Yahya (konseli) : ...(masuk ke dalam ruang konseling)... “assalamualaikum” (muka agak pucat, kecut, jalan perlahan, kepala menunduk)
Andi (konselor) : “wa’alaikum salam, hallo yahya, silahkan masuk” (duduk, bersalaman) “senang sekali berjumpa anda, apa yang bisa saya bantu?” (bersikap ramah, santai, memasang senyum, menghampiri andi, menjawab salam, menyapa dengan senang, dan mempersilahkan duduk)
Yahya : ...(diam) (menundukkan kepala, cemas, tangan diremas, dan terlihat murung)
Andi : “kelihatannya kamu begitu cemas, murung, dan tidak bersemangat? Apakah benar demikian?” (attending, menatap muka yahya, serius, dan tenang)
Yahya : ...(mengangguk) (melihat, memandang konselor dengan sesaat, lalu menundukkan kepala lagi.
Andi : “dapatkah yahya menjelaskan lebih jauh tentang kecemasan yang sedang anda hadapi?” (bersikap tenang, menunjukkan sikap attending, ramah, menunjukkan senyum, serius, menatap yahya)
Yahya : “saya merasa tertekan, saya merasa tidak berguna” (menatap konselor, lalu kemudian menunduk lagi, muka mulai tenang)
Andi : “saya dapat memahami perasaanmu tertekan karena merasa tidak berguna. Dapatkah kamu mengungkapkan perasaan tidak berguna yang kamu rasakan?” (empati, perhatian, menatap wajah klien, ramah)
Yahya : saya merasa ayah, ibu, dan saudara-saudara saya begitu merendahkan, memojokkan, dan menghina saya. Sebab, terakhir-akhir ini nilai prestasi belajar saya hancur. Saya tidak mampu menjelaskan pada mereka, padahal kehancuran prestasi belajar saya bersumber dari sijap orang tua” (wajah murung, suara bergetar, melihat konselor lalu kemudian menunduk lagi, tangan diremas-remas”
Andi : “kalau begitu kamu beranggapan sjauh ini kehancuran prestasi belajarmu bukanlah kesalahanmu sendiri, akan tetapi kesalahan orang tuamu. Karena itu sikap memojokkan orang tuamu membuatmu sangat terhina. Demikian?” (ramah, penuh perhatian, menatap wajah konseli, tenang, kedua tangan menekankan ungkapan)
Yahya : “ya, pak” (diam)
Andi : “apakah kamu berpendapat bahwa hancurnya prestasi disekolah adalah sebagai akibat dari kelalaian, dan kekurang perhatian dari orang tuamu?” (tenang, perhatian, ramah)
Yahya : “ya, karena saya merasakan demikian, dan saya merasa terhina dan malu juga di sekolah” (mulai tenang, serius, menatap konselor, tangan masih tetap diremas)
Andi : “baiklah, jadi kalau begitu masalahmu adalah turunnya prestasi belajar bersumber dari orang tuamu dan orang tuamu tidak senang, lalu memojokkan dan kamu merasa terhina dirumah maupun di sekolah. bagaimana, apakah demikian?” (tenang, menjelaskan dengan ramah)
Yahya : “ya, pak, saya sependapat” (wajah tenang)
Andi : “baiklah, sekarang masalahmu sudah jelas. Namun, bapak ingin mengetahui lebih jauh bagaimana pendapatmu terhadap sikap orang tua yang telah kamu alami sehubungan dengan prestasi belajarmu” (tenang, ramah, tangan/ telapak tangan mengarah kepada konseli)
Yahya : “orang tua saya benci kepada saya, tetapi kepada adek saya, tampaknya mereka lebih menyayangi. Saya merasa dianak tirikan, padahal saya sudah berusaha untuk menyenangkan hati orang tua saya dengan belajar rajin. Karena kurang mendapat penghargaan, saya malas berusaha untuk lebih maju lagi, dan jadi...” (wajah cemas, serius, menatap konselor dengan tangan diremas)
Andi : “ya, terus bagaimana?” (mendorong konseli untuk mengungkapkan lebih lanjut, serius, ramah, menatap yahya)
Yahya : “...yahh.., saya malas dan tidak belajar lagi seperti biasa dan nilai-nilai saya menjadi buruk, tetapi saya tidak peduli.” (wajah kesal, tegas, menatap serius, kepala menggeleng)
Andi : “ya, saya emmahami jalan pikiranmu, nampaknya kamu seperti membalas dendam terhadap sikap kedua orang tuamu. Bagaimana pendapat anda?” (tenang, santai, menatap/perhatian serius, kedua tangan menekan pembicaraan, wajah tetap terlihat ramah)
Yahya : “habis.. pilih kasih dan tidak menghargai!”
Andi : “jika orang tuamu tidak pilih kasih, dan dapat menghargai, bagaimana pendapatmu?” (sungguh-sungguh, ramah, tersenyum, menatap konseli)
Yahya : “saya senang sekali, dan hal itulah yang saya sangat harapkan. Tapi, bagaimana caranya? Saya kurang yakin dengan pendapa itu” (tenang, wajah agak meragukan)
Andi : “saya senang dengan sikap keterbukaan dan kritismu, mungkinkah kamu sendiri yang dapat mengetahui caranya? Bapak meminta saran” (tenan, kedua tangan dipangku, muka serius, ramah)
Yahya : “saya kurang tahu, tapi bila saya berfikir, sulit merubah sikap negatif orang tua saya terhadap saya. Kecuali jika bapak pembimbing dapat berbicara dengan orang tua saya tentang hal tersebut” (menatap tenang, kedua tangan mengarah ke pembimbing. Ramah terbuka)
Andi : “bagus, saya senang dengan sikap keterbukaanmu, tapi saya ingin tahu apakah orang tuamu mungkin dapat bertenu dengan saya?” (bergembira, duduk santai, badan agak condong kearah konseli, mengangguk-anggukkan kepala)
Yahya : “tentu bisa, orang tua saya cukup terbuka dan senang dengan orang-orang diluar keluarga saya. Saya percaya orang tua saya mungkin akan hadir. (tenang, senang, muka berseri, memberi kepercayaan diri pada bapak pembimbing)
Andi : “saya sangat menghargai pendapatmu, tampaknya anda adalah seorang siswa yang cukup cerdas dan bijak. Namun, apakah biasanya orang tuamu pernah hadir pada panggilan-panggilan sekolah? misalnya pada masalah studi saudaramu?” (menghargai, serius, ramah, mengerahkan tangan kepada konseli, senang)
Yahya : “tentu pak, mereka selalu ada perhatian jika ada panggilan-panggilan sekolah, seperti panggilan oleh kepala sekolah” (menatap dengan perhatian, menekankan, tenang, senang, santai)
Andi : “kalau begiitu, apa keimpulan ini kmau setujui? Yaitu melalui kepala sekolah, saya ingin bertemu dengan orang tuamu disekolah pikul 10.00 WIB?” (tenang, ramah, tangan dilipat diatas perut, menatap konseli, senyum, santai)
Yahya : “ ya, pak, saya setuju” (mengangguk tenang, menatap konselor)
Andi : “baik, saya hargai sampai saat ini. Bagaimana perasaanmu setelah kita berbincang-bincang?” (rasa empati, ramah, menghargai, menatap konseli, penuh pengertian, tangan dilipat diatas paha)
Yahya : “setelah mengikuti pembicaraan ini, perasaan cemas saya sudah menurun, bahkan menghilang, saya merasa senang sekali” (tenang, gembira, sikap sopan, menatap konselor, tangan dipangku dipaha)
Andi : “kalau begitu, apakah sudah ada kesimpulan dalam pertemuan ini?”
Yahya : “.. ada, yaitu bahwa bapak akan mengadakan pertemuan dengan orang tua saya untuk memahami sikap kedua orang tua saya terhadap keadaan saya. Kemudian mungkin bapak akan mengajukan usul-usul tentang kebaikan saya” (menyimpulkan pembicaraan, tenang)
Andi : “ya, mungkin pula ada pertemuan segitiga antara orang tuamu, kamu, dan saya, dan mungkin pula dengan saudara-saudaramu. Bagaimana?”
Yahya : “ya, pak, saya setuju, terima kasih” (sopan, senang, menatap konselor)
Andi : “kalau begitu, apakah pertemuan ini ddapat kita akhiri?” (tenang, ramah)
Yahya : “ya, saya kira demikian” (ramah, tenang, mengangguk)
Andi : “terimakasih” (bersalaman dengan konseli)