yang prima, baik kesehatan jasmani maupun rohani menjadi dasar yang kuat bagi tumbuhnya motivasi belajar. Kondisi kesehatan akan berkembang persepsi, sikap yang sehat dan realistik, emosi yang stabil. Keceriaan, kesenangan, kebahagiaan dsb. Sedangkan kondisi yang kurang sehat maka akan menumbuhkan kondisi sosial yang kurang sehat pula, dan dapat menjadi pangkal dari rendahnya motivasi untuk maju, motivasi untuk berprestasi. Tumbuhnya kondisi pribadi yang sehat juga dilatar belakangi oleh dasar- dasar yang dikembangkan olah keluarga. Keluarga terutama ayah dan ibu memegang paranan kunci dalam pembentukan pribadi anak, dan memberi dasar- dasar bagi kemajuan belajarnya.
5. Siswa menganggap bahwa pelajaran tersebut tidak perlu/tidak berguna.
6. Kepenatan atas gaya belajar yang diterapkan.
7. Fasilitas.prasarana yang kurang memadai.
8. Suhu ruangan / Cuaca (hal ini kurang logis namun menurut saya tidak karena apabila udaranya sejuk / dingin siswa menjadi mengantuk)
E. Upaya penanganan Kurang Motivasi dalam Belajar
Menurut Alberthrs (dalam http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/penyebab-siswa-kurang-semangat-dan-solusinya/) guru pembimbing dapat melakukan upaya-upaya dalam membangkitkan motivasi belajar siswa, upaya tersebut, yaitu :
1. Guru pembimbing dapat memberikan informasi, penjelasan disertai dengan contoh-contoh tentang pentingnya belajar, kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai dengan belajar, orang-orang sukses karena rajin dan giat belajar.
2. Memberikan pujian, ganjaran ataupu hadiah bagi kelas, kelompok atau individu siswa yang berprestasi, untuk membangkitkan motivasi belajar secara sederhana.
3. Memberikan panghargaan terhadap pribadi anak. Karena setiap orang termasuk anak-anak ingin diterima dan dihargai.
4. Memberikan pengertian kepada orang tua konseli untuk selalu mengontrol kegiatan belajar anak dan selalu memotivasi anak untuk tetap rajin dan bersemangat belajar.
Alberthrs (dalam http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/penyebab-siswa-kurang-semangat-dan-solusinya/) juga menyebutkan tidak hanya guru pembimbing, pembangkitan motivasi belajar siswa juga dapat dilakukan oleh guru kelas maupun guru bidang studi. Upaya-upaya tersebut, antara lain :
1. Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
2. Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menjadi menjadi menarik minat siswa. Dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.
3. Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan peserta didik dan banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba dan erpartisispasi.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk sukses. Seperti dengan memberikan tugas yang yang kira-kira dapat dikerjakan dengan baik oleh siswa, agar siswa dapat merasa sukses.
5. Memberikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.
6. Memberikan pujian, ganjaran, ataupun hadiah. Sama dengan guru pembimbing, guru kelas dan guru bidang studi juga dapat membakitkan motivasi belajar melalui pujian, ganjaran dan juga hadiah.
7. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
8. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
9. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
10. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.
11. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.
12. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.
13. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
14. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
15. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.
16. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu media visual maupun audio visual.
17. Menggunakan gambar dalam proses menerangkan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa jenuh siswa.
18. Menggunakan lelucon/bercanda. Sebagai bentuk “refreshing” dan untuk mendapatkan perhatian siswa kembali.
F. Daftar pustaka
1. A.M, Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
2. Wlodkowski, Raymond J., dkk. 2004. Hasrat Untuk Balajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar
3. Goleman, Daniel. 2004. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional): Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ. Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama
4. Ngalim, Purwanto. 2001. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
5. Tabrani, Rusyan. 2001. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
6. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek Mengembangkan Potensi dan Kepribadian siswa. Bandung: Maestro
7. Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling Disekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta
8. No name. 2010. Pengertian motivasi belajar. On line at http://belajarpsikologi.com/ pengertian-motivasi-belajar/ [accessed at 6/12/2011]
9. Alberthrs. 2009. Penyebab siswa kurang motivasi dalam belajar dan cara membangkitkan kembali motivasi belajar siswa (bagi para guru). On line at http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/penyebab-siswa-kurang-semangat-dan-solusinya/ [accessed at 6/12/2011]
10. Nadhirin. 2010. Motivasi dalam belajar. On line at http://nadhirin.blogspot.com/ 2010/01/dalam-dunia-pendidikan-terutama-dalam_17.html [accessed at 6/12/2011]
11. Nasihudin, Muh Rofiq. 2010. Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pemberian bimbingan. On line at http://rofiqnasihudin.blogspot.com/2010/10/ meningkatkan-motivasi-belajar-siswa_21.html [accessed at 6/12/2011]
12. Sutikno, M. Sobry. 2007. Peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa. On line at http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html [accessed at 6/12/2011]
13. Sejathi. 2010. Ciri-ciri motivasi belajar. On line at http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2115321-ciri-ciri-motivasi-belajar/#ixzz1fhvGW7qw [accessed at 6/12/2011]
14. Dwisepti. 2010. Sebab-sebab kurang motivasi belajar. On line at http://uwwiiuwwii. blogspot.com/2010/11/sebab-sebab-kurang-motivasi-belajar.html [accessed at 6/12/2011]
BAB IV
DATA KASUS
Data kasus adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kasus belajar yang dialami oleh konseli. Calon konselor berusaha mengumpulkan data dari berbagai sumber dan dari berbagai pihak yang diduga ada relevansinya dengan masalah yang dihadapi oleh konseli. Calon konselor ingin memperoleh data selengkap mungkin, apakah ini berupa data objektif maupun subjektif dan berbagai sumber. Data objektif yang diperoleh dari berbagai sumber di antaranya:
A. Hasil analisis buku rapor
Dari hasil analisis, menunjukkan bahwa nilai rapor Nia pada umumnya (untuk semua mata pelajaran) tergolong di atas rata-rata, termasuk dalam ranking 14 pada Semester I di kelas X. Namun prestasi Nia mengalami penurunan pada semester berikutnya, yaitu ia masuk dalam ranking 21 dari 33 siswa di kelasnya. Sehingga dalam kenaikan kelas XI Nia hanya memenuhi norma-norma kenaikan kelas minimal.
B. Wawancara
1. Wawancara dengan Nia
Usia Nia saat ini adalah 17 tahun, bersekolah di SMK Nusa Limpung kelas XI dan mengaku belum memiliki pacar. Ketika jam belajar mengajar berlangsung, ia mengaku jarang memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru karena apa yang dikatakan oleh guru sudah ada semuanya di buku paket. Nia juga jarang mencatat pelajaran dengan alasan mencatat merepotkan dan lagi ia sudah mempunyai buku paket sehingga mencatat tidak diperlukan lagi karena apa yang akan dicatat sudah ada dalam buku paket.
Nia mengaku sering langsung melupakan apa yang sudah diterangkan oleh guru dikelas, dan pada minggu berikutnya ketika ditanya tentang topik bahasan minggu lalu ia sama sekali lupa, meskipun ada sedikit kekhawatiran akan dimarahi oleh guru, namun ia mengaku bahwa dimarahi juga tidak apa-apa asal tidak sampai dikeluarkan dari sekolah. Nia juga sering mengantuk ketika guru sedang menjelaskan suatu pelajaran di kelas. Ketika ada tugas/PR, ia sama sekali tidak pernah mengerjakannya di rumah, karena ia beranggapan bahwa soal-soal yang diberikan cukup mudah dan tidak usah buru-buru dikerjakan di rumah, dikerjakan di sekolah juga masih bisa, apalagi kalau ada teman yang sudah mengerjakannya, akan lebih mudah langsung meng-copy–nya saja tidak usah repot-repot memikirkan bagaimana jawaban yang benar, yang penting mengerjakan. Ia juga mengaku hanya belajar kalau mau ada ulangan harian atau ujian saja, itu pun yang ia pelajari hanya pada mata pelajaran tertentu saja yang menurutnya gampang, sedangkan mata pelajaran yang tidak ia sukai atau yang sudah terlanjur diangggap sulit sama sekali tidak dipelajari dan pasrah saja ketika ujian berlangsung.
Berdasarkan hasil dari ulangan harian ataupun hasil ujian, banyak nilainya yang hanya sebatas KKM saja, dan ada pula yang dibawah KKM. Ia mengaku terkadang sedih dengan nilainya dan ketika ia melihat nilai teman-temannya yang jauh lebih tinggi daripada nilai yan ia peroleh, ia merasa iri dan ingin juga mendapat nilai yang jauh lebih tinggi. Akan tetapi keinginannya tersebut sama sekali tidak diwujudkan dalam bentuk usaha belajar dengan lebih keras, ia masih saja tidak berubah dan mengulangi kebiasaan belajarnya yang amburadul.
Nia mengaku bahwa ia sangat mempercayai perkataan ibunya tentang dirinya bahwa ia adalah anak yang pintar, yang tanpa belajarpun sudah bisa. Ia selalu mengingat-ingat kata-kata tersebut setiap kali akan ada ulangan atau ujian berlangusng. Ia melihat bahwa ibunya adalah sosok yang paling patut untuk dijadikan contoh dan teladan, apa yang ibunya katakan sudah pasti benar. Ia mengaku ibunya tidak pernah mengekang dan tidak pernah memaksakan kehendaknya. Nia bebas melakukan apa yang dia mau. Ayahnya juga kurang begitu peduli dengan kegiatan persekolahan Nia. Ia mengaku bahwa ayahnya lebih sering berceramah tentang masalah agama di rumah dibanding membahas kegiatan sekolah Bia dan adiknya.
Ketika ditanya tentang berapa IQ yang dimilikinya, ia dengan bangga menyebutkan bahwa IQ nya 122, dan sudah termasuk kedalam golongan individu yang cerdas. Nia merasa bahwa apa yang ia pelajari di sekolah sama sekali tidak ada gunanya dalam kehidupan sehari-hari. Ia kerap berfikir dimana sisi pentingnya belajar sesuatu yang tidak akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengaku tidak ada untungnya mempelajari pelajaran di sekolah yang nantinya tidak ada hubungan sama sekali dengan pekerjaan yang akan ia jalani.
Nia mengaku bahwa ia belum mempunyai gambaran yang jelas tentang masa depannya. Ia mengaku tidak mau langsung bekerja karena masih ingin main-main dan menikmati masa mudanya. Ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi tapi masih belum ada bayangan mau mengambil jurusan apa dan perguruan tinggi apa. Ia mengatakan bahwa itu dipikirkan nanti saja kalau sudah saatnya, menurutnya tidak ada gunanya dipikirkan jauh-jauh hari. Nia merasa selama ini tidak ada sesuatu hal khusus atau pengalaman tertentu yang membuatnya termotivasi untuk belajar.
Nia berharap bahwa ia bisa lebih memiliki motivasi untuk belajar dalam kegiatannya sehari-hari. Ia ingin lebih membahagiakan orang tuanya dengan prestasinya yang ia peroleh di sekolah. ia juga ingin lebih seperti anak-anak lain di kelasnya yang selalu rajin mencatat, aktif bertanya, dan mempunyai motivasi yang kuat untuk mengerjakan tugas dan belajar.
2. Teman sebangku
Dari wawancara dengan teman sebangku Nia yang enggan disebut namanya, ia mengungkapkan bahwa ketika di dalam kelas Nia jarang aktif dalam kegiatan pembelajaran, tidak pernah bertanya, jarang mencatat, sering menggambar ketika guru menyampaikan pelajaran, jarang memperhatikan guru ketika kegiatan belajar mengajar, dan tidak pernah mengerjakan tugas. Menurut teman sebangkunya,, ia selalu menyontek pekerjaan milik temannya pada pagi hari sebelum pelajaran pertama dimulai.
Ketika jam istirahat, menurut teman sebangkunya, Nia jarang mengobrol dengan teman-teman lain, ia hanya mengobrol dengan teman sebangku dan teman yang duduk dibelakangnya saja. Nia juga lebih sering menjadi pemerhati dibandingkan aktif berbicara.
Ketika di luar kelas, ia hanya diam saja dan pasif dengan teman-teman yang diluar kelasnya. Terlihat seperti penyendiri yang susah di dekati dan sering pulang sekolah sendirian.
3. Teman tetangga di rumah
Menurut teman tetangga yang ada di sekitar rumah Nia, Nia jarang sekali terlihat ke luar rumah. Paling Nia hanya terlihat keluar rumah bila sedang disuruh ibunya membeli sesuatu di warung, atau hanya mampir ke rumah budhenya saja, jarang bermain dengan teman-teman di sekitar rumah dan hanya berdiam di rumah saja. Ketika berpapasan dengan teman di jalan, terkadang Nia hanya diam saja tidak menyapa dan melanjutkan jalannya seolah tidak melihat ada teman yang sedang berpapasan dengannya.
Ketika diajak berbicara juga hanya menjawab yang seperlunya saja. Menurut teman tetangganya di rumah, Nia dianggap kurang bisa bergaul, suka berdiam di rumah saja, dan agak sombong.
4. Ibu Nia
Menurut pengakuan ibu Nia, Nia adalah anak pertama dari dua bersaudara, anak yang kedua masih duduk di sekolah dasar kelas V. Dalam keluarga nia, keadaannya terbilang serasi dan jarang terjadi keributan. Ayah dan ibu Nia selalu berada di rumah dan jarang pernah ada yang meninggalkan rumah untuk waktu yang relativ lama. Pekerjaan ibu Nia adalah pedagang pakaian di pasar, sedangkan Ayah Nia adalah seorang petani. Fasilitas di rumah juga sudah cukup memadai untuk hiburan dan juga belajar. Diantaranya adanya televisi, radio, dvd player, play station, perangkat komputer, dan sebagainya.
Ibunya mengaku bahwa Nia memang anak yang terlahir sudah pintar dari sananya, sehingga meskipun tidak belajar dengan keras seperti kebanyakan anak yang lain, Nia sudah mampu menguasai suatu pelajaran tertentu. Ibunya mengaku selalu memuji kepintaran Nia semenjak in masih kecil. Ketika ditanya tentang nilai pelajaran Nia yang menurun, ibunya berkata bahwa Nia yang tidak belajar saja sudah mendapat nilai yang sedemikian apalagi bila Nia niat belajar dengan keras, pasti dia akan menjadi yang paling atas diantara teman sekelasnya. Ibunya juga mengaku tidak pernah menyuruh anaknya untuk belajar atau mengerjakan PR, ia percaya bahwa anaknya sudah pasti bisa.
Menurut ibunya, dirumah Nia terbilang kurang rajin membantu mengurus rumah, ia juga sering menunda-nunda pekerjaan yang sudah ada di depan mata. Nia sering melupakan apa yang sudah diperintahkan ibunya dalam berbagai hal. Yang paling jelas terlihat adalah dalam hal membantu mengurus rumah dan sering tidak memperhatikan keadaan adiknya ketika di rumah.
BAB V
ANALISIS DAN DIAGNOSIS
A. Analisis kasus
Analisis memiliki makna suatu kegiatan menguraikan, menjabarkan, dan menerangkan suatu data permasalahan secara rinci dan lengkap.
1. Analisis konten
Masalah yang dihadapi oleh Nia adalah masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajarnya baik di sekolah maupun di rumah. Berdasarkan gejala-gejala yang diperlihatkan oleh Nia seperti malas, enggan, lamat bekerja, mengulur waktu, pekerjaan tidak selesai, kurang konsentrasi, tidak mengerjakan tugas dan tidak mencatat, kurang ada semangat/antusiasme dalam belajar, jarang mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan, gampang putus asa, cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkannya dan harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari diri sendiri), masalah yang dialami oleh Nia adalah masalah yang berhubungan dengan kurang adanya motivasi dalam kegiatan belajar, baik belajar di rumah ataupun belajar di sekolah.
2. Analisis logis
Selama ini Nia mengeluhkan bahwa ia merasa kurang adanya suatu hal yang memotivasinya untuk semangat dan rajin belajar. Ketika ditanya lebih dalam tentang masa lalunya, ternyata Nia selalu dipuji sebagai anak yang pintar oleh ibunya sendiri. Nia juga semenjak kecil selalu dianggap sebagai anak yang pintar dari lahir, sehingga meskipun ia tidak belajar, ia sudah bisa menguasai suatu pelajaran. Pujian dan klaim anak yang pintar dari ibunya ternyata menjadikan Nia menjadi anak yang kurang memiliki motivasi dalam belajar.
3. Analisis komparative
Berdasarkan pengakuan teman sebangku Nia, ketika di sekolah Nia jarang aktif dalam kegiatan pembelajaran, tidak pernah bertanya, jarang mencatat, sering menggambar ketika guru menyampaikan pelajaran, jarang memperhatikan guru ketika kegiatan belajar mengajar, dan tidak pernah mengerjakan tugas. Sedangkan pengakuan ibunya, ia tidak pernah menyuruh anaknya untuk belajar atau mengerjakan PR. Nia juga mengungkapkan hal yang kurang lebih sama seperti yang telah diungkapkan teman sebangkunya dan ibu Nia sendiri.
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh teman sebangku Nia dan ibu Nia, keduanya cocok dengan pengungkapan yang diungkapkan oleh Nia sendiri. Hal ini berarti apa yang dirasakan dan dilakukan oleh Nia sama persis dengan pandangan dan persepsi orang luar, dalam hal ini adalah teman sebangku Nia dan ibunya sendiri. Semua hal yang diungkapkan tersebut menggambarkan bahwa Nia memiliki masalah tentang kurangnya motivasi dirinya dalam belajar.
Perbandingan juga bisa dilihat dari harapan apa saja yang dimiliki oleh Nia serta bagaimana kenyataan yang sesungguhnya ia alami apakah sudah sesuai dengan harapan-harapannya atau belum. Dalam hal ini, Nia memiliki harapan bahwa ia ingin mendapat nilai yang jauh lebih tinggi, akan tetapi dalam kenyataanya ia nilainya hanya mepet KKM dan tidak jarang ada juga yang dibawah KKM. Nia berharap bahwa ia bisa lebih memiliki motivasi untuk belajar dalam kegiatannya sehari-hari namun dalam kenyataannya Nia kurang memiliki untuk belajar. Ia ingin lebih membahagiakan orang tuanya dengan prestasinya yang ia peroleh di sekolah namun kenyataan menunjukkan bahwa nilainya yang ia peroleh di sekolah belum cukup membanggakan orang tua. Ia juga ingin lebih seperti anak-anak lain di kelasnya yang selalu rajin mencatat dan aktif bertanya, tetapi ketika kenyataan yang ada di kelas adalah bahwa Nia tidak pernah mencatat pelajaran dan selalu menjadi pihak pasif di kelas.
Berdasarkan analisa perbandingan antara harapan dan kenyataan yang dimiliki oleh Nia, semua harapan yang dimiliki oleh Nia masih belum tercapai, karena pada kenyataannya Nia selalu melakukan hal yang berkebalikan dengan apa yang menjadi harapan-harapannya. Hal ini tidak lepas dari masalah yang dialami oleh Nia, yaitu kurang adanya motivasi dalam belajar, sehingga ia masih belum bisa mencapai harapannya sendiri.
B. Diagnosis
Diagnosis memiliki arti yaitu suatu upaya untuk mengenal, menetapkan atau menentukan sifat, serta hakekat dalam suatu peristiwa melalui pengamatan terhadap gejala.
1. Esensi masalah
Esensi atau pokok dari permasalahan yang dihadapi oleh Nia adalah dalam diri Nia masih kurang memiliki motivasi yang kuat untuk menjalankan kegiatan belajar dalam kegiatannya sehari-hari. belajar ini bisa belajar di rumah maupun belajar di sekolah.
2. Latar belakang masalah
Yang melatar belakangi masalah yang ada pada diri Nia, yaitu masalah kurang motivasi dalam belajar adalah kondisi dalam keluarga Nia sendiri dan pola asuh orang tua. Orang tua Nia kurang begitu peduli terhadap progress dan kemajuan pendidikan yang dilakukan Nia. Hal ini terlihat dari ibu Nia yang terlalu percaya pada anggapan bahwa anaknya adalah anak yang pintar sehingga belajar tidak belajar hasilnya sudah pasi memuaskan. Orang tua Nia juga jarang mengontrol kegiatan belajar Nia di rumah, mereka tidak pernah menghimbau anak-anaknya untuk belajar, mengerjakan pekerjaan rumah, dan membiarkan atau membebaskan Nia begitu saja.
3. Penyebab utama masalah
Penyebab utama yang menyebabkan Nia memiliki masalah kurang adanya motivasi dalam belajar adalah karena kepercayaannya yang sangat kuat terhadap perkataan ibunya tentang dirinya bahwa ia adalah anak yang pintar, yang tanpa belajarpun sudah bisa. Nia selalu mengingat-ingat kata-kata tersebut. Klaim pintar dari ibunya inilah yang menjadi penyebab utama kurang motivasi Nia dalam belajar. Ia selalu melihat bahwa apa yang ibunya katakan sudah pasti benar. Hal ini menimbulkan persepsi yang sama terhadap diri Nia, yaitu ia selalu mempersepsikan dirinya sendiri bahwa ia adalah anak yang pintar sehingga kian lama ia kurang memiliki motivasi untuk belajar.
4. Dinamika psikis konseli
Dinamika psikis konseli terbagi menjadi dua, yaitu dinamika psikis konseli yang bersifat positif dan dinamika psikis konseli yang bersifat negatif.
a. Dinamika psikis konseli yang positif:
• Nia sudah terbuka dan jujur dalam mengungkapkan masalah yang sedang sialaminya.
• Nia memiliki potensi yang cukup memadai untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri.
• Memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan yang dimilikinya.
• Mempunyai keinginan untuk berubah menjadi lebih baik.
• Nia memiliki harapan yang jelas dan wajar.
b. Dinamika psikis konseli yang negatif:
• Dalam menyikapi masalah yang dialaminya, Nia selalu bersikap negatif, objektif, dan idealis.
• Nia merasa bahwa masalah yang sedang dialaminya tersebut adalah masalah yang biasa-biasa saja atau masalah yang wajar.
• Selalu memandang masalah yang dialaminya dengan emosional.
• Dalam kesehariannya, dalam hal ini yang berkaitan dengan belajar, Nia masih sering bergantung dengan bantuan teman-teman di kelasnya.
• Nia adalah seorang yang gampang menyerah ketika mendapat suatu tantangan tertentu.
• Sering menunda-nunda suatu pekerjaan tertentu.
BAB VI
PROGNOSIS
A. Alternatif pemecahan
Beberap alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kurang motivasi dalam belajar belajar diantaranya:
1. Memberikan panghargaan terhadap pribadi anak. Karena setiap orang termasuk anak-anak ingin diterima dan dihargai.
2. Memberikan informasi, penjelasan disertai dengan contoh-contoh tentang pentingnya belajar, kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai dengan belajar, orang-orang sukses karena rajin dan giat belajar.
3. Memberikan pujian untuk membangkitkan motivasi belajar secara sederhana.
4. Memberikan pengertian kepada orang tua konseli untuk selalu mengontrol kegiatan belajar anak dan selalu memotivasi anak untuk tetap rajin dan bersemangat belajar.
5. Melaksanakan konseling agar Nia dapat memahami dirinya lebih baik (kelemahan-kelemahan maupun kelebiban-kelebihannya).
B. Pendekatan
Untuk membantu penanganan masalah kurang motivasi dalam belajar ini calon konselor mencoba menawarkan konsep konseling realitas. Gerald Corey dalam bukunya, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, mengatakan bahwa terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan oleh William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality), melakukan hal yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsiblility).
Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.
Penggunaan konseling realitas sebagai alternatif pemecahan masalah kurang motivasi dalam belajar, menurut penulis karena mengingat konseling realitas memiliki konsep-konsep dasar sebagai berikut :
1. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process) dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.
3. Terapi realitas lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
4. Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya.
5. Terapi Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan oleh guru atau konselor di sekolah daam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan.
6. Terapi Realitas berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.
7. Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
Dengan melihat keunggulan konseling realitas tersebut diatas, calon konselor berharap dapat sedikit demi sedikit menumbuhkan motivasi konseli dalam belajar, sehingga konseli dapat mengentaskan masalah yang sedang dihadapinya dan bisa memenuhi harapan-harapan yang dimilikinya.
C. Langkah-langkah
Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Secara praktis langkah-langkah dalam konseling realita adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
2. Fokus pada perilaku sekarang.
3. Mengeksplorasi total behavior terapi.
4. Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi.
5. Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
6. Membuat komitmen.
7. Tidak menerima permintaan.
8. Tindak lanjut.
BAB VII
TREATMENT
A. Tahap-tahap proses konseling
Konseling terhadap Nia dilakukan pada hari Senin tanggal 2 Januari 2012 bertempat di rumah Nia pukul 14.00 sampai dengan selesai. Proses konseling ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan konseling realita. Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Tahap-tahap konseling dapat dirinci sebagai berikut:
1. Tahap 1:
Langkah pertama yang dilakukan adalah calon konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli. Pada tahap ini calon konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Calon konselor melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dilakukan dengan perilaku attending. Sikap attending dilakukan dengan menatap konseli, manunjukkan minat kepada konseli tanpa dibuat-buat, duduk dengan sikap terbuka—agak maju kedepan dan tidak bersandar, tubuh calon konselor agak condong dan agak diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respon parafrase. Calon konselor juga menunjukkan sikap bersahabat, bersikap genenuine dan tidak menghakimi konseli atau tidak memberi penilaian atas apa yang telah dilakukan konseli.
Langkah berikutnya yaitu fokus pada perilaku sekarang. Calon konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanannya yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu calon konselor meminta konseli mendiskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisinya tersebut. Konseli menceritakan semua hal-hal yang dilakukan selama ini yang terkait dengan masalah kurang motivasi belajar yang dialami olehnya. Selanjutnya calon konselor mengatakan kepada konseli apa-apa saja yang dapat dilakukan konselor dalam proses konseling ini, menyatakan apa saja yang diinginkan oleh calon konselor dari konseli, dan bagaimana calon konselor melihat situasi yang dialami konseli tersebut, kemudian calon konselor dan konseli bersama-sama membuat komitmen untuk konseling.
Langkah yang ketiga adalah mengeksplorasi total behavior terapi. Calon konselor menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu: menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya; cara pandang dalam konseli terhadap masalahnya; sumber akar permasalahan konseli apakah dari perilakunya atau dari sumber yang lain, bukan pada perasaannya. Pada tahap ini, secara umum calon konselor mengumpulkan data sebanyak-banyaknya tentang konseli agar tepat dalam emmberikan penanganan terhadap masalah yang dialami konseli.
Langkah kelima adalah konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi. Calon konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik bagi dirinya. Disini calon konselor bukan untuk menilai perilaku konseli benar atau salah, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini secara mandiri. Calon konselor secara luas memberi kesempatan pada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Calon konselor juga bertanya pada konseli tentang pilihan perilakunya apakah bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan tentang apakah konseli akan tetap pada pilihannya, mempertanyakan apakah hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi/tercapai, calon konselor juga mendebat tentang bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling. Komitmen ini penting, karena proses konseling realita akan berjalan apabila konseli mau melakukan apa yang sudah dikomitmenkan.
2. Tahap 2
Pada tahap kedua dalam proses konseling ini, langkah yang dilakukan adalah merencanakan tindakan yang bertanggung jawab oleh konseli. Pada langkah ini konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Setelah menyadari hal tersebut, konseli disuruh untuk membuat rencana tindakan yang lebih bertanggung jawab. Lalu konseli menyusun rencana tindakannya sendiri yang sifatnya spesifik dan konkrit. Dalam rencana tersebut konseli menulis tentang hal-hal apa yang akan dilakukan oleh konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
Setelah konseli membuat rencana tindakan, selanjutnya calon konselor melakukan langkah konseling membuat komitmen. Disini calon konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama dengan calon konselor sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh konseli sendiri.
3. Tahap 3
Pada tahap ini, langkah berikutnya setelah pembuatan komitmen adaah calon konselor tidak menerima permintaan. Calon konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Ternyata konseli masih belum sepenuhnya melaksanakan tindakan-tindakan yang sudah direncanakan pada konseling sebelumnya. Pada saat yang bersamaan konseli lalu meminta maaf pada calon konselor, namun karena proses konseling ini menggunakan pendekatan realita, maka permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak dipenuhi oleh calon konselor. Lalu calon konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Calon konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil dilakukan. Pada tahap ini calon konselor menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab calon konselor berusaha untuk menghindari kecenderungan konseli akan bersikap defensif dan mencari-cari alasan. Pada tahap ini calon konselor juga tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi menghadapkan konseli pada konsekuensi. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan konseli secara otomatis akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Calon konselor memberi pemahaman pada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia mau melakukan perbaikan itu. Setelah itu, konseli kembali berjanji untuk berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
Langkah yang terakhir adalah melakukan tindak lanjut. Calon konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai oleh konseli selama proses konseling berlangsung. Pada langkah ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. Oleh karenanya, calon konselor dan konseli bersepakat untuk mengakhiri konseling terlebih dahulu dan dilanjutkan pada lain kesempatan samapi tujuan yang dinginkan konseli tercapai.
BAB VIII
EVALUASI
A. Evaluasi tiap langkah dalam konseling
1. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
Pada langkah ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan dilakukan.
2. Fokus pada perilaku sekarang.
Pada langkah ini, konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3. Mengeksplorasi total behavior terapi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli.
4. Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau manilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti kegiatan konseling.
5. Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
Pada langkah ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri.
6. Membuat komitmen.
Pada langkah ini, konseli bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana tindakannya.
7. Tidak menerima permintaan.
Pada langkah ini, konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
8. Tindak lanjut.
Pada langkah terakhir ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
B. Evaluasi tiap pertemuan
1. Pertemuan pertama (tahap 1)
Pada konseling tahap pertama ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan dilakukan. Konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Konseli juga sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli. Konseli sudah mau menilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti kegiatan konseling.
2. Pertemuan kedua (tahap 2)
Pada pertemuan kedua konseling ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri. Konseli juga bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana tindakannya
3. Pertemuan ketiga (tahap 3)
Pada pertemuan ketiga ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan. Konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
C. Evaluasi secara keseluruhan
Secara keseluruhan, konseli sudah secara sukarela dan terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada calon konselor. Hal ini merupakan sesuatu hal yang baik, karena dengan sikap konseli yang terbuka dan sukarela, proses konseling akan lebih mudah dilaksanakan. Konseli juga sudah mau berusaha untuk mengatasi kurang motivasinya dalam belajar yang dialaminya. Hal ini merupakan sesuatu yang positif bahwa konseli mempunyai keinginan yang kuat untuk memecahkan masalahnya sendiri. Dengan adanya konseling konseli menjadi lebih termotivasi untuk segera lepas dari masalah kurang motivasinya dalam belajar.
BAB IX
TINDAK LANJUT
Tindak lanjut dalam kegiatan konseling adalah proses tindakan yang dilakukan secara bersama-sama antara konselor dan konseli apabila konseli masih membutuhkan bantuan dari konselor sedangkan proses treatment sudah selesai dilaksanakan. Pada penanganan kasus belajar kali ini, konseli sudah merasa cukup terbantu dengan konseling yang dilaksanakan dalam waktu tiga kali pertemuan. Konseli menunjukkan adanya perubahan kemajuan meskipun belum sepenuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa proses konseling yang dilakukan oleh calon konselor menghasilkan adanya kemajuan positif pada diri konseli meskipun belum sepenuhnya. Calon konselor dan konseli memutuskan untuk melakukan proses konseling lanjutan sekali lagi untuk menuntaskan masalah yang dihadapi oleh konseli dan untuk mengukur seberapa besar komitment konseli terhadap tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan masalah kurang motivasi belajar yang dialaminya, mengingat pada konseling pertemuan yang ketiga konseli belum melakukan tindakan yang sudah ia rencanakan. Proses konseling lanjutan ini sepakat akan dilaksanakan pada hari minggu pada tanggal 8 Januari 2012.
BAB X
PENUTUP
A. Simpulan
Kasus yang ditangani oleh calon konselor adalah kasus belajar tentang kurang motivasi dalam belajar. Dalam menangani kasus tersebut, calon konselor pertama melakukan pengumpulan data kasus dengan cara wawancara kepada konseli dan dari sumber lain untuk kelengkapan dan ketepatan data. Setelah dilakukan analisa kasus, diketahui bahwa penyebab utama masalah yang dihadapi konseli adalah kepercayaan konseli yang berlebihan terhadap perkataan ibunya. Pada tahap prognosis diputuskan bahwa pendekatan konseling yang akan digunakan untuk mentreatment konseli adalah pendekatan realita. Pada tahap treatment konseling, calon konselor melaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang ada pada pendekatan realita dan sesuai pula dengan upaya penanganan yang telah direncanakan. Treatment yang dilakukan calon konselor ternyata membuahkan belum berhasil sepenuhnya, setelah di evaluasi ternyata konseli belum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan sesuai dengan apa yang telah dikomitmenkan sebelumnya. Oleh karenanya calon konselor dan konseli bersepakat untuk melakukan konseling lanjutan untuk menuntaskan masalah yang dialaminya.
B. Saran
Berdasarkan proses konseling yang dilaksanakan, maka yang perlu disarankan adalah sebagai berikut:
1. Dalam mengumpulkan data, alangkah lebih baik bila mengumpulkan informasi mengenai konseli bukan Cuma dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai sumber agar informasi yang didapat lebih akurat dan lebih lengkap sehingga memudahkan dalam proses penanganan konseling.
2. Sebaiknya mempererat hubungan antara konselor dan konseli, agar konselor mendapat kepercayaan penuh dari konseli terkait penyelesaian masalah yang konseli hadapi.
3. Kerjasama antara konselor dan konseli dalam proses konseli sangat penting dan harus terus ditingkatkan demi tercapainya tujuan yang diinginkan dalam proses konseling.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi kasus adalah salah satu mata kuliah dalam program studi bimbingan dan konseling. Mata kuliah studi kasus yang berbobot 2 SKS dan diampu oleh Dr. Supriyo, M. Pd. mempelajari tentang tingkah laku yang menyimpang; pengertian tingkah laku menyimpang, ciri-ciri tingkah laku menyimpang, bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang, faktor-faktor penyebab tingkah laku menyimpang; pemahaman dan penyimpangan tentang kasus; tinjauan awal tentang kasus, pemahaman tentang kasus, penanganan tentang kasus, penyikapan tentang kasus; berlatih mencari dan membuat situasi kasus; mengases kebutuhan konseli, menganalis kebutuhan dan menetapkan strategi bimbingan yang tepat; serta praktik melakukan studi kasus dan memberikan layanan bimbingan dan konseling berdasarkan hasil analisa studi kasus.
Tujuan dari mata kuliah studi kasusu adalah memahami konsep studi kasus sebagai pendekatan untuk mengases, mengalisis dan memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi konseli, agar mahasiswa dapat memahami tentang tingkah laku yang menyimpang dan berlatih menangani kasus-kasus tentang tingkah laku yang menyimpang.
Tugas akhir yang dibebankan pada mata kuliah studi kasus ini adalah menangani dua buah kasus. Hal ini dibebankan guna melatih kemampuan dasar calon konselor dalam penanganan kasus di lapangan kelak. Kasus yang pertama adalah kasus bidang belajar di sekolah dan kasus yang kedua adalah kasus bidang pribadi di luar sekolah. Calon konselor diwajibkan memilih satu konseli untuk masing-masing kasus. Konseli tersebut diminta mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya untuk kemudian ditangani oleh calon konselor. Tingkatan kasus yang akan ditangani oleh calon konselor dipersyaratkan minimal adalah tingkatan kasus yang sedang.
Dengan alasan tesebut maka calon konselor melakukan penanganan kasus terhadap konseli sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Segala hal yang dilaksanakan dalam proses penanganan kasus ini akan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara tertulis dan lisan kepada dosen pembimbing sebagai tugas akhir mata kuliah studi kasus.
B. Prosedur Pemilihan Kasus
Pemilihan kasus adalah proses dimana calon konselor memilih dan menentukan kasus seperti apa yang akan diangkat untuk ditangani. Kasus diangkat berdassarkan atas seperti apa jenis kasus pada konseli serta tingkatan kasus tersebut, apakah kasus tergolong sedang atau tergolong kasus berat. Prosedur pemilihan kasus pada kasus belajar kali ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Calon konselor turun ke lapangan memilih dan menentukan calon konseli.
2. Calon konselor menghubungi calon konseli untuk dimintai kesediannya menjadi konseli.
3. Calon konselor menjelaskan tentang berbagai alasan dan tujuan penanganan kasus.
4. Calon konselor meminta persetujuan dari calon konseli.
5. Calon konselor membuat jadwal pertemuan dan wawancara dengan konseli.
C. Tujuan
Tujuan dari praktik penanganan kasus ini adalah sebagai berikut;
1. Membantu menangani dan memberikan jalan keluar pemecahan kasus kurangnya motivasi belajar bagi konseli.
2. Memenuhi tugas akhir mata kuliah studi kasus bimbingan dan konseling.
D. Manfaat
Manfaat dari praktik penanganan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Dari konselor:
a. Memperoleh pengalaman menangani kasus bidang belajar, khususnya kasus tentang kurangnya motivasi belajar pada siswa.
b. Lebih tahu bagaimana cara berkomunikasi terhadap konseli yang sedang terkena suatu masalah, khususnya masalah kurangnya motivasi belajar.
2. Dari konseli:
a. Masalah yang sedang dialami terselesaikan.
b. Menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
c. Menjadi lebih bisa mengungkapkan isi hati.
d. Melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang.
e. Lebih tau tentang apa arti belajar
f. Menadi lebih bersemangat dalam belajar
g. Menjadi lebih menghargai apa yang sudah didapat di sekolah
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
A. Identitas Calon Konselor
Nama : A’an Aisyah
NIM : 1301409015
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Taman siswa, Sekaran, Gunung Pati, Semarang 50229
B. Identitas Konseli
Nama : Nia Khurneya
Sekolah : SMK Nusa Limpung
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sempu, Limpung, Batang, 51271
C. Identifikasi Kasus
Nia adalah siswa XI di SMK Nusa Limpung. Ketika jam belajar mengajar berlangsung, ia jarang memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru, ia juga jarang mencatat pelajaran dengan alasan sudah mempunyai buku paket sehingga mencatat tidak diperlukan lagi. Ketika ada PR, ia sama sekali tidak pernah mengerjakannya di rumah, karena ia beranggapan bahwa soal-soal yang diberikan cukup mudah dan tidak usah buru-buru dikerjakan di rumah, dikerjakan di sekolah juga masih bisa, apalagi kalau ada teman yang sudah mengerjakannya, ia akan langsung meng-copy–nya. Ia juga hanya belajar kalau mau ada ulangan harian atau ujian saja, itu pun yang ia pelajari hanya pada mata pelajaran tertentu saja yang menurutnya gampang, sedangkan mata pelajaran yang tidak ia sukai atau yang sudah terlanjur diangggap sulit sama sekali tidak dipelajari dan pasrah saja ketika ujian berlangsung. Berdasarkan hasil dari ulangan harian ataupun hasil ujian, banyak nilainya yang hanya sebatas KKM saja, dan ada pula yang dibawah KKM. Ketika ia melihat nilai teman-temannya yang jauh lebih tinggi daripada nilai yan ia peroleh, ia merasa iri dan ingin juga mendapat nilai yang jauh lebih tinggi. Akan tetapi keinginannya tersebut sama sekali tidak diwujudkan dalam bentuk usaha belajar dengan lebih keras, ia masih saja tidak berubah dan mengulangi kebiasaan belajarnya yang amburadul. Ekspektasi yang cukup besar pada dirinya oleh orang tuanya yang selalu mengatakan bahwa Nia pintar dan mempunyai kemampuan diatas kebanyakan anak agaknya membuat dirinya kehilangan motivasi untuk belajar karena ia sudah terlanjur beranggapan bahwa dirinya pintar.
1. Gejala yang timbul dalam diri Nia:
a. Malas, enggan, lambat bekerja, mengulur waktu, pekerjaan tidak selesai, dan kurang konsentrasi.
b. Tidak mengerjakan tugas dan tidak mencatat.
c. Kurang ada semangat/antusiasme dalam belajar.
d. Jarang mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan.
e. Gampang putus asa.
f. Cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkannya.
g. Harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari diri sendiri).
2. Keluhan-keluhan dari Nia:
a. Merasa malas untuk mengerjakan tugas.
b. Malas mencatat pelajaran.
c. Kurang motivasi belajar.
D. Jenis, Nama, dan Tingkatan Kasus
Identifikasi kasus yang akan ditangani calon konselor adalah sebagai berikut:
1. Jenis kasus : Kasus belajar
2. Nama kasus : Kurang motivasi dalam belajar
3. Tingkatan kasus : Sedang
BAB III
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kurang Motivasi dalam Belajar
Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut M. Utsman Najati, Motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktifitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkan menuju tujuan tertentu.
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: 1) motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, 2) motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal), dan 3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Menurut Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Dalam A.M. Sardiman (2005:75), motivasi belajar dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu.
Menurut Siti Sumarni (2005), Thomas L. Good dan Jere B. Braphy (1986) mendefinisikan motivasi sebagai suatu energi penggerak dan pengarah, yang dapat memperkuat dan mendorong seseorang untuk bertingkah laku. Ini berarti perbuatan seseorang tergantung motivasi yang mendasarinya.
Motivasi adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Masih dalam artikel Siti Sumarni (2005), motivasi secara harafiah yaitu sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan secara psikologi, berarti usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya, atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (KBBI, 2001:756).
Motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar, mempengaruhi intensitas kegiatan belajar, tetapi motivasi dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dengan belajar. Makin tinggi tujuan belajar maka akan semakin besar pula motivasinya, dan semakin besar motivasi belajarnya akan semakin kuat pula kegiatan belajarnya. Ketiga komponen kegiatan atau perilaku belajar tersebut, saling berkaitan erat dan membentuk suatu kesatuan yang disebut sebagai proses motivasi belajar.
Proses motivasi belajar ini meliputi tiga langkah yaitu;
1. Adanya suatu kondisi yang terbentuk dari tenaga-tenaga pendorong belajar (desakan, motif, kebutuhan, dan keinginan belajar ) yang menimbulkan suatu ketegangan atau tenson.
2. Berlangsungnya kegiatan atau perilaku belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar akan mengendurkan atau menghilangkan ketegangan.
3. Pencapaian tujuan belajar dan berkurangnya atau hilangnnya ketegangan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian motivasi adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.
Pengertian belajar menurut Morgan, mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Wisnubrata, 1983:3). Sedangkan menurut Moh. Surya (1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Dari uraian yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Sedangkan pengertian kurang motivasi dalam belajar adalah kurangnya atau terbatasnya keseluruhan daya penggerak baik dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
B. Macam-Macam Motivasi dalam Belajar
Motivasi dalam belajar ada dua, yaitu:
1. Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain.
2. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Sperti hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu. (Tabrani, 1992: 120).
C. Gejala/Ciri-ciri Kurang Motivasi dalam Belajar
Menurut Sejathi (dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2115321 -ciri-ciri-motivasi-belajar/#ixzz1fhvGW7qw) beberapa gejala/ciri-ciri siswa yang kurang motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:
3. Kelesuan dan ketidak berdayaan. Seperti malas, enggan, lamat bekerja, mengulur waktu, pekerjaan tidak selesai, kurang konsentrasi, acuh tak acuh, apatis, perasaan pusing-pusing, mual, mengantuk, dan sebagainya.
4. Penghindaran atau pelarian diri. Seperti absen dari sekolah, bolos, tidak mengikuti pelajaran tertentu, tidak mengerjakan tugas, tidak mencatat, pelupa dan sebagainya.
5. Penentangan. Seperti kenakalan, suka mengganggu, merusak, tidak menyukai sesuatu pelajaran atau kegiatan, mengkritik, berdalih dan sebagainya.
6. Kompensasi. Seperti mencari kesibukan lain di luar jam pelajaran, mengerjakan tugas lain pada waktu belajar, menahulukan pekerjaan yang tidak penting dan sebagainya.
7. Tidak tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan.
8. Kurang ada semangat/antusiasme dalam belajar.
9. Tidak ada keinginan untuk bergabung dalam kelompok kelas.
10. Jarang mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan.
11. Gampang putus asa.
12. Tidak menunjukkan minat terhadap berbagai permasalahan.
13. Gampang berpindah pendapat.
14. Cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkannya.
15. Harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari diri sendiri).
16. Tidak mempunyai semangat untuk mengejar cita-cita.
17. Tidak senang mencari dan memecahkan persoalan.
D. Faktor penyebab Kurang Motivasi dalam Belajar
Dwisepti mengungkapkan (dalam http://uwwiiuwwii.blogspot.com/2010/11/sebab -sebab-kurang-motivasi-belajar.html) Beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang ada motivasi dalam belajar diantaranya:
1. Dengan demikian suasana kelas dan perlakuan guru dapat menjadi penyebab pertama besar atau kecilnya motivasi belajar siswa. Proses penguasaan pengetahuan, nilai- nilai, keterampilan dan pengembangan kemampuan berfikir membutuhkan suasana lingkungan yang kondusif, terutama suasana lingkungan sosial dalam kelas. Kondisi emosional para peserta didik akan berpengaruh besar terhadap perkembangan kemampuan berfikir, keterampilan, bahkan keseluruhan pribadi siswa. Suasana kelas yang kondusif, hubungan antar teman yang akrab, perlakuan guru yang bersahabat dapat membangkitkan kegairahan dan motivasi belajar. Dalam penciptaan kondisi kelas tersebut peranan guru sangat penting, karena di dalam kelas guru adalah pengelolah, pemimpin, dan panutan siswa, selain itu dia juga sebagai sumber belajar, sumber insprirasi dan motivasi.
2. Lingkungan keluarga, yang mana lingkungan keluarga ini sangat amat berpengaruh pada kurangnya motivasi belajar siswa. Orang tua dalam keluarga juga berperan menciptakan suasana belajar yang kondusif dirumah, menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang dibutuhkan oleh siswa.
3. Situasi hubungan sosial, suasana emosional dan disiplin yang demikian akan menumbuhkan suasana yang hebat, membangkitkan motivasi dan memperlancar perkembangan belajar para siswa. Sebaliknya hubungan sosial yang banyak mengandung sikap curiga, permusuhan, ketidakpercayaan, suasana emosi yang tawar atau cenderung ke arah kebencian, penerapan disiplin yang bersifat otoriter, dsb cenderung akan menurunkan motivasi, dan menghilangkan gairah belajar.
4. Disamping faktor lain yang bersumber dari sekolah dan keluarga, motivasi belajar dapat datang dari diri peserta didik sendiri. Kondisi kesehatan yang prima, baik kesehatan jasmani maupun rohani menjadi dasar yang kuat bagi tumbuhnya motivasi belajar. Kondisi kesehatan akan berkembang persepsi, sikap yang sehat dan realistik, emosi yang stabil. Keceriaan, kesenangan, kebahagiaan dsb. Sedangkan kondisi yang kurang sehat maka akan menumbuhkan kondisi sosial yang kurang sehat pula, dan dapat menjadi pangkal dari rendahnya motivasi untuk maju, motivasi untuk berprestasi. Tumbuhnya kondisi pribadi yang sehat juga dilatar belakangi oleh dasar- dasar yang dikembangkan olah keluarga. Keluarga terutama ayah dan ibu memegang paranan kunci dalam pembentukan pribadi anak, dan memberi dasar- dasar bagi kemajuan belajarnya.
5. Siswa menganggap bahwa pelajaran tersebut tidak perlu/tidak berguna.
6. Kepenatan atas gaya belajar yang diterapkan.
7. Fasilitas.prasarana yang kurang memadai.
8. Suhu ruangan / Cuaca (hal ini kurang logis namun menurut saya tidak karena apabila udaranya sejuk / dingin siswa menjadi mengantuk)
E. Upaya penanganan Kurang Motivasi dalam Belajar
Menurut Alberthrs (dalam http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/penyebab-siswa-kurang-semangat-dan-solusinya/) guru pembimbing dapat melakukan upaya-upaya dalam membangkitkan motivasi belajar siswa, upaya tersebut, yaitu :
1. Guru pembimbing dapat memberikan informasi, penjelasan disertai dengan contoh-contoh tentang pentingnya belajar, kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai dengan belajar, orang-orang sukses karena rajin dan giat belajar.
2. Memberikan pujian, ganjaran ataupu hadiah bagi kelas, kelompok atau individu siswa yang berprestasi, untuk membangkitkan motivasi belajar secara sederhana.
3. Memberikan panghargaan terhadap pribadi anak. Karena setiap orang termasuk anak-anak ingin diterima dan dihargai.
4. Memberikan pengertian kepada orang tua konseli untuk selalu mengontrol kegiatan belajar anak dan selalu memotivasi anak untuk tetap rajin dan bersemangat belajar.
Alberthrs (dalam http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/penyebab-siswa-kurang-semangat-dan-solusinya/) juga menyebutkan tidak hanya guru pembimbing, pembangkitan motivasi belajar siswa juga dapat dilakukan oleh guru kelas maupun guru bidang studi. Upaya-upaya tersebut, antara lain :
1. Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
2. Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menjadi menjadi menarik minat siswa. Dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.
3. Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan peserta didik dan banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba dan erpartisispasi.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk sukses. Seperti dengan memberikan tugas yang yang kira-kira dapat dikerjakan dengan baik oleh siswa, agar siswa dapat merasa sukses.
5. Memberikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.
6. Memberikan pujian, ganjaran, ataupun hadiah. Sama dengan guru pembimbing, guru kelas dan guru bidang studi juga dapat membakitkan motivasi belajar melalui pujian, ganjaran dan juga hadiah.
7. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
8. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
9. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
10. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.
11. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.
12. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.
13. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
14. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
15. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.
16. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu media visual maupun audio visual.
17. Menggunakan gambar dalam proses menerangkan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa jenuh siswa.
18. Menggunakan lelucon/bercanda. Sebagai bentuk “refreshing” dan untuk mendapatkan perhatian siswa kembali.
F. Daftar pustaka
1. A.M, Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
2. Wlodkowski, Raymond J., dkk. 2004. Hasrat Untuk Balajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar
3. Goleman, Daniel. 2004. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional): Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ. Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama
4. Ngalim, Purwanto. 2001. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
5. Tabrani, Rusyan. 2001. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
6. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek Mengembangkan Potensi dan Kepribadian siswa. Bandung: Maestro
7. Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling Disekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta
8. No name. 2010. Pengertian motivasi belajar. On line at http://belajarpsikologi.com/ pengertian-motivasi-belajar/ [accessed at 6/12/2011]
9. Alberthrs. 2009. Penyebab siswa kurang motivasi dalam belajar dan cara membangkitkan kembali motivasi belajar siswa (bagi para guru). On line at http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/penyebab-siswa-kurang-semangat-dan-solusinya/ [accessed at 6/12/2011]
10. Nadhirin. 2010. Motivasi dalam belajar. On line at http://nadhirin.blogspot.com/ 2010/01/dalam-dunia-pendidikan-terutama-dalam_17.html [accessed at 6/12/2011]
11. Nasihudin, Muh Rofiq. 2010. Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pemberian bimbingan. On line at http://rofiqnasihudin.blogspot.com/2010/10/ meningkatkan-motivasi-belajar-siswa_21.html [accessed at 6/12/2011]
12. Sutikno, M. Sobry. 2007. Peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa. On line at http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html [accessed at 6/12/2011]
13. Sejathi. 2010. Ciri-ciri motivasi belajar. On line at http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2115321-ciri-ciri-motivasi-belajar/#ixzz1fhvGW7qw [accessed at 6/12/2011]
14. Dwisepti. 2010. Sebab-sebab kurang motivasi belajar. On line at http://uwwiiuwwii. blogspot.com/2010/11/sebab-sebab-kurang-motivasi-belajar.html [accessed at 6/12/2011]
BAB IV
DATA KASUS
Data kasus adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kasus belajar yang dialami oleh konseli. Calon konselor berusaha mengumpulkan data dari berbagai sumber dan dari berbagai pihak yang diduga ada relevansinya dengan masalah yang dihadapi oleh konseli. Calon konselor ingin memperoleh data selengkap mungkin, apakah ini berupa data objektif maupun subjektif dan berbagai sumber. Data objektif yang diperoleh dari berbagai sumber di antaranya:
A. Hasil analisis buku rapor
Dari hasil analisis, menunjukkan bahwa nilai rapor Nia pada umumnya (untuk semua mata pelajaran) tergolong di atas rata-rata, termasuk dalam ranking 14 pada Semester I di kelas X. Namun prestasi Nia mengalami penurunan pada semester berikutnya, yaitu ia masuk dalam ranking 21 dari 33 siswa di kelasnya. Sehingga dalam kenaikan kelas XI Nia hanya memenuhi norma-norma kenaikan kelas minimal.
B. Wawancara
1. Wawancara dengan Nia
Usia Nia saat ini adalah 17 tahun, bersekolah di SMK Nusa Limpung kelas XI dan mengaku belum memiliki pacar. Ketika jam belajar mengajar berlangsung, ia mengaku jarang memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru karena apa yang dikatakan oleh guru sudah ada semuanya di buku paket. Nia juga jarang mencatat pelajaran dengan alasan mencatat merepotkan dan lagi ia sudah mempunyai buku paket sehingga mencatat tidak diperlukan lagi karena apa yang akan dicatat sudah ada dalam buku paket.
Nia mengaku sering langsung melupakan apa yang sudah diterangkan oleh guru dikelas, dan pada minggu berikutnya ketika ditanya tentang topik bahasan minggu lalu ia sama sekali lupa, meskipun ada sedikit kekhawatiran akan dimarahi oleh guru, namun ia mengaku bahwa dimarahi juga tidak apa-apa asal tidak sampai dikeluarkan dari sekolah. Nia juga sering mengantuk ketika guru sedang menjelaskan suatu pelajaran di kelas. Ketika ada tugas/PR, ia sama sekali tidak pernah mengerjakannya di rumah, karena ia beranggapan bahwa soal-soal yang diberikan cukup mudah dan tidak usah buru-buru dikerjakan di rumah, dikerjakan di sekolah juga masih bisa, apalagi kalau ada teman yang sudah mengerjakannya, akan lebih mudah langsung meng-copy–nya saja tidak usah repot-repot memikirkan bagaimana jawaban yang benar, yang penting mengerjakan. Ia juga mengaku hanya belajar kalau mau ada ulangan harian atau ujian saja, itu pun yang ia pelajari hanya pada mata pelajaran tertentu saja yang menurutnya gampang, sedangkan mata pelajaran yang tidak ia sukai atau yang sudah terlanjur diangggap sulit sama sekali tidak dipelajari dan pasrah saja ketika ujian berlangsung.
Berdasarkan hasil dari ulangan harian ataupun hasil ujian, banyak nilainya yang hanya sebatas KKM saja, dan ada pula yang dibawah KKM. Ia mengaku terkadang sedih dengan nilainya dan ketika ia melihat nilai teman-temannya yang jauh lebih tinggi daripada nilai yan ia peroleh, ia merasa iri dan ingin juga mendapat nilai yang jauh lebih tinggi. Akan tetapi keinginannya tersebut sama sekali tidak diwujudkan dalam bentuk usaha belajar dengan lebih keras, ia masih saja tidak berubah dan mengulangi kebiasaan belajarnya yang amburadul.
Nia mengaku bahwa ia sangat mempercayai perkataan ibunya tentang dirinya bahwa ia adalah anak yang pintar, yang tanpa belajarpun sudah bisa. Ia selalu mengingat-ingat kata-kata tersebut setiap kali akan ada ulangan atau ujian berlangusng. Ia melihat bahwa ibunya adalah sosok yang paling patut untuk dijadikan contoh dan teladan, apa yang ibunya katakan sudah pasti benar. Ia mengaku ibunya tidak pernah mengekang dan tidak pernah memaksakan kehendaknya. Nia bebas melakukan apa yang dia mau. Ayahnya juga kurang begitu peduli dengan kegiatan persekolahan Nia. Ia mengaku bahwa ayahnya lebih sering berceramah tentang masalah agama di rumah dibanding membahas kegiatan sekolah Bia dan adiknya.
Ketika ditanya tentang berapa IQ yang dimilikinya, ia dengan bangga menyebutkan bahwa IQ nya 122, dan sudah termasuk kedalam golongan individu yang cerdas. Nia merasa bahwa apa yang ia pelajari di sekolah sama sekali tidak ada gunanya dalam kehidupan sehari-hari. Ia kerap berfikir dimana sisi pentingnya belajar sesuatu yang tidak akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengaku tidak ada untungnya mempelajari pelajaran di sekolah yang nantinya tidak ada hubungan sama sekali dengan pekerjaan yang akan ia jalani.
Nia mengaku bahwa ia belum mempunyai gambaran yang jelas tentang masa depannya. Ia mengaku tidak mau langsung bekerja karena masih ingin main-main dan menikmati masa mudanya. Ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi tapi masih belum ada bayangan mau mengambil jurusan apa dan perguruan tinggi apa. Ia mengatakan bahwa itu dipikirkan nanti saja kalau sudah saatnya, menurutnya tidak ada gunanya dipikirkan jauh-jauh hari. Nia merasa selama ini tidak ada sesuatu hal khusus atau pengalaman tertentu yang membuatnya termotivasi untuk belajar.
Nia berharap bahwa ia bisa lebih memiliki motivasi untuk belajar dalam kegiatannya sehari-hari. Ia ingin lebih membahagiakan orang tuanya dengan prestasinya yang ia peroleh di sekolah. ia juga ingin lebih seperti anak-anak lain di kelasnya yang selalu rajin mencatat, aktif bertanya, dan mempunyai motivasi yang kuat untuk mengerjakan tugas dan belajar.
2. Teman sebangku
Dari wawancara dengan teman sebangku Nia yang enggan disebut namanya, ia mengungkapkan bahwa ketika di dalam kelas Nia jarang aktif dalam kegiatan pembelajaran, tidak pernah bertanya, jarang mencatat, sering menggambar ketika guru menyampaikan pelajaran, jarang memperhatikan guru ketika kegiatan belajar mengajar, dan tidak pernah mengerjakan tugas. Menurut teman sebangkunya,, ia selalu menyontek pekerjaan milik temannya pada pagi hari sebelum pelajaran pertama dimulai.
Ketika jam istirahat, menurut teman sebangkunya, Nia jarang mengobrol dengan teman-teman lain, ia hanya mengobrol dengan teman sebangku dan teman yang duduk dibelakangnya saja. Nia juga lebih sering menjadi pemerhati dibandingkan aktif berbicara.
Ketika di luar kelas, ia hanya diam saja dan pasif dengan teman-teman yang diluar kelasnya. Terlihat seperti penyendiri yang susah di dekati dan sering pulang sekolah sendirian.
3. Teman tetangga di rumah
Menurut teman tetangga yang ada di sekitar rumah Nia, Nia jarang sekali terlihat ke luar rumah. Paling Nia hanya terlihat keluar rumah bila sedang disuruh ibunya membeli sesuatu di warung, atau hanya mampir ke rumah budhenya saja, jarang bermain dengan teman-teman di sekitar rumah dan hanya berdiam di rumah saja. Ketika berpapasan dengan teman di jalan, terkadang Nia hanya diam saja tidak menyapa dan melanjutkan jalannya seolah tidak melihat ada teman yang sedang berpapasan dengannya.
Ketika diajak berbicara juga hanya menjawab yang seperlunya saja. Menurut teman tetangganya di rumah, Nia dianggap kurang bisa bergaul, suka berdiam di rumah saja, dan agak sombong.
4. Ibu Nia
Menurut pengakuan ibu Nia, Nia adalah anak pertama dari dua bersaudara, anak yang kedua masih duduk di sekolah dasar kelas V. Dalam keluarga nia, keadaannya terbilang serasi dan jarang terjadi keributan. Ayah dan ibu Nia selalu berada di rumah dan jarang pernah ada yang meninggalkan rumah untuk waktu yang relativ lama. Pekerjaan ibu Nia adalah pedagang pakaian di pasar, sedangkan Ayah Nia adalah seorang petani. Fasilitas di rumah juga sudah cukup memadai untuk hiburan dan juga belajar. Diantaranya adanya televisi, radio, dvd player, play station, perangkat komputer, dan sebagainya.
Ibunya mengaku bahwa Nia memang anak yang terlahir sudah pintar dari sananya, sehingga meskipun tidak belajar dengan keras seperti kebanyakan anak yang lain, Nia sudah mampu menguasai suatu pelajaran tertentu. Ibunya mengaku selalu memuji kepintaran Nia semenjak in masih kecil. Ketika ditanya tentang nilai pelajaran Nia yang menurun, ibunya berkata bahwa Nia yang tidak belajar saja sudah mendapat nilai yang sedemikian apalagi bila Nia niat belajar dengan keras, pasti dia akan menjadi yang paling atas diantara teman sekelasnya. Ibunya juga mengaku tidak pernah menyuruh anaknya untuk belajar atau mengerjakan PR, ia percaya bahwa anaknya sudah pasti bisa.
Menurut ibunya, dirumah Nia terbilang kurang rajin membantu mengurus rumah, ia juga sering menunda-nunda pekerjaan yang sudah ada di depan mata. Nia sering melupakan apa yang sudah diperintahkan ibunya dalam berbagai hal. Yang paling jelas terlihat adalah dalam hal membantu mengurus rumah dan sering tidak memperhatikan keadaan adiknya ketika di rumah.
BAB V
ANALISIS DAN DIAGNOSIS
A. Analisis kasus
Analisis memiliki makna suatu kegiatan menguraikan, menjabarkan, dan menerangkan suatu data permasalahan secara rinci dan lengkap.
1. Analisis konten
Masalah yang dihadapi oleh Nia adalah masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajarnya baik di sekolah maupun di rumah. Berdasarkan gejala-gejala yang diperlihatkan oleh Nia seperti malas, enggan, lamat bekerja, mengulur waktu, pekerjaan tidak selesai, kurang konsentrasi, tidak mengerjakan tugas dan tidak mencatat, kurang ada semangat/antusiasme dalam belajar, jarang mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan, gampang putus asa, cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkannya dan harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari diri sendiri), masalah yang dialami oleh Nia adalah masalah yang berhubungan dengan kurang adanya motivasi dalam kegiatan belajar, baik belajar di rumah ataupun belajar di sekolah.
2. Analisis logis
Selama ini Nia mengeluhkan bahwa ia merasa kurang adanya suatu hal yang memotivasinya untuk semangat dan rajin belajar. Ketika ditanya lebih dalam tentang masa lalunya, ternyata Nia selalu dipuji sebagai anak yang pintar oleh ibunya sendiri. Nia juga semenjak kecil selalu dianggap sebagai anak yang pintar dari lahir, sehingga meskipun ia tidak belajar, ia sudah bisa menguasai suatu pelajaran. Pujian dan klaim anak yang pintar dari ibunya ternyata menjadikan Nia menjadi anak yang kurang memiliki motivasi dalam belajar.
3. Analisis komparative
Berdasarkan pengakuan teman sebangku Nia, ketika di sekolah Nia jarang aktif dalam kegiatan pembelajaran, tidak pernah bertanya, jarang mencatat, sering menggambar ketika guru menyampaikan pelajaran, jarang memperhatikan guru ketika kegiatan belajar mengajar, dan tidak pernah mengerjakan tugas. Sedangkan pengakuan ibunya, ia tidak pernah menyuruh anaknya untuk belajar atau mengerjakan PR. Nia juga mengungkapkan hal yang kurang lebih sama seperti yang telah diungkapkan teman sebangkunya dan ibu Nia sendiri.
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh teman sebangku Nia dan ibu Nia, keduanya cocok dengan pengungkapan yang diungkapkan oleh Nia sendiri. Hal ini berarti apa yang dirasakan dan dilakukan oleh Nia sama persis dengan pandangan dan persepsi orang luar, dalam hal ini adalah teman sebangku Nia dan ibunya sendiri. Semua hal yang diungkapkan tersebut menggambarkan bahwa Nia memiliki masalah tentang kurangnya motivasi dirinya dalam belajar.
Perbandingan juga bisa dilihat dari harapan apa saja yang dimiliki oleh Nia serta bagaimana kenyataan yang sesungguhnya ia alami apakah sudah sesuai dengan harapan-harapannya atau belum. Dalam hal ini, Nia memiliki harapan bahwa ia ingin mendapat nilai yang jauh lebih tinggi, akan tetapi dalam kenyataanya ia nilainya hanya mepet KKM dan tidak jarang ada juga yang dibawah KKM. Nia berharap bahwa ia bisa lebih memiliki motivasi untuk belajar dalam kegiatannya sehari-hari namun dalam kenyataannya Nia kurang memiliki untuk belajar. Ia ingin lebih membahagiakan orang tuanya dengan prestasinya yang ia peroleh di sekolah namun kenyataan menunjukkan bahwa nilainya yang ia peroleh di sekolah belum cukup membanggakan orang tua. Ia juga ingin lebih seperti anak-anak lain di kelasnya yang selalu rajin mencatat dan aktif bertanya, tetapi ketika kenyataan yang ada di kelas adalah bahwa Nia tidak pernah mencatat pelajaran dan selalu menjadi pihak pasif di kelas.
Berdasarkan analisa perbandingan antara harapan dan kenyataan yang dimiliki oleh Nia, semua harapan yang dimiliki oleh Nia masih belum tercapai, karena pada kenyataannya Nia selalu melakukan hal yang berkebalikan dengan apa yang menjadi harapan-harapannya. Hal ini tidak lepas dari masalah yang dialami oleh Nia, yaitu kurang adanya motivasi dalam belajar, sehingga ia masih belum bisa mencapai harapannya sendiri.
B. Diagnosis
Diagnosis memiliki arti yaitu suatu upaya untuk mengenal, menetapkan atau menentukan sifat, serta hakekat dalam suatu peristiwa melalui pengamatan terhadap gejala.
1. Esensi masalah
Esensi atau pokok dari permasalahan yang dihadapi oleh Nia adalah dalam diri Nia masih kurang memiliki motivasi yang kuat untuk menjalankan kegiatan belajar dalam kegiatannya sehari-hari. belajar ini bisa belajar di rumah maupun belajar di sekolah.
2. Latar belakang masalah
Yang melatar belakangi masalah yang ada pada diri Nia, yaitu masalah kurang motivasi dalam belajar adalah kondisi dalam keluarga Nia sendiri dan pola asuh orang tua. Orang tua Nia kurang begitu peduli terhadap progress dan kemajuan pendidikan yang dilakukan Nia. Hal ini terlihat dari ibu Nia yang terlalu percaya pada anggapan bahwa anaknya adalah anak yang pintar sehingga belajar tidak belajar hasilnya sudah pasi memuaskan. Orang tua Nia juga jarang mengontrol kegiatan belajar Nia di rumah, mereka tidak pernah menghimbau anak-anaknya untuk belajar, mengerjakan pekerjaan rumah, dan membiarkan atau membebaskan Nia begitu saja.
3. Penyebab utama masalah
Penyebab utama yang menyebabkan Nia memiliki masalah kurang adanya motivasi dalam belajar adalah karena kepercayaannya yang sangat kuat terhadap perkataan ibunya tentang dirinya bahwa ia adalah anak yang pintar, yang tanpa belajarpun sudah bisa. Nia selalu mengingat-ingat kata-kata tersebut. Klaim pintar dari ibunya inilah yang menjadi penyebab utama kurang motivasi Nia dalam belajar. Ia selalu melihat bahwa apa yang ibunya katakan sudah pasti benar. Hal ini menimbulkan persepsi yang sama terhadap diri Nia, yaitu ia selalu mempersepsikan dirinya sendiri bahwa ia adalah anak yang pintar sehingga kian lama ia kurang memiliki motivasi untuk belajar.
4. Dinamika psikis konseli
Dinamika psikis konseli terbagi menjadi dua, yaitu dinamika psikis konseli yang bersifat positif dan dinamika psikis konseli yang bersifat negatif.
a. Dinamika psikis konseli yang positif:
• Nia sudah terbuka dan jujur dalam mengungkapkan masalah yang sedang sialaminya.
• Nia memiliki potensi yang cukup memadai untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri.
• Memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan yang dimilikinya.
• Mempunyai keinginan untuk berubah menjadi lebih baik.
• Nia memiliki harapan yang jelas dan wajar.
b. Dinamika psikis konseli yang negatif:
• Dalam menyikapi masalah yang dialaminya, Nia selalu bersikap negatif, objektif, dan idealis.
• Nia merasa bahwa masalah yang sedang dialaminya tersebut adalah masalah yang biasa-biasa saja atau masalah yang wajar.
• Selalu memandang masalah yang dialaminya dengan emosional.
• Dalam kesehariannya, dalam hal ini yang berkaitan dengan belajar, Nia masih sering bergantung dengan bantuan teman-teman di kelasnya.
• Nia adalah seorang yang gampang menyerah ketika mendapat suatu tantangan tertentu.
• Sering menunda-nunda suatu pekerjaan tertentu.
BAB VI
PROGNOSIS
A. Alternatif pemecahan
Beberap alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kurang motivasi dalam belajar belajar diantaranya:
1. Memberikan panghargaan terhadap pribadi anak. Karena setiap orang termasuk anak-anak ingin diterima dan dihargai.
2. Memberikan informasi, penjelasan disertai dengan contoh-contoh tentang pentingnya belajar, kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai dengan belajar, orang-orang sukses karena rajin dan giat belajar.
3. Memberikan pujian untuk membangkitkan motivasi belajar secara sederhana.
4. Memberikan pengertian kepada orang tua konseli untuk selalu mengontrol kegiatan belajar anak dan selalu memotivasi anak untuk tetap rajin dan bersemangat belajar.
5. Melaksanakan konseling agar Nia dapat memahami dirinya lebih baik (kelemahan-kelemahan maupun kelebiban-kelebihannya).
B. Pendekatan
Untuk membantu penanganan masalah kurang motivasi dalam belajar ini calon konselor mencoba menawarkan konsep konseling realitas. Gerald Corey dalam bukunya, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, mengatakan bahwa terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan oleh William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality), melakukan hal yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsiblility).
Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.
Penggunaan konseling realitas sebagai alternatif pemecahan masalah kurang motivasi dalam belajar, menurut penulis karena mengingat konseling realitas memiliki konsep-konsep dasar sebagai berikut :
1. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process) dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.
3. Terapi realitas lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
4. Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya.
5. Terapi Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan oleh guru atau konselor di sekolah daam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan.
6. Terapi Realitas berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.
7. Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
Dengan melihat keunggulan konseling realitas tersebut diatas, calon konselor berharap dapat sedikit demi sedikit menumbuhkan motivasi konseli dalam belajar, sehingga konseli dapat mengentaskan masalah yang sedang dihadapinya dan bisa memenuhi harapan-harapan yang dimilikinya.
C. Langkah-langkah
Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Secara praktis langkah-langkah dalam konseling realita adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
2. Fokus pada perilaku sekarang.
3. Mengeksplorasi total behavior terapi.
4. Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi.
5. Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
6. Membuat komitmen.
7. Tidak menerima permintaan.
8. Tindak lanjut.
BAB VII
TREATMENT
A. Tahap-tahap proses konseling
Konseling terhadap Nia dilakukan pada hari Senin tanggal 2 Januari 2012 bertempat di rumah Nia pukul 14.00 sampai dengan selesai. Proses konseling ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan konseling realita. Proses konseling dalam pendekatan realitas bertumpu pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Tahap-tahap konseling dapat dirinci sebagai berikut:
1. Tahap 1:
Langkah pertama yang dilakukan adalah calon konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli. Pada tahap ini calon konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Calon konselor melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dilakukan dengan perilaku attending. Sikap attending dilakukan dengan menatap konseli, manunjukkan minat kepada konseli tanpa dibuat-buat, duduk dengan sikap terbuka—agak maju kedepan dan tidak bersandar, tubuh calon konselor agak condong dan agak diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respon parafrase. Calon konselor juga menunjukkan sikap bersahabat, bersikap genenuine dan tidak menghakimi konseli atau tidak memberi penilaian atas apa yang telah dilakukan konseli.
Langkah berikutnya yaitu fokus pada perilaku sekarang. Calon konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanannya yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu calon konselor meminta konseli mendiskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisinya tersebut. Konseli menceritakan semua hal-hal yang dilakukan selama ini yang terkait dengan masalah kurang motivasi belajar yang dialami olehnya. Selanjutnya calon konselor mengatakan kepada konseli apa-apa saja yang dapat dilakukan konselor dalam proses konseling ini, menyatakan apa saja yang diinginkan oleh calon konselor dari konseli, dan bagaimana calon konselor melihat situasi yang dialami konseli tersebut, kemudian calon konselor dan konseli bersama-sama membuat komitmen untuk konseling.
Langkah yang ketiga adalah mengeksplorasi total behavior terapi. Calon konselor menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu: menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya; cara pandang dalam konseli terhadap masalahnya; sumber akar permasalahan konseli apakah dari perilakunya atau dari sumber yang lain, bukan pada perasaannya. Pada tahap ini, secara umum calon konselor mengumpulkan data sebanyak-banyaknya tentang konseli agar tepat dalam emmberikan penanganan terhadap masalah yang dialami konseli.
Langkah kelima adalah konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi. Calon konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik bagi dirinya. Disini calon konselor bukan untuk menilai perilaku konseli benar atau salah, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini secara mandiri. Calon konselor secara luas memberi kesempatan pada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Calon konselor juga bertanya pada konseli tentang pilihan perilakunya apakah bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan tentang apakah konseli akan tetap pada pilihannya, mempertanyakan apakah hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi/tercapai, calon konselor juga mendebat tentang bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling. Komitmen ini penting, karena proses konseling realita akan berjalan apabila konseli mau melakukan apa yang sudah dikomitmenkan.
2. Tahap 2
Pada tahap kedua dalam proses konseling ini, langkah yang dilakukan adalah merencanakan tindakan yang bertanggung jawab oleh konseli. Pada langkah ini konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Setelah menyadari hal tersebut, konseli disuruh untuk membuat rencana tindakan yang lebih bertanggung jawab. Lalu konseli menyusun rencana tindakannya sendiri yang sifatnya spesifik dan konkrit. Dalam rencana tersebut konseli menulis tentang hal-hal apa yang akan dilakukan oleh konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
Setelah konseli membuat rencana tindakan, selanjutnya calon konselor melakukan langkah konseling membuat komitmen. Disini calon konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama dengan calon konselor sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh konseli sendiri.
3. Tahap 3
Pada tahap ini, langkah berikutnya setelah pembuatan komitmen adaah calon konselor tidak menerima permintaan. Calon konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Ternyata konseli masih belum sepenuhnya melaksanakan tindakan-tindakan yang sudah direncanakan pada konseling sebelumnya. Pada saat yang bersamaan konseli lalu meminta maaf pada calon konselor, namun karena proses konseling ini menggunakan pendekatan realita, maka permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak dipenuhi oleh calon konselor. Lalu calon konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Calon konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil dilakukan. Pada tahap ini calon konselor menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab calon konselor berusaha untuk menghindari kecenderungan konseli akan bersikap defensif dan mencari-cari alasan. Pada tahap ini calon konselor juga tidak memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi menghadapkan konseli pada konsekuensi. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan konseli secara otomatis akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Calon konselor memberi pemahaman pada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia mau melakukan perbaikan itu. Setelah itu, konseli kembali berjanji untuk berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
Langkah yang terakhir adalah melakukan tindak lanjut. Calon konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai oleh konseli selama proses konseling berlangsung. Pada langkah ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. Oleh karenanya, calon konselor dan konseli bersepakat untuk mengakhiri konseling terlebih dahulu dan dilanjutkan pada lain kesempatan samapi tujuan yang dinginkan konseli tercapai.
BAB VIII
EVALUASI
A. Evaluasi tiap langkah dalam konseling
1. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
Pada langkah ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan dilakukan.
2. Fokus pada perilaku sekarang.
Pada langkah ini, konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3. Mengeksplorasi total behavior terapi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli.
4. Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi.
Pada langkah ini, konseli sudah mau manilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti kegiatan konseling.
5. Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
Pada langkah ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri.
6. Membuat komitmen.
Pada langkah ini, konseli bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana tindakannya.
7. Tidak menerima permintaan.
Pada langkah ini, konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
8. Tindak lanjut.
Pada langkah terakhir ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
B. Evaluasi tiap pertemuan
1. Pertemuan pertama (tahap 1)
Pada konseling tahap pertama ini, konseli sudah mau bekerja sama dengan calon konselor, hal ini ditunjukkan dengan sikap konseli yang ceria, bersedia mengungkapkan permasalahannya, dan menunjukkan adanya perhatian kepada calon konselor. Konseli juga sudah mau ikut terlibat dalam kegiatan konseling yang akan dilakukan. Konseli sudah mau menceritakan apa saja yang ia lakukan terhadap permasalahan yang ia alami. Ketika calon konselor mengungkapkan tentang uraian kegiatan konseling yang akan dilakukan, konseli secara antusias menyimaknya. Konseli juga sudah mau membuat komitment berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Konseli juga sudah mau secara terbuka menceritakan tentang apa saja yang dilakukan konseli selama ini terkait dengan masalah yang dihadapinya, cara pandang konseli terhadap masalahnya, dan menceritakan sumber akar permasalahan dari masalah yang dialami oleh konseli. Konseli sudah mau menilai secara mandiri tentang perilakunya yang berkaitan dengan masalah yang ia hadapi. Pertama konseli merasa bahwa perilakunya sudah benar, namun ketika calon konselor mendebat pilihan perilaku konseli, konseli menjadi sedikit ragu dengan perilakunya sendiri. Konseli juga sudah mau berkomitment dalam mengikuti kegiatan konseling.
2. Pertemuan kedua (tahap 2)
Pada pertemuan kedua konseling ini, konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup dapat menolong keadaan dirinya. Konseli bersedia membuat rencana tindakan secara mandiri yang berisi tentang hal-hal apa saja yang akan konseli lakukan guna memecahkan masalahnya sendiri. Konseli juga bersedia berkomitment untuk merealisasikan apa saja yang sudah ia tulis dalam rencana tindakannya
3. Pertemuan ketiga (tahap 3)
Pada pertemuan ketiga ini, ternyata konseli masih belum sepenuhnya melakukan tindakan yang telah direncanakannya meskipun telah berkomitmen. konseli bersedia untuk mengadakan konseling kembali di lain kesempatan agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan. Konseli ternyata belum melakukan rencana tindakan yang sudah ditulisnya. Konseli sudah mau mendiskusikan mengapa ia tidak melaksanakan apa yang sudah dikomitmenkan oleh dirinya sendiri. Setelah mendapat pemahaman yang lebih dari calon konselor, konseli sekali lagi berjanji akan berusaha melakukan setiap tindakan yang telah dibuat dan berkomitmen untuk bisa berubah agar masalah yang dihadapinya segera terselesaikan.
C. Evaluasi secara keseluruhan
Secara keseluruhan, konseli sudah secara sukarela dan terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada calon konselor. Hal ini merupakan sesuatu hal yang baik, karena dengan sikap konseli yang terbuka dan sukarela, proses konseling akan lebih mudah dilaksanakan. Konseli juga sudah mau berusaha untuk mengatasi kurang motivasinya dalam belajar yang dialaminya. Hal ini merupakan sesuatu yang positif bahwa konseli mempunyai keinginan yang kuat untuk memecahkan masalahnya sendiri. Dengan adanya konseling konseli menjadi lebih termotivasi untuk segera lepas dari masalah kurang motivasinya dalam belajar.
BAB IX
TINDAK LANJUT
Tindak lanjut dalam kegiatan konseling adalah proses tindakan yang dilakukan secara bersama-sama antara konselor dan konseli apabila konseli masih membutuhkan bantuan dari konselor sedangkan proses treatment sudah selesai dilaksanakan. Pada penanganan kasus belajar kali ini, konseli sudah merasa cukup terbantu dengan konseling yang dilaksanakan dalam waktu tiga kali pertemuan. Konseli menunjukkan adanya perubahan kemajuan meskipun belum sepenuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa proses konseling yang dilakukan oleh calon konselor menghasilkan adanya kemajuan positif pada diri konseli meskipun belum sepenuhnya. Calon konselor dan konseli memutuskan untuk melakukan proses konseling lanjutan sekali lagi untuk menuntaskan masalah yang dihadapi oleh konseli dan untuk mengukur seberapa besar komitment konseli terhadap tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan masalah kurang motivasi belajar yang dialaminya, mengingat pada konseling pertemuan yang ketiga konseli belum melakukan tindakan yang sudah ia rencanakan. Proses konseling lanjutan ini sepakat akan dilaksanakan pada hari minggu pada tanggal 8 Januari 2012.
BAB X
PENUTUP
A. Simpulan
Kasus yang ditangani oleh calon konselor adalah kasus belajar tentang kurang motivasi dalam belajar. Dalam menangani kasus tersebut, calon konselor pertama melakukan pengumpulan data kasus dengan cara wawancara kepada konseli dan dari sumber lain untuk kelengkapan dan ketepatan data. Setelah dilakukan analisa kasus, diketahui bahwa penyebab utama masalah yang dihadapi konseli adalah kepercayaan konseli yang berlebihan terhadap perkataan ibunya. Pada tahap prognosis diputuskan bahwa pendekatan konseling yang akan digunakan untuk mentreatment konseli adalah pendekatan realita. Pada tahap treatment konseling, calon konselor melaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang ada pada pendekatan realita dan sesuai pula dengan upaya penanganan yang telah direncanakan. Treatment yang dilakukan calon konselor ternyata membuahkan belum berhasil sepenuhnya, setelah di evaluasi ternyata konseli belum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan sesuai dengan apa yang telah dikomitmenkan sebelumnya. Oleh karenanya calon konselor dan konseli bersepakat untuk melakukan konseling lanjutan untuk menuntaskan masalah yang dialaminya.
B. Saran
Berdasarkan proses konseling yang dilaksanakan, maka yang perlu disarankan adalah sebagai berikut:
1. Dalam mengumpulkan data, alangkah lebih baik bila mengumpulkan informasi mengenai konseli bukan Cuma dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai sumber agar informasi yang didapat lebih akurat dan lebih lengkap sehingga memudahkan dalam proses penanganan konseling.
2. Sebaiknya mempererat hubungan antara konselor dan konseli, agar konselor mendapat kepercayaan penuh dari konseli terkait penyelesaian masalah yang konseli hadapi.
3. Kerjasama antara konselor dan konseli dalam proses konseli sangat penting dan harus terus ditingkatkan demi tercapainya tujuan yang diinginkan dalam proses konseling.