Rabu, 18 Januari 2012

MASALAH PRIBADI ANAK SD



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Anak sekolah dasar adalah masa permulaan dari masa pertengahan dan akhir anak-anak yaitu antara usia (6-12 tahun). Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupannya. Sebab, masuk kelas satu merupakan peristiwa penting bagi anak yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap, nilai dan perilaku.
Dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal disebutkan bahwa salah satu standar kompetensi kemandirian peseta didik yaitu aspek pribadi. Dalam aspek tersebut disebutkan kemandirian peserta didik (siswa sekolah dasar) yaitu :Mengenal keberadaan diri dalam lingkungan dekatnya, Menerima keadaan diri sebagai bagian dari lingkungannya, Menampilkan perilaku sesuai dengan keberadaan diri dalam lingkungannya.
Menurut Havighurst tugas perkembangan pada masa akhir anak-anak, yaitu: mempelajari keterampilan fisik yang yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum, membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mekhluk yang sedang tumbuh, belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepat, mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan lembaga-lembaga, mencapai kebebasan pribadi.
Dari tugas-tugas perkembangan dan standar kompetensi kemandirian tersebut seorang individu (siswa sekolah dasar) diharapkan mampu nmelalui tahap-tahap perkembangan tersebut untuk mencapai kemandirian. Namun tidak semua individu dapat melewati tahap perkembangan tersebut dengan baik. Dimungkinkan individu mengalami kesulitan dalam melalui tahap tersebut, hal ini akan menimbulkan permasalahan bagi individu tersebut. Karena masalah muncul akibat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Dari fenomena tersebut diatas penulis mengakat permasalahan tersebut kedalam makalah yang berjudul “Permasalahan Pribadi Siswa Sekolah Dasar”.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1    Masalah-masalah pribadi apa yang dihadapi siswa sekolah dasr?
1.2.2    Apa penyebab munculnya masalah?

1.3    Tujuan
Mengetahui masalah-masalah pribadi yang dialami siswa sekolah dasar serta factor penyebab munculnya masalah tersebut, serta cara mengatasi masalah tersebut.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masalah Pribadi Anak Sekolah Dasar
Masalah merupakan ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan, ketidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, sesuatu yang tidak mengenakkan. Prayitno mengemukakan bahwa masalah adalah:
1.    sesuatu yangtidak disukai adanya
2.    sesuatu yang menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain
3.    sesuatu yang ingin atau perlu dihilangkan. 
Ada beberapa factor yang menyebabkan timbulnya masalah yaitu :
1.    masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendakioleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungannya
2.    masalah timbul akibat dari proses belajar yang salah
3.    masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Dari beberapa pengerian yang telah disebutkan maka permasalahan pribadi anak sekolah dasar adalah munculnya kesenjangan antara harapan terhadap pribadinya dengan kenyataan pribadinya yang tidak diharapkan individu.

2.2  Permasalahan Anak Sekolah Dasar
2.2.1 Pemakai Tangan Kiri
Pemakaian tangan kiri (kidal) merupakan bahaya potensial bagi penyesuaian social dan pribadi yang baik. Hal ini sangat berbahaya dalam dua kondisi sebagai berikut :
a.    Jika sebagai pemakai tangan kiri anak menyadari bahwa mereka berbeda dan jika mereka merasa lebih rendah, hal itu akan mempengaruhi sikap mereka terhadap diri sendiri dan pada gilirannya mempengaruhi sikap terhadap perilaku mereka.
b.    Penggunaan tangan kiri menjadi bahaya yang nyata bagi penyesuaian social dan pribadi yang baikm  jika hal itu menghambat anak untuk mempelajari keterampilan dan menghasilkan keterampilan yang menurut keyakinannya berada dibawah kemampuannya.
Penyebab terjadinya masalah dengan anak akibat tangan kidal yaitu karena anak merasa berbeda dengan anak lain. Perilaku kidal ini disebabkan karena anak salah belajar dan tidak ada yang memberitahu tindakan itu salah sehingga perilakunya menjadi kebiasaan.

2.2.2 Penuntut
Penuntut merupakan reaksi yang ditimbulkan akibat reaksi emosional dan reaksi social yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari keterlantaran kasih sayang. Penuntut dilakukan akan sebagai wujud protes anak terhadap orangtua untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang tidak pernah didapatykan.

2.2.3 Pemalu
Pengertian
Rasa malu pada anak sekolah dasar merupakan fenomena yang biasa, alami dan bisa terjadi kapan saja, dimana saja. Hariansyah (2007) mengatakan bahwa perilaku malu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar respon terhadap suatu kondisi tertentu. Sedangkan Swallow (2007) seorang psikiater, mendefinisikan sifat pemalu sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa takut atau cemas karena penilaian tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri. Begitupula dengan anak sekolah dasar, bila sedang merasa malu, biasdanya ia akan sembunyi baik di kolong meja atau di belakang orang yang lebih besar darinya supaya tak dapat terlihat.
Rasa malu yang menetap menimbulkan sifat malu-malu dalam segala hal sehingga anak takut mencoba sesuatu yang baru atau yang berbeda dari biasanya. Akibatnya prestasi yang dicapai berada dibawah tingkat kemampuan mereka.
Anak yang pemalu hanya memberi sedikit kepada kelompok. Umumnya mereka bukan tidak disukai, tetapi dipandang rendah dan diabaikan. Hal ini mengakibatkan penyesuaian yang buruk karena kurangnya pengalaman belajar dalam segi hubungan social.
Rasa malu menyulitkan anak memainkan peran sebagai pemimpin karena ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan kreatif dengan orang lain.
Anak yang pemalu takut berbicara dengan orang lain sehingga orang lain juga tidak berbicara dengan mereka. Hal ini mendorong anak untuk menjadi terikat kepada diri sendiri.
Jadi sifat pemalu adalah rasa yang tidak nyaman, cemas atau takut di dalam kegiatan sosial kususnya karena mereka tidak memahami lingkungannya. Takut itu sendiri merupakan keadaan emosi yang wajar pada setiap anak sekolah dasar, dan bisa dirasakan oleh orang lain di beberapa keadaan tertentu, yang biasanya menghindari atau menjauhkan diri dari hal yang berbahaya. Seperti keadaan emosi yang lain, perilaku malu yang berpangkal dari rasa cemas atau takut yang ada di luar wajar atau berlebihan.

Karateristik  Anak yang malu
Kecenderungan menarik diri ini sudah dimulai sejak masa kanak – kanak termasuk sejak usia anaka sekolah dasar bahkan sejak bayi. Swallow (2007) membuat suatu daftar hal – hal yang bisa dilakukan atau dirasakan oleh anak yang pemalu, yaitu sebagai berikut :
1)    Anak cenderung menghindari kontak mata
2)    Anak biasanya tidak mau melakukan apa - apa
3)    Anak terbiasa berbicara, menjawab secukupnya saja, seperti “ya” atau “tidak” atau “ tidak tahu”
4)    Anak terkadaqng memperlihatkan perilaku mengamuk, hal tersebut biasanya ungtuk menghilangkan kecemasan yang dimilikinya
5)    Jika Anak sedang merasa malu, biasanya  tidak banyak mengikuti kegiatan – kegiatan sekolahnya
6)    Anak biasanya tidak mau meminta pertolongan atau bertanya kepada orang yang dikenalnya
7)    Anak biasanya mengalami demam panggung yang bercirikan pipi merah, tangan berkeringat, timbul keringat dingin, dan bibir terasa kering di saat – saat tertentu.
8)    Anak sering menggunakan alasan agar tidak berhubungan dengan orang lain, misalnya : tidak beranghkat ke sekolahan
9)    Anak merasa bahwa tidak ada yang menyukainya
Swallow juga menyatakan adanya beberapa situasi dimana seorang anak yang pemalu ataupun tidak akan mengalami rasa malu yang wajar dan lebih dapat diterima, yaitu ; bertemu dengan orang yang baru dikenal, tampil didepan orang yang banyak dan situasi yang baru. Misalnya : sekolah yang baru atau pindah rumah baru.

Tingkatan perilaku malu
Tingkatan perilaku malu terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut :
1)    Tingkat paling rendah yaitu Normal Shyness.
Yaitu anak yang mengalami sifat ini biasanya selalu gugup saat berbicara didepan orang banyak, namun setelah beberapa saat ia telah bisa mengendalikan atau dapat menguasai dirinya.
2)    Tinglat kedua yaitu exteime shyness.
Anak yang seperti ini selalu berdebar – debar saat di tatap oleh orang lain, berbicara kaku didepan orang banyak, dan selalu menghindari untuk memulai suatu pembicaraan karena takut mengatakan sesuatu yang salah.
3)    Tingkat ketiga yaitu Social Phobia.
Anak yang mengalami social phobia selalu menghindari saat harus bertemu atau berkenalan dengan orang – orang yang baru dalam lingkungannya, sama sekali tidak dapat berbicara dihadapan orang banyak, dan merasa bahwa ia tidak pernah menbimbulkan kesan yang bain pada siapapun.
4)    Tingkat yang paling parah yaitu  server social phobia.
Anak yang seperti ini hanya dapat tenang saat tidak ada orang, hampir tidak pernah dapat keluar rumah karena takut bertemu orang, selalu khawatir bahwa seseorang akan mempermalukannya, sering panik tanpa sebab dan jarang keluar kamar.

Faktor penyebab anak berperilaku malu
 Penyebab utama terjadinya rasa malu karena kurangnya kecerdasan sosial yang dimiliki oleh si pemalu. Umumnya mereka tidak tahu seni memperkenalkan dirinya dan memulai sesuatu percakapan, kurang memiliki ketrampilan bahasa tubuh, dan tidak tegas.  Dengan kata lain sang pemalu umumnya tidak pernah mengetahui bagaimana seharusnya berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Selain kecerdasan sosial, penyebab rasa malu antara lain adalah unsur rendahnya harga diri, pengalaman buruk di masa lalu, dan pengalaman tak menyenangkan, kondisi fisik yang kurang sempurna, serta lingkungan keluarga yang kurang nyaman dalam berinteraksi.

Dampak anak berperilaku malu
Beberapa dampak yang muncul akibat perilaku malu, yaitu terhambatnya perkembangan individu yang mempunyai perilaku malu, semakin tidak terasahnya kemampuan sosial individu, tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, kurang informasi dan pergaulan, kurang pengalaman, menimbulkan kesulitan kesulitan belajar apabila terjadi pada anak usia sekolah dasar.

Rasa malu yang menetap menimbulkan sifat malu-malu dalam segala hal sehingga anak takut mencoba sesuatu yang baru atau yang berbeda dari biasanya. Akibatnya prestasi yang dicapai berada dibawah tingkat kemampuan mereka.
Anak yang pemalu hanya memberi sedikit kepada kelompok. Umumnya mereka bukan tidak disukai, tetapi dipandang rendah dan diabaikan. Hal ini mengakibatkan penyesuaian yang buruk karena kurangnya pengalaman belajar dalam segi hubungan social.
Rasa malu menyulitkan anak memainkan peran sebagai pemimpin karena ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan kreatif dengan orang lain.
Anak yang pemalu takut berbicara dengan orang lain sehingga orang lain juga tidak berbicara dengan mereka. Hal ini mendorong anak untuk menjadi terikat kepada diri sendiri.
2.2.4 Penakut
Ketakutan pada segala sesuatu yang bersifat asing jika tidak dikendalikan dapat menjadi ketakutan kepada segala sesuatu yang berbeda dari biasanya. Hal ini menghalangi usaha anak untuk melakukan sesuatu yang baru. Ketakutan semacam ini dapat memadamkan kreativitas.

2.2.5 Pemurung
Kemurungan merupakan wujud dari emosionalitas yang meninggi akibat sesuatu yang tidak disukainya yang berada diluar batas pengendalian yang disadari. Jika emosional yang meninggi di ekspresikan anak denagn kemurungan kemungkinan besar anak akan cemberut, muram, bermuka masam, atau bersikap kasar.

2.2.6 Melamun Berlebihan
Melamun merupakan salah satu bentuk kreativitas yang potensial paling  berbahaya karena melamun mudah sekali menjadi cara untuk menghindar dari kenyataan yang tidak menyenangkan. Kebiasaan melamun untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan dan untuk memuaskan hati sangat membehayakan penyesuaian pribadi dan social.

2.2.7 Kegagalan Merangsang Kreativitas
Walaupun dasar kreativitas diturunkan, seperti halnya semua potensi bawaan,perkembangannya harus dirangsang. Setiap kondisi yang menghambat rangsangan ini akan menghalangi perkembangannya.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bukti – bukti menunjukkan bahwa kreativitas tampak sejak awal dan pertama – tama terlihat dari cara bayi bermain dengan mainannya. Pada waktu itu setiap hal yang menghambat perkembangan kreativitas akan membekukan kreativitas itu. Salah satu hambatan yang paling umum adalah kurangnya rangsangan.
Kurangnya rangsangan dapat disebabkan ketidaktahuan orang tua dan orang laain dalam lingkungan bayi tentang pentingnya kreativitas atau mungkin ditimbulkan oleh asumsi bahwa kreativitas merupakan sifat bawaan, sehingga alam akan mengatur perkembangannya dan karenanya rangsangan tidak diperlukan.
Ketika anak cukup usia untuk masuk sekolah, misalnya dikelomppok bermain, taman kanak – kanak, atau kelas satu sekolah dasar, mereka akan memperoleh rangsangan, yang pada saat itu mungkin sudah terlambat. Pada saat itu mereka telah terbiasa mengikuti pola yang diberikan orang lain atau sudah berpikir, sehingga bertindak atau berpikir kreatif menjadi terlalu sulit atau mustahil. Dalam situasi demikian, rangsangan yang diberikan sebarapa besar pun tidak akan cukup untuk mengikis habis kebiasaan yang telah terbentuk.

2.2.8 Ketidakmampuan Mendeteksi kreativitas pada Waktu yang Tepat
Sampai saat anak kecil mempunyai pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir dan melakukan kegiatan kreatif, tidak ada cara pasti bagi orang dalam lingkungannya untuk mengetahui apa saja potensi kreativitasnya. Dan sampai terdapat tes untuk mendeteksi potensi kreativitas, mereka tidak akan dapat menemukan potensi tersebut.
Dalam kondisi demikian tidak mengherankan apabila rangsangan terhadap perkembangan kreativitas diabaikan. Pada saat ada suatu bukti bahwaanak itu mempunyai potensi kreatif, mungkin sudah telambat untuk memberikan rangsangan yang dapat mengembangkan potensi itu sepenuhnya.
Kecuali apabila tes atau cara lain dapat dirancang untuk mendeteksi kreativitas pada usia dini, cara satu- satunya untuk menanggulangi bahaya ini adalah dengan mengandaikan bahwa setiap anak mempunyai potensi untuk kreatif, walaupun tingkatan yang berbeda – beda dan memberi mereka rangsangan yan diperlukan pada usia dini. Apabila hal ini telah dilakukan, banyak anak yang kreatif memperoleh kesempatan mengembangkan kreativitas mereka.

2.2.9 Keyakinan bahwa Disiplin dan Hukuman itu Sinonim
Sebagaimana telah ditunjukan terlebih dahulu, banyak orang dewasa yakin bahwa disiplin dan hukuman itu sinonim. Akibatnya mereka yakin bahwa seorang pendisiplin yang baik ialah seorang yang menggunakan hukuman untuk menghalangi perilaku yang salah atau untuk mengajar anak untuk apa yang diterima dan apa yang tidak diterima oleh kelompok sosialnya.
Terdapat dua kekeliruan dalam keyakinan tersebut:
a.    Studi – studi mengenai pengaruh hukuman badan, hukuman badan merangsang perkembangan sikap yang merugikan pada anak sehingga tidak terjadi perbaikan dalam perilaku moreal, melainkan terjadi peningkatan imoralitas.
b.    Bahwa hukuman dapat memenuhi seluruh fungsi disiplin. Keyakinan ini mengabaikan peran, peraturan dan penghargaan. Iya juga mengabaikan kenyataan bahwa moralitas yang benar berasal dari pengendalian perilaku dari dalam alih – alih pengendalian dari luar.
Bila anak tidak tahu mana yang benar dan yang salah, bila usaha mereka untuk memenuhi harapan sosial tidak dihargai dan bila mereka mengembangkan sikap yang negatif terhadap yang berwenang karena mereka menganggap mereka sebagai orang yang suka menghukum, maka mereka akan mempunyai sedikit keinginan untuk berusaha berperilaku sesuai dengan harapan sosial.

2.2.10 Ketidakkonsistenan dalam Disiplin
Ketidakkonsistenan dapat terjadi pada setiap bidang disiplin, tetapi yang paling umum ialah dalam peraturan hukuman dan cara mendisiplin. Ketidakkonsistenan disiplin pada seorang anak dikemudian hari anak tersebut akan menjadi nakal dan kriminal.
c.    Konsep Diri yang Tidak Menguntungkan
Banyak anak mengembangkan konsep diri yang tidak menguntungkan. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan dalam menerima dirinya dan sering penolakan diri ini mengakibatkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk.
Sayangnya banyak orang tua, guru, dan mereka yang bertanggung jawab dan membimbing serta mengendalikan  perilaku anak tidak menyadari bahwa anak sedang mengembangkan konsep diri yang merugikan, bila mereka menyadarinya, mereka merasa bahwa itu hanyalah sebuah fase yang akan berlalu dan bahwa konsep diri yang akan merugikan akn mengkorek dirinnya sendiri.

2.2.11 Egosentrisme
Egosentrisme berarti perhatian kepada diri sendiri melibihi perhartian kepada perhatian kepada orang lain. Anak yang egosentrik terikat pada dirinya dalam arti bahwa perhatian mereka terutama berpusat pada diri mereka sendiri. Mereka lebih banyak berfikir dan berbicara tentang diri sendiri dari pada tentang orang lain dan tindakan mereka terutama bertujuan menguntungkan diri.
Ketidakberdayaan pada masa awal hidup menuntut adanya pengasuhan orang lain dan sebab itu semua bayi dan anak kecil cenderung egosentrik. Tetapi dengan berkembangnya berbagai kecakapan dan kemampuan berkomunikaso, egosentrisme seharusnya semakin berkurang. Anak-anak kemudian diharapkan semakin kurang egosentrik dan semakin sosial.
Tetapi tidak semua anak membuat pergeseran tersebut. Beberapa diantaranya tetap bersikap egosentrik pada saat teman seusia telah menjadi sosial. Akibat kegagalan ini pandangan anggota kelompok sosial terhadap mereka tidak menguntungkan baik pandanganorang dewasa maupun pandangan teman sebaya. Karena penilaiaan sosial yang merugikan menumbuhkan penilaian diri yang merugikan,anak yang egosentrik melakukan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk. Karena itulah egosentrisme dapat dianggap sebagai salah satu bahaya utama dalam perkembangan kepribadian.

2.2.12 Penerimaan Sosial
Penerimaan sosial mempengaruhisetiap keinginan anak untuk mengembangkan sifat – sifat yang disetujui secara sosial dan mempengaruhi konsep diri secara menguntungkan. Penerimaan sosial memegang peranan yang besar dalam perkembangan konsep diri. Anak yang diterima dalam kelompok sosial serta mengisi kedudukan kepimpinan, mengembangkan rasa percaya diri dan kepandaian membawakan diri yang ramah dan percaya diri sebaliknya mendapat lebih banyak teman. Berlawanan dari itu anak yang tidak populer merasa inferior, mereka merasa iri terhadap teman sebaya yang lebih populer, mereka benci karena tidak diajak berpartisipasi dalam kelompok.

2.2.13 Perilaku Malas Pada Anak Sekolah Dasar
Pengertian
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian malas, diantaranya yaitu malas yang diartikan sekedar tidak melakukan aktifitas apapun yang bersifat produktif. Malas adalah hilangnya kegairahan dalam berusaha melakukan sesuatu. Malas adalah ketidakinginan seseorang untuk melakukan sesuatu  baik yang sudah menjadi rutinitasnyan ataupun yang menjadi aktivitas sekali – kali dengan berbagai penyebab. Yang dimaksudkan ketidakinginan disini adalah tidak mau melakukan sesuatuyangb seharusnya kita lakukan.  Begitu pula dengan anak sekolah dasar yang terkadang biasanya masih memiliki sifat malas yang berlebihan, sehingga aktivitasnya sering kali tidak dilakukan seperti biasanya dan kegiataan sehari – hari terkadang terhambat, misalnya saja sedang malas mengerjakan PR atau berangkat ekstrakulikuler, dll. Hal tersebut dapat menghambat aktivitas sehari – hari. Dari pengertian tersebut dapat diambil simpulan mengenai pengertian malas yaitu enggan untuk melakukan suatu aktivitas atau mengerjakan suatu pekerjaan.

Ciri – ciri anak yang malas
Adapun ciri – ciri anak yang malas antara lain sebagai berikut :
1)    Tidak pernah menyelesaikan apa yang telah dimulai, mkatrena telalu malas
2)    Kurang percaya diri, selalu ragu dalam bertindak dan akhirnya tidak melakukan kegiatan apapun
3)    Tidak memiliki banyak kesibukan dan tidak mau mencari kesibukan
4)    Penyendiri, tidak suka bergaul dengan orang lain
5)    Mudah merasa bosan, tidak memiliki konsenmtrasi penuh dalam setiap kegiatan.
6)    Lebih banyak menggunakan waktu luang untuk melamun dari pada mencari kesibukan.

Faktor penyebab anak yang malas
Faktor penyebab kemalasan anak sekolah dasar dapat berasal dari faktor interna dan ekstern. Utamanya dari faktor intern yaitu sebagai berikut :
1)    Anak merasa tidak perlu melakukan kegiatan dan merasa lebih baik berdiam diri.
2)    Anak mudah bosan melakukan kegiatan, katrena kurang berminat dalam melakukan kegiatan.
3)    Anak merasa tidak percaya diri, merasa tidak mampu melakukan sesuatu dan dianggap semua berat, dan merasa lebih baik tidak berbuat apa – apa.
4)    Anak banyak berkhayal atau bermimpi segala masalah teratasi dengan sendirinya.
Adapun faktor – faktor eksteren yang biasanya dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang mendukung untuk melakukan suatu aktifitas, dan faktor keluarga atau pola asuh dari orang tua yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, terutama anak usia sekolah dasar yang biasanya masih banyak meniru atau mengimitasi tindakan dari orang yang lebih dewasa darinya, maka dari itu diperlukannya pola asuh yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Upaya menangani anak yang malas
Secara umum dapat dijabarkan beberrapa upaya untuk mengatasi anak yang selalu merasa malas, yaitu sebagai berikut :
1)    Konsentrasi  pada tujuan dan memiliki tekad untuk menyelesaikan sesuatu
2)    Menyalakan api semangat pada diri anak dan antusiaame untuk meraih kesuksesan
3)    Meyakini keharusan untuk melakukan, dan dapat memahami dampak buruk jika tidak melakukannya
4)    Jika anak mengalami kebosanan, maka carilah cara lain untuk melakukan suatu kegiatan, atau melakukan kegiatan selingan yang lebih ringan namun bermanfaat
5)    Selalu menyegarkan badan dengan latihan – latihan ringan sehingga cukup fit untuk melakukan berbagai kegiatan
6)    Selalu berfikir positif agar hati menjadi tentram dan tenang sehingga tidak ada beban ketika melakukan kegiatan
7)    Jika anak merasa pekerjaannya terlalu berat, maka carilah pemecahan untuk melakukan kegiatan untuk lebih mudah dilakukan, dan yakinlah bahwa dirinya sapat melkukannya jika anak sering mencoba.
8)    Jika anak merasa pekerjaannya rumit, maka pecahlah menjadi bagian – bagian kecil yang lebih sederhana
9)    Buatlah penjadwalan dan skala prioritas dari apa yang harus dikerjakan
10)    Buatlah ruang belajar yang rapi dan nyaman, jauhkan dari hal – hal yang dapat menganggu anak dalam melakukan kegiatan.

BAB 3
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Sebagai individu yang dibilang memiliki usia yang masih muda juga memiliki berbagai masalah pribadi yang sangat mempengaruhi perkembangan berikutnya. Permasalahan-permasalahan pribadi ini muncul akibat adanya kesenjangan antara harapan dalam tugas perkembangan, keluarga dan lingkungan dengan kenyataan yang terjadi. Permasalahan ini sangat mempengaruhi pada tahap perkembangan berikutnya sehingga setiap masalah yang muncul harus segera mendapat penyelesaian.

DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan.Bandung : PT remaja Rosdakarya
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan edisi kelima. Jakarta. Erlangga
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan anak jilid 1 edisi keenam. Jakarta. Erlangga
Hurlock, Elizabeth B.  Perkembangan Anak Jilid 2  edisi keenam. Jakarta. Erlangga
Amti, Erman dan Marjohan. 1992. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Dikti.
Kartadinata, Sunaryo dan Muh Farozin, dkk. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
Sugiarto, DYP &Mulawarman. 2007. Buku ajar psikologi konseling. Semarang : Unnes Press
Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan Konseling. Semarang. CV.Nieuw Setapak

Littlre snake pin