Sabtu, 02 Juli 2011

KDK-KONFRONTRASI DAN INTERPRETASI


A.      Confronting (Konfrontasi)
Pengertian
Confronting adalah ekspresi konselor tentang ketidakcocokannya dengan perilaku konseli. Dengan kata lain, konfrontasi adalah ketrampilan konselor untuk menunjukkan adanya kesenjangan, diskrepensi, atau inkongruensi dalam diri konseli dan kemudian konselor mengumpanbalikkan kepada konseli. Sifat konfrontasi ini istimewa, yaitu baru dapat digunakaan apabila hubungan antara konselor dan konseli sudah terbina dengan baik dan sudah mencapai kepercayaan, jika tidak justru terjadi resistensi di pihak konseli.
Tujuan
Tujuannya Confronting adalah untuk membantu proses perkembangan konseli yang sementara ini nampak terganggu oleh adanya kesenjanagan tersebut. Kesenjangan itu terjadi:
(1)    Ketidak sesuaian antara ekspresi konseli tentang siapa dia dan apa yang diinginkannya. (real self atau self concept versus ideal self).
(2)    Ketidak sesuaian antara verbal konseli tentang dirinya (awareness atau ansight) dengan perilakunya. (Klien mengatakan satu pihak dia sangat memperhatikan pacarnya, tapi dalam pernyataan lain dia malas menghubungi)
(3)    Antara Dua Tingkahlaku Non Verbal (Kaki gemetar, sedangkan bibir tersenyum)
(4)    Antara dua orang atau lebih (Dia berkata begini, dan Anda mengatakan begitu..”)
(5)    Antara Pernyataan dan Tingkahlaku Non-Verbal (Konseli menyatakan bahwa dia sangat senang di runag konseling, tetapi wajahnya menunjukkan ketegangan dan gemetar)
Perhatikan contoh-contoh, berikut:
1.       Konseli         : “Sebenarnya sih saya belum pindah kos karena sekarang ini cari
kos-kosan itu susah. Kalau saya tidak pindah teman sekamar saya itu semakin besar kepala. Saya mengalah terus, lagian saya harus mengalah terus.
Kata kunci atau clue-nya: belum pindah.
Konselor      : “Satu segi anda ingin tetap tinggal di kos, segi lain anda tidak krasan karena perlakuan teman anda itu”.
2.       Konseli         : “Pak Rosidan, saya inginnya belajar ini nanti ingin menjadi
ranking I di kelas, tapi saya itu kalau sudah membaca buku jadi mudah ngantuk atau kalau diajak teman-teman ngobrol saya ikutikutan saja, atau kalau diajak jalan-jalan teman saya langsung ikut.”
Kesenjangan apa?: antara diri actual (=mudah ngantuk, ikutikutan saja) dan diri ideal (= menjadi ranking 1)
Konselor      : “Anda katanya ingin menjadi rangking 1, tapi anda mudah ngantuk kalau sudah membaca buku?
3.       Konseli         : “Saya baru dapat berita bahwa mereka segera bertunangan,
ya..sepertinya sulit untuk menghilangkan dari ingatan saya, tapi lebih baik menguburkan perasaan itu”.
Konselor      : 1. “Di satu segi anda sulit menghilangkan perasaan, dari segi lain anda akan mengubur perasaaan itu”.
2. “Di satu segi anda ingin melepaskan, di segi lain anda masih mencintai”.
4.       Konseli         : “ Selama ini saya menuruti mama tapi saya merasa sedih, ya
sedih karena saya tidak bisa dengan bebas mendengarkan lagu pop atau melihat senitron remaja di TV sehingga kalau teman-teman cerita saya hanya diam saja”.
(Isi pernyataan ini, adanya: pertentangan: antara patuh dan tidak patuh. Dalam pernyataan tersebut: orang tua/mama mempunyai asosiasi dengan siapa?. Dengan anaknya yang lain dan sudah meninggal….”mengingatkan pada anaknya”. Orang tua yang wajar tidak akan bersikap demikian.
Konselor      : “Di satu segi anda ingin patuh pada mama, segi lain anda tidak ingin patuh”.
5.       Konseli         : “Tidak apa-apa tidak lulus, tapi pada saat cerita demikian itu
matanya kok meneteskan air mata”
(Kesenjangan antara yang dikatakan dan dilakukan)
Koselor        : “Dari satu segi anda tidak lulus tidak apa-apa, dari segi lain anda meneteskan air mata”.

Komponen dan variasi
1.       Kata penggugah perhatian,penyebutan nama konseli, atau kata penggugah lain.
2.       Isi atau pesan-pesan yang ‘dipertentangkan” atau dihubungkan.
3.       Kata atau kalimat tanya
Jenis konfrontasi
1.       Konfrontasi verbal dan tingkah laku non verbal
2.       Konfrontasi pesan-pesan verbal dengan tahap-tahap atau langkah-langkah tindakan.
3.       Konfrontasi diantara dua pesan verbal (dinyatakannya secara tidak konsisten).
4.       Konfrontasi dua pesan non verbal (ditampakannya tingkah laku tidak konsisten).
5.       Konfrontasi dua pribadi atau orang (konselor-konseli, konseli-orang tuanya, konseli-saudaranya, dan sebagainya).
6.       Konfrontasi pesan verbal dan konteks atau situasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan konfrontasi:
1.       Konfrontasi dapat dilakukan jika hubungan antara konseli dan konselor sudah mencapai kepercayaan, jika tidak, jusatru akan terjadi resistensi (mempertahankan diri) pada diri konseli.
2.       Konselor sudah harus cukup yakin tentang apa yang ditunjukkan sebagai pertentangan, dan tidak boleh bicara dengan nada mengadili, menuduh, atau memamerkan ketajaman pengamatannya.

B.      Teknik Interpretasi (Penafsiran)
Pengertian Interpretasi
Menurut Supriyo dan Mulawarman dalam Ketrampilan Dasar Konseling (2006:41),interpretasi adalah keterampilan/teknik yang digunakan oleh konselor dimana berarti atau karena tingkah laku klien ditafsirkan/diduga dan dimengerti dengan dikomunikasikan pada klien.
Menurut Sofyan S. Willis dalam Konseling Individual Teori dan Praktek (2009:191),interpretasi yaitu konselor mengulas atau menafsirkan pemikiran, persaan dan pengalaman klien secara obyektif, ilmiah dan atas dasar teori-teori.
Menurut Retno Tri Hariastuti dan Eko Darminto dalam Ketrampilan-ketrampilan Dasar Dalam Konseling (2007: 60),dijelaskan bahwa interpretasi merupakan suatu keterampilan yang melibatkan pemahaman pengkomunikasian makna pesan-pesan klien. Konselor dapat membuat interpretasi dengan cara memberi klien suatu pandangan yang segar tentang dirinya atau penjelasan-penjelasan tentang sikap, perilaku, dan kesulitan-kesulitannya. Brammer & Shostrom (1982) mendefinisikan interpretasi sebagai suatu bentuk respon yang menyatakan hipotesis tentang hubungan atau makna antara perilaku-perilakunya.
Respon-respon interpretasi dapat didefinisikan dalam beberapa cara dan dapat bervariasi untuk beberapa tingkat menurut perspektif, orientasi teoretis yang digunakan oleh konselor untuk menetapkan kesulitan-kesulitan yang dialami klien. Cormier & Cormier (1985) mendefinisikan interpretasi sebagai suatu pernyataan konselor tentang hubungan antara berbagai macam perilaku klien, peristiwa, atau ide-ide; atau menyajikan suatu kemungkinan penjelasan tentang perilaku klien (termasuk perasaan, pikiran, dan perilaku yang dapat diamati). Suatu interpretasi berbeda dengan respon mendengarkan (klarifikasi, parafrase, refleksi, rangkuman).
Tujuan Interpretasi
Interpretasi sangat bermanfaat bagi klien karena interpretasi dapat mengarahkan pada pemerolehan insight. Insight memainkan peran penting dalam kehidupan psikologis individu dan menjadi landasan  untuk terjadinya perubahan perilaku. Interpretasi juga membuat klien lebih memahami dirinya melalui interpretasi konselor (Hariastuti & Darminto, 2007: 61-62)
Menurut Supriyo dan Mulawarman dalam Ketrampilan Dasar Konseling (2006: 41),tujuan dari interpretasi adalah membantu klien lebih memahami diri sendiri bilaman klien bersedia mempertimbangkannya dengan pikiran terbuka.
Menurut Lutfi Fauzan dalam Teknik-teknik Komunikasi Untuk Konselor (2008:55),adapun tujuan dari interpretasi yaitu:
1.       Mengembangkan hubungan menyehatkan melalui dorongan pengungkapan diri konseli,peningkatan kredibilitas konselor,dan pengkomunikasian sikap-sikap menyehatkan kepada konseli..
2.       Mengenali hubungan sebab akibat di antara pesan dan perilaku eksplisit dan implisit konseli.
3.       Membantu konseli mengkaji tingkah laku,pemikiran-pemikiran dari sudut tinjauan lain dengan penjelasan lain.
4.       Memotivasi konseli menggantikan pemikiran merusak diri atau tingkah laku tidak efektif.

Macam dan Contoh Penggunaan
Interpretasi dapat disepadankan dengan suatu hipotesis tentang perilaku klien. Oleh karena itu interpretasi tidak dibuat berdasarkan pemikiran spekulatif, tetapi harus berdasarkan pada suatu kerangka pikir tertentu. Kerangka pikir ini biasanya didasarkan pada suatu teori, konsep, atau proposisi sebagai suatu kerangka kerja. Konselor dapat memilih atau mengguanakan kerangka kerja yang konsisten dengan preferensi orientasi teoritisnya. Sebagai contoh, konselor psikoanalisis mungkin memusatkan perhatian pada konflik-konflik atau kecemasan yang tak terpecahkan; konselor adlerian menyoroti kesalahan logika klien; konselor AT memusatkan pada game dan ego state yang dimainkan klien; konselor kognitif menekankan padas pikiran-pikiran irasional klien, dan konselor perilaku memusatkan pehatian pada pola-pola perilaku maladaptif klien. Para konselor Rogerian tradisional umunya menolak penggunaan interpretasi, tetapi para konselor Rogerian saat ini menggunakan interpretasi dan seringkali menekankan pada tema-tema seperti citra diri dan intimacy dalam interpretasinya (Egan, 1991). Sedangkan para konselor Gestalt memandang interpretasi sebagai suatu bentuk “kesalahan terapeutik” karena mengambil tanggung jawab klien padahal klien lah yang seharusnya membuat insight tentang perilakunya sendiri (Hariastuti & Darminto, 2007: 61-62).
Berikut adalah contoh-contoh tentang bagaimana konselor dari berbagai orientasi teoretis mengiterpretasikan pesan-pesan klien:
Klien        : “Semuanya tampak membosankan, tidak ada perubahan, tak
menggairahkan. Semua teman saya pada kabur. Seandainya saya menjadi orang kaya pasti saya bisa melakukan banyak hal membuat ini menjadi lebih baik.”
a.       Interpretasi dari konselor Adlerian
“sepertinya Anda begitu yakin jika Anda memiliki banyak teman dan banyak uang maka Anda dapat membuat hidup Anda menjadi lebih baik.”
b.       Interpretasi dari konselor AT
“Tampak jika Anda menganggap bahwa Anda dapat hidup senang hanya jika hidup Anda dapat melakukan banyak rekreasi dan banyak uang. Itu memperlihatkan jika Anda sangat dikendalikan oleh ego anak.”
c.       Interpretasi dari konselor kognitif
“Spertinya Anda memandang diri Anda sedang mengalami bencana hanya karena Anda sekarang tak memiliki teman dan tak memiliki uang. Apa dasarnya Anda bisa memiliki pemikiran seperti itu? Saya kira perasaan jemu Anda bisa berubah jika Anda dapat membuat kesimpulan yang lebih logis tentang tidak punya uang dan tidak uang.”
d.       Interpretasi dari konselor perilaku
“Tampak bahwa Anda tidak mengerti tentang bagaimana caranya memperoleh teman dan memperoleh kesenangan tanpa harus punya teman. Saya pikir, jika Anda dapat mengakui hal ini maka Anda akan termotivasi untuk mempelajari perilaku yang lebih ditentukan oleh diri sendiri.”
Menurut Lutfi Fauzan dalam dalam Teknik-teknik Komunikasi Untuk Konselor (2008:55-56),adapun jenis intepretasi yaitu:
a.       Pengecekan Informasi. Teknik ini dipakai karena konseli gagal menangkap secara jelas pesan eksplisit dari pernyataan konseli.
Contoh:
Konseli         : “Saya tahu…,saya kira..cara belajar saya cukup sebab tiap malam saya belajar untuk besok..seperti matematika kan perlu banyak berlatih,sementara saya lemah dalam matematika dan IPA. Kalau belajar bahasa saya tahu persis…kapan sebaiknya belajar matematika yang baik?
b.       Interpretasi Tunggal. Klarfikasi makna terhadap satu pesan atau ungkapan konseli.
Contoh: “ Atas ungkapan anda, sepertinya anda tahu cara persis belajar ilmu sosial dan belum tahu cara belajar ilmu eksakta. Benarkah demikian?”
c.       Interpretasi Ganda. Klarifikasi makna terhadap pesan atau ungkapan ganda konseli atau lebih kompleks
Contoh: ”Dari uraian dan gerak gerik yang anda tampakkan agaknya anda berpikir anda peran guru sebagai penyebab rendahnya nilai anda semester lalu,selain kesalahan anda sendiri?”
Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Interpretasi
Terdapat beberapa aturan yang perlu diperhatikan agar dapat menggunakan  interpretasi secara efektif,yaitu:
1.       Perhatikanlah dengan cermat kesiapan. Konselor harus yakin bahwa klien telah siap untuk mengeksplorasi dirinya  sebelum menggunakan interpretasi.
2.       Interpretasi hendaknya didasarkan pada pesan-pesan actual dan bukan bias dan nilai-nilai konselor sendiri yang diproyeksikan kepada klien.
3.       Gunakan kata-kata atau frase yang tepat dalam respon interpretasi.




DAFTAR PUSTAKA

Hariastuti, Retno Tri dan Eko darminto. 2007. Keterampilan-keterampilan Dasar Dalam Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Fauzan,Lutfi.2008.Teknik-teknik Komunikasi Untuk Konselor.Malang:UPTBK UM
Supriyo dan Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling. Semarang: UNNES Press.
S. Willis, Sofyan. 2009. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Littlre snake pin