Rabu, 18 Januari 2012

PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK SD



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut.
Dalam perkembangan anak, ada beberapa tahapan yang harus dihadapi yaitu perkembangan anak awal, tengah dan akhir. Anak usia sekolah dasar tergolong pada tahap perkembangan anak awal dan anak akhir. Tahapan perkembangan tersebut meliputi, perkembangan psikis dan fisik.
Salah satu yang sangat mempengaruhi kehidupan anak adalah perkembangan psikis, dimana psikis juga mempengaruhi pemahaman diri anak, kepercayaan diri anak dan lain- lain.
Dalam melalui tahapan perkembangan tersebut anak-anak tak jarang menemui kesulitan atau permasalahan. Dalam mengatasi masalah tersebut seorang anak memerlukan peran seseorang untuk membantu mengarahkan anak dalam menyelesaikan masalah perkembangannya, baik itu pengarhan dari pihak keluarga maupun dari pihak sekolah.
Di lingkungan sekolah, konselor atau guru BK lah yang memiliki wewenang untuk membantu siswa menyelasikan masalahnya, baik membantu dengan cara berkoordinasi dengan wali kelas maupun berkoordinasi dengan wali murid.
Karena itu sebagai guru BK, sudah sepantasnya untuk mengetahui bagaimana perkembangan psikis anak usia sekolah dasar, agar nantinya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan mampu membantu menyelsaikan masalah-masalah perkembangan psikis anak SD.
1.2    Rumusan Masalah
1.2.1    Apa  manfaat mempelajari perkembangan psikis anak?
1.2.2    Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan psikis anak?
1.2.3    Bagaimana perkembangan psikis anak?
1.3    Tujuan
1.3.1    Mengetahui manfaat mempelajari perkembangan psikis anak?
1.3.2    Mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan psikis anak?
1.3.3    Mengetahui bagaimana perkembangan psikis anak?

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Manfaat Mempelajari Psikologi Perkembangan
•    guru/calon guru dapat menghadapi anak didiknya secara tepat sesuai dengan sifat-sifat khas yang ditampilkan anak didiknya itu. Sebagi contoh : anak berumur 6-12 tahun yang perkembangannya normal menunjukkan tingkah laku produktif tinggi (Erikson,1960). Pada periode ini anak ingin berbuat sesuatu yang menunjukkan hasil, memiliki ide yang banyak, yang ingin ditampilkannya. Oleh karena itu guru hendaknya memberi kesempatan dan rangsangan agar anak dapat mengembangkan berbagai keterampilan. Di samping itu yang lebih penting lagi adalah sikap guru yang menghargai ide dan berbagai ciptaan anak didiknya dengan sengaja, bukan hanya secara sambil lalu. Jika guru melakukan hal itu maka dalam diri anak akan timbul perasaan yakin diri bahwa ia mampu dan harga dirinya akan meningkat.

•    guru/calon guru dapat memilih dan menentukan tujuan materi dan strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual anak didik. Siswa sekolah dasar khususnya kelas rendah, sedang dalam tahap berfikir konkrit permulaan. Oleh karena itu tujuan belajar hendaknya yang sederhana dan dalam bentuk tingkah laku yang jelas. Demikian pula materi belajar hendaknya terkait dengan pengalaman anak yang ada disekitarnya. Contoh : Anak dalam belajar membaca, maka materi belajar hendaknya terdiri dari kata-kata yang pernah dialami atau dipahami anak melalui pengalaman lingkungannya.

•    guru/calon guru dapat menghadapi anak dengan benar dalam bentuk tingkah laku yang benar. Guru yang mempelajari psikologi perkembangan menyadari bahwa anak yang dihadapinya adalah sedang dalam proses perkembangan. Contoh : Wajarlah anak melakukan kesalahan dalam tingkah laku, karena kekrang tahuan dan kekurang mampuannya.

•    guru/calon guru dapat terhindar dari pemahaman yang salah tentang anak, khususnya mengenai keragaman proses perkembangan anak mempengaruhi kemampuannya dalam belajar. Ada anak yang cepat dan ada anak yang lambat perkembangan kemampuannya. Sebagai contoh : memperlakukan anak di dalam kelas tidaklah sama, karena pada prinsipnya akan kita jumpai paling tidak tiga kelompok anak taraf kemampuan yang berbeda yaitu anak yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Psikis
•    Pola asuh orang tua
Menurut Goalmen (2002) cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang menadlam dan permanen pada kehidupan anak. Golamen (2002) juga menemukan bahwa pasangan yang secara emosional lebih terampil merupakan pasangan yang paling berhasil dalam membantu anak-anak mereka mengalami perubahan psikis.
•    Pengalaman Traumatik
Kejadian-kejadian traumatik di masa lalu mampu mempengaruhi perkembangan psikis anak.
•    Tempramen
Tempramen dapat didefinisikan sebagai suasana hati, yang mana mampu mempengaruhi kondisi psikis anak.
•    Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan mempengaruhi perbedaan karakteristik psikis keduanya.
•    Usia
Kematangan kondisi psikis seseorang sejalan dengan bertambahnya usia
•    Perubahan Jasmani
Perubahan kondisi fisik seseorang ammpu mempengaruhi konsi psikis seseorang.
•    Perubahan Interaksi dengan teman sebaya
Hubungan anak dengan teman-temannya yang berlangsung harmonis akan membuat kondisi psikis anak juga membaik, Namun, hubungan yang kurang baik membuat psikis anak terganggu.
•    Perubahan pandangan luar
Ada beberapa perubahan pandanagn luar yang dapat menyebabkan konflik psikis, yaitu :
    Sikap dunia luar yang tidak konsisten
    Masyarakat yang masih membedakan antara peserta didik laki-laki dan perempuan
    Sering kali kekosongan peserta didik dimanfaatkan oleh dunia luar yang tidak bertanggung jawab
•    Perubahan interaksi dengan sekolah
Para guru merupakan para tokoh yang sangat diidealkan oleh peseta didik. Sehingga guru sangat berpengaruh dengan perubahan psikis peserta didik.
2.3 Perkembangan Psikis Anak
Manusia dengan berbagai macam renik dan karakternya sudah pasti memiliki kepribadian yang berbeda pula. Oleh karena itu, sudah merupakan kelayakan jika kemudian seorang guru memiliki pemahaman yang mendalam tentang psikologi perkembangan anak, dan ini akan sangat berguna jika digunakan untuk mendekati anak-anak didiknya. Atau, secara umum seorang guru juga hendaknya memiliki pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia.
Pemahaman terhadap psikologi perkembangan ini memiliki kekuatan yang sangat dalam usaha mewujudkan keberhasilan proses kependidikan. Setiap perubahan yang terjadi dan setiap langkah yang dilakukan akan dengan mudah disikapi jika seorang guru memiliki pemahaman yang benar terhadap psikologi perkembangan ini.
Sebagaian anak berkembang sebagaimana anak-anak lainnya, dan sebagian berkembang dengan cara yang berbeda. Kita sering memperlihatkan keunikan anak-anak. Akan tetapi, para psikolog yang mempelajari perkembangan sering kali tertarik pada karakteristik yang umumnya dimiliki anak-anak, dengan demikian pula guru yang harus mengelola dan mendidik sekelompok anak yang berumur setara. Sebagai manusia, setiap orang menempuh jalan kehidupan yang sama.
Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan ini. Artinya, pengajran terhadap siswa harus dilakukan pada tingkat yang tidak terlalu sulit dan terlalu menegangkan atau terlalu mudah dan menjemukan. Pendidikan bagi anak-anak TK harus berbeda dengan pendidikan bagi anak SD. Begitu pun dengan pendidikan bagi anak SD, tentu harus berbeda dengan pendidikan bagi anak SMP, SMA, dan mahasiswa.
Penelitian tentang anak pada mulanya dipusatkan pada bidang spesifik perilaku anak, misalnya bicara, emosi atau minat bermain, dan kegiatan. Nama yang diberikan untuk cabang penelitian psikologi yang baru ini adalah psikologi anak. Psikologi anak menunjukkan perhatian yang dipusatkan pada fenomena psikologis dari usia prasekolah dan usia sekolah anak.
Kemudian, diketahui bahwa mempelajari berbagai bidang perilaku anak pada berbagai tahapan usia tidaklah cukup. Hal ini tidak akan menambahkan pemahaman kita mengenai bagaimana pembahasan karakteristik perilaku sejalan dengan pertumbuhan anak dan apa saja yang menyebabkan perubahan itu.

2.3.1 Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif menurut Teori Piaget
Menurut teori piaget, pemikiran anak-anak sekolah dasar disebut dengan pemikiran operasional konkrit. Menurut piaget, operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan oersai konkrit adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkrit dapat diukur.
    Pada masa ini, anak sudah mengembangkan pikiran logis. Ia mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 x 6 = 30, 30 : 6 = 5(Johnson & Medinnus, 1974). Dalam upaya pemahaman sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersal dari panca indera, karena ia mulai mempunyai kemampuan unutk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya, dan antara yang bersifat sementara dengan yang bersifat menetap.
Pemikiran operasional konkret terdiri dari operasi-operasi, tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dilakukan secara fisik sebelumnya. Operasional konkret juga adalah tindakan-tindakan mental yang sebaliknya. Anak operasional konkret memnperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi dan klasifikasi. Anak operasioanal konkret membutuhkan tersedianya dukungan-dukungan perseptual untuk bernalar; pada perkembangan selanjutnya, pemikiran menjadi lebih abstrak.
Tahapan perkembangan kognitif tersebut yaitu:
    Sensorimotor period (0.0-2.0), periode ini ditandai dengan penggunaan sensorimotorik (dalam pengamtan dan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitarnya.
Perilaku kognitif yang tampak antara lain:
a.    Menyadari dirinya berbeda dari benda-benda lain disekitarnya
b.    Sensitif terhadap rangsangan suara dan cahaya
c.    Mencoba bertahan pada pengalaman –pengalaman yang menarik
d.    Mendefinisikan objek / benda dengan memanipulasi
e.    Mulai memahami kettetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah
    Preoperational period (2,0-7,0), peride ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu: periode preconceptual (2,0-4,0) dan intuitif (4,0-7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamtan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku yang tampak yaitu :
a.    Self-centered dalam memandang dunia
b.    Dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya.
c.    Dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu
d.    Dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dari dua benda yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama
    Concrete operational (7,0 – 11 or 12,0), tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah : mengklasifikan angka –angka atau bilangan. Dalam periode ini anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannnya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.
    Formal operational (11,0 or 12,0 – 14,0 or 15,0). Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Perilaku kognitif ayang tampak antara lain:
a.    Kemampuan berpikir hipotetis-deduktif
b.    Kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada
c.    Kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui
d.    Kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam.
2.3.2 Perkembangan Konatif
Pada tahap ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan  yang dapat membuahkan hasil, sehingga dunia psikosial anak menjadi semakin kompleks. Anak sudah siap untuk meninggalkan rumah dan orang tuanya dalam waktu terbatas, yaitu pada saat anak berada di sekolah. Melalui proses pendidikan ini, anak belajar untuk bersaing (kompetitif), kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan – peraturan yang berlaku. Dalam hal ini proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan teman sebaya. Identifikasi bukan lagi terhadap orang tua, melainkan terhadap guru. Selain itu, anak tidak lagi bersifat egosentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang menarik perhatiannya.
a.    Perkembangan Pemahaman Diri
Sepanjang masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak secara aktif dan terus- menerus mengembangkan dan memperbarui pemahaman tentang diri (sense of self), yaitu suatu struktur yang membantu anak mengorganisasi dan memahami tentang siapa dirinya, yang didasarkan atas pandangan orang laian, pengalaman-pengalamannya sendiri, dan atas dasar penggolongan budaya, seperti gender, ras, dan sebagainya.
Menurut Seifert dan Hoffnung (1994), pemahaman diri (sense of self) sering juga disebut konsep diri (self-concept), yaitu suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri.
Pada tahap ini, pemahaman diri atau konsep diri anak mengalami perubahan yang sangat pesat. Ia lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal daripada melalui karakteristik eksternal.
b. Perkembangan Hubungan dengan Keluarga
Dalam hal ini, orang tua merasakan pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan dengan periode sebelumnya, karena rata-rata anak menghabiskan waktunya di sekolah. Interaksi guru dan teman sebaya di sekolah memberikan suatu peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan ketrampilan sosial.
c. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu. Umumnya mereka meluangkan waktu lebih dari 40% untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan terkadang terdapat duatu grup/kelompok. Anak idak lagi puas bermain sendirian dirumah. Hal ini karena anak mempunyai kenginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok.
2.3.3 Perkembangan Afektif
Menurut Erikson teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.
a.    Trust vs Mistnis /Kepercayaan dasar (0;0 -1;0).
Orang yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan bicara, akan turnbuh perasnnya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia menggantungknn nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap bayi itu tidak menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta terkandung di dalarnnya sikap-sikap menolak, akan turnbuhlah pada bayi itu rasa takut serta ketidak-percaya.in yang mendasar terhadap dunie sekelilingnya dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat-tingkat perkembangan.
b.    Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi (1-3 tahun)
Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendir hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya; sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasannya bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya, serta mengendalikan diri dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada anak itu rasa; malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan ragu, ia akar mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapal melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh perisliwa-peristiwa di masa selanjutnya.
c.    Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3-5 tahun)
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisialif anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua member! respons yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melaknkan. kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan lianya bereaksi atnu nienirn anak-anak lain. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak nnluk menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi.
d.    Industry vs litferioriry/Produkttvltns (6–11 tahun)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah: sense of industry, sense of inferiority Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan meneakup juga lembaga-iembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sekolah yang kurang memuaskan walaupun sifat indusryi dipupuk dan dikembangkan di ruitiah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak” mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan anak itu
e.    Identity vs Role Confusion/Identitas (12;0 – 18;0)
Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan itubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengilami perkembangan. la mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. la berpikir puh apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. la mulai mengrrti tentang keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri. Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul adalah: ego identity -4 •–>• role confusion. Pada masa ini siswa harus dapat ‘mengirtegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya menjadi suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan masa lalu dan siap menghadapi masa datang. Peran orang tua yang pada masa lalu berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapii masa remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatannya kepada ego indentiti sudah berkembang.
f.    Intimacy vs Isolation/Keakraban (19;0 – 25;0)
Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagai rasa dan saling memperhatikan.
g.    Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25;0 – 45;0)
Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ifi liidnp. Generativily ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai gereralivily berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanyr memutuskart perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenang’an pribadinya saja.
h.    Integrity vs Despair/Integritas (45;0)
Pada tahap ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampupn individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah terlambat.

Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya saja melainkan juga orang dewasa lainnya di sekolah, yaitu guru. Guru yang membimbing dan mengasuh peserta didiknya pada berbagai aspek tingknt kelas perlu memahami dan menyadari sikap, kebutuhan dan perkembangan mereka

BAB 3
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Perkembangan psikis terbagi menjadi perkembangan kognitif, afektif, dan konatif. Perkembangan psikis ini dipengaruhi oleh : (a) Pola asuh orang tua (b)Pengalaman Traumatik (c) Tempramen (d) Jenis kelamin (e) Usia (f) Perubahan Jasmani (g) Perubahan Interaksi dengan teman sebaya (h) Perubahan pandangan luar (i) Perubahan interaksi dengan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

http://aksara67.blogspot.com/2011/05/manfaat-belajar-psikologi-perkembangan.html  diakses tanggal 15/10/11 jam 11.30 Wib
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi_26.html diakses tanggal 15/10/11 jam 11.45
Santrock, John W. Life-Span Development Perkembangan Masa hidup.Jakarta : Erlangga
Makmun, Syamsuddin.2007. Psikologi Kependidikan edisi revisi. Bandung : Pt Remaja Rosdakarya
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan.Bandung : PT remaja Rosdakarya

Littlre snake pin