Kamis, 19 Mei 2011

KERANCUAN PERAN BK

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,- seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai "polisi sekolah", atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
B.      Rumusan masalah
Dari paparan lata belakang tersebut maka dapat diperoleh beberapa permasalahan yang perlu dibaahas lebih lanjut, diantaranya:
1.     Bagaimana peran konselor di sekolah menyangkut kerancuan yang ada dalam bimbingan dan konseling?
2.     Bagaimana rekonseptualisasi bimbingan dan konseling?
3.     Bagaimana inovasi-inovasi yang sudah dilakukan dalam bimbingan dan konseling?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kerancuan peran bimbingan dan konseling di sekolah
Peran konselor/guru bimbingan dan konseling sering di reduksi di sekolah. BK ditempatkan dalam konteks disipliner siswa: memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik label bimbingan konseling di banyak sekolah sehingga guru bimbingan dan konseling sering diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau yg nakal.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengharuskan sekolah untuk mengalokasikan 2 (dua) jam pelajaran per minggu bagi pelajaran pengembangan diri. Hal ini berati di setiap sekolah paling tidak harus dialokasikan 2 jam pelajaran bagi guru Bimbingan Konseling untuk mengadakan bimbingan secara klasikal. Namun dalam praktiknya, beberapa sekolah bahkan meniadakan jam khusus untuk layanan bimbingan klasikal kepada siswa. Layanan bimbingan klasikal biasanya dilakukan apabila ada guru yang berhalangan hadir dan jam pelajaran ini dimanfaatkan bagi guru Bimbingan Konseling untuk mengadakan layanan bimbingan kelompok/klasikal.
Kebijakan meniadakan jam bimbingan kelompok/klasikal ini mengakibatkan fungsi pengembangan kemampuan siswa, fungsi pencegahan dan fungsi pemeliharaan bimbingan dan konseling dalam aspek perkembangan personal edukasional dan karir tidak dapat dijalankan secara utuh. Ketidak mengertian dan prasangka manajemen sekolah bahwa bimbingan dan konseling hanya membuang-buang waktu dan tidak memberikan sumbangan yang berarti pada perkembangan siswa menyebabkan sulitnya mendapatkan dukungan sekolah terdadap program bimbingan dan konseling.Bimbingan konseling baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang bimbingan konseling sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet.
Tantangan utama bimbingan konseling justru datang dari faktorinstrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan guru-guru bimbingan konseling. Ada kekhawatiran konselor memakan “gaji buta”. Akibatnya, mesti disampiri tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus koprasi, perpustakaan, atau honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas yang dianggapnya penganggur terselubung.
B.      Rekonseptualisasi bimbingan dan konseling
Kondisi penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di sekolah menunjukkan adanya ketidakpastian dan keprihatinan bimbimbingan dan penyuluhan di sekolah. Perubahan dan perkembangan masyarakat mengisyaratkan seluruh warganya untuk melakukan penyesuaian. Baik sebagai individu ataupun kelompok tuntutan adaptasi dan akomodasi tidak terelakkan. Sebagai individu, konselor yang juga sebagai warga masyarakat tidak dapat menghindari tuntutan tersebut. Penyesuaian dilakukan bukan saja terhadap tuntutan perubahan dan perkembangan, tetapi juga kebutuhan untuk berubah dalam menjalankan tugas profesianya.
Sebagai sesuah profesi yang dinamis, selalu menyesuaikan terhadap perkembangan dan perubahan masyarakat, profesi bimbingan dan konseling telah mengalami perubahan paradigma. Perubahan bisa dilihat dalam tiga aras waktu, yaitu paradigma masa lalu, paradigma sekarang, dan paradigma untuk yang akan dating. Pada masa lalu paradigma pelayanan bimbingan dan konseling hanya menfokuskan pada tiga hal yaitu konseling, konsultasi, dan koordinasi; untuk masa sekarang konseling, konsultasi, koordinasi, kepemimpinan, advokasi, bekerja secara tim dan berkolaborasi, memanfaatkan asesmen dan penggunaan data, serta pemanfaatan teknologi; sedangkan paradigma pelayanan untuk masa yang akan datang  mulai dari pemberian layanan konseling, konsultasi, koordinasi, kepemimpinan, advokasi, bekerja secara tim dan berkolaborasi, memanfaatkan asesmen dan penggunaan data,  pemanfaatan teknologi, pertanggung jawaban, mediasi kultural, serta agen perubahan yang sistemik. Paradigma tentang kegiatan bimbingan dan konseling tersebut akan dirasakan manfaatnya jika peran dari konselor dapat dilaksanakan dengan baik, yang meliputi peran sebagai konselor, sebagai konsultan, sebagai agen perubahan, seorang agen pencegahan utama (a primary prevention agent), dan sebagai manajer.
Profesi bimbingan dan konseling telah berusaha menjawab beragam perubahan masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai perubahan dan perkembangan dalam diri profesi, yang dapat dipahami dari perkembangan profesi ini di Indonesia. Dimulai dengan dilakukannya uji coba pelaksanaan kegiatan bimbingan di sekolah, dibukanya program studi bimbingan, kelahiran organisasi profesi (17 Desember 1975), pelaksanaan kurikulum 1975, pengakuan guru pembimbing, perubahan penggunaan istilah “penyuluhan” menjadi “konseling”, perubahan nama organisasi dari Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001, dan penegasan nama profesi, nama asosiasi profesi, tenaga professional yang melaksanakan layanan, individu yang mendapatkan layanan, dan seterusnya (2007). Ini semua menunjukkan usaha profesi agar tetap eksis dalam aliran kehidupan masyarakat Indonesia.
Konseling merupakan hubungan yang bersifat terbatas antara konselor dan konseli yang dapat dilakukan dengan siswa secara individu ataupun kelompok kecil untuk membantu siswa mengatasi masalah dan mengembangkan semua potensinya. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa tujuan pertama konseling adalah untuk membantu konseli mengatasi masalah. Tujuan utama tersebut sebenarnya sudah mengisyaratkan seorang konselor harus selalu melakukan pengaturan atau penyesuaian diri terhadap konseli yang dihadapinya agar dapat mencapai tujuan kegiatan konseling yang dilaksanakannya secara efektif. Konseli yang dihadapi bukanlah seorang yang selalu sama pribadi dan sifat-sifatnya, oleh karena itu seorang konselor harus pandai-pandai menjalankan peran dan fungsi dengan sebaik-baiknya. Ada konseli yang pendiam sehingga mengharuskan seorang konselor untuk aktif, sebaliknya ada  seorang konseli yang fasih dan ringan tanpa beban dapat menceriterakan masalahnya kepada konselor. Dengan kata lain, konselor dituntut untuk dapat menunjukkan kemampuan untuk memilih teknik konseling yang akan dipergunakan secara efektif dan efisien.
Pengembangan kepribadian konseli menuntut kepiawaian konselor untuk berperan sesuai dengan ciri kepribadian konseli. Stimulasi agar pribadi dapat “mekar” mensyaratkan berbagai ketrampilan untuk memainkan peranan yang senantiasa berganti-ganti dalam rangka  menciptakan dan memberikan lingkungan yang favourable demi terciptanya perubahan yang positif pada diri konseli. Ini adalah tantangan rutin dari tugas seorang konselor sejak dahulu sampai sekarang dan masa yang akan datang. Sedangkan kegiatan konsultasi dan koordinasi merupakan kegiatan pendukung dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagaian dari sistem sekolah.
Kemudian pada saat sekarang layanan bimbingan dan konseling telah mengalami transformasi, dengan visi baru yang bersifat proactive practice. Bentuk layanan yang diberikan tidak meninggalkan sama sekali bentuk-bentuk layanan yang sudah berjalan. Layanan bimbingan dan konseling yang perlu diberikan dalam bentuk: konseling, konsultasi, koordinasi, kepemimpinan, advokasi, bekerja secara tim dan berkolaborasi, memanfaatkan asesmen dan penggunaan data, serta pemanfaatan teknologi. Perubahan dan perkembangan layanan ini seagai bentuk kegiatan layanan yang bersifat proaktif menghadapi dinamika perubahan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder).
C.      Inovasi bimbingan dan konseling
Agar bimbingan dan konseling di sekolah dapat berjalan dengan efektif dan dapat diandalkan oleh siswa, maka semua yang terlibat dalam bimbingan dan konseling harus mampu menghadapi semua tantangan baik yang berasal dari perubahan global, nasional, maupun lokal pada gilirannya menuntut adanya inovasi bimbingan dan konseling dalam berbagai aspek dan dimensi..Saat ini telah banyak berkembang berbagai inovasi bimbingan dan konseling dalam teori, pendekatan, manajemen, pola-pola pelaksanaan, penelitian dan pengembangan, personil, dsb. Berikut ini akan dikemukakan beberapa di antaranya:
a.       T eknologi dalam bimbingan konseling
Perkembangan teknologi terutama dalam bidang informasi dan komunikasi telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi dunia bimbingan dan konseling. Komunikasi untuk bimbingan dan konseling dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara konselor dengan konseli tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Konselor dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan konseli. Demikian pula konseli dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber counseling” atau konseling maya, yaitu proses konseling yang dilakukan dengan menggunakan internet. Dalam bidang bimbingan karir, telah berkembang publikasi bimbingan dan informasi karir dengan menggunakan cyber publishing yaitu publikasi melalui internet dan teknologi informasi lainnya yang bukan dalam bentuk media cetak. Perkembangan ini sudah tentu menuntut kesiapan dan adaptasi para konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Hal yang sama diperlukan pula oleh para konselor dalam menggunakan teknologi untuk bimbingan karir.
b.       Bimbingan dan Konseling Multikultural
Penggunaan berbagai pendekatan dan teknik  diharapkan mampu memberikan layanan yang lebih efektif dalam kondisi pluralitas budaya. Dalam kaitan dengan bimbingan dan konseling pendekatan budaya ini sangat tepat untuk lingkungan yang berbudaya plural seperti Amerika Serikat dan juga di Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat Bhineka Tunggal Ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Di Amerika Serikat yang berbudaya pluralistik, dikembangkan pendekatan konseling yang disebut “multicultural counseling”. Paul B. Pederson (1991) menyebutkan “multicultural counseling” sebagai pendekatan generik dalam konseling. Pederson mengelompokkan multicultural counseling ke dalam  angkatan keempat dalam pendekatan konseling sebagai pelengkap dari  ketiga angkatan  pendekatan sebelumnya yaitu psychodynamic, behavioral, dan humanistic. Dikatakan selanjutnya bahwa sebutan multikultural mempunyai implikasi dalam rentang kelompok yang ganda (multiple) tanpa harus membuat derajat, bandingan, atau peringkat atau sebutan lebih baik atau lebih jelek antara satu dengan lainnya, serta tanpa mengabaikan adanya kenyataan saling melengkapi, dan perbedaan bahkan pertentangan satu dengan lainnya. Perspektif pendekatan multikultural memberikan kombinasi antara pandangan universalisme dan relativisme dengan memberikan penjelasan bahwa perilaku dipelajari dalam perspektif secara kultural yang unik,  dan mencari kesamaan landasan  antar  budaya.
c.       Bimbingan konseling multikultural
Kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami oleh bangsa-bangsa Barat ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Mereka menyadari bahwa kemajuan itu telah memisahkan nilai-nilai spiritual sebagai sumber kebahagiaan hidup dan dirasakan oleh mereka sebagai satu kekurangan. Dewasa ini berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Mereka makin menyadari bahwa suasana keluarga yang harmonis di atas landasan nilai-nilai religi yang kuat pada dasarnya merupakan situasi yang kondusif bagi terciptanya kehidupan. Suasana seperti itu akan menumbuhkan kualitas manusia agamis yang memiliki ketahanan dan keberdayaan yang mantap
d.       Pendekatan Holistik
Bersamaan dengan perkembangan global yang mendorong makin besarnya ketergantungan antar berbagai disiplin dan pihak, maka konseling mengalami kecenderungan untuk bergeser dari situasi isolasi atau soliter ke arah keterkaitan dengan berbagai aspek. Konseling holistik merupakan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek dan dimensi dalam prosesnya. Dengan demikian maka konseling tidak hanya menyentuh aspek permukaan saja akan tetapi lebih menyeluruh dan utuh sehingga penyelesaian suatu masalah dapat dilakukan secara lebih komprehensif sehingga dapat diselesaikan secara tuntas dan mendasar. Pola konseling holistik mempunyai makna bahwa layanan yang diberikan merupakan suatu keutuhan dalam berbagai dimensi yang terkait. Dalam kaitan dengan lingkungan pendidikan, konseling dilaksanakan secara terpadu mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan di masyarakat luas. Strategi yang diterapkan merupakan keutuhan yang terpadu antara strategi kurikuler, interaksi, pengembangan pribadi, dan dukungan sistem. Bidang-bidang layanan yang diberikan meliputi aspek sosial, pribadi, belajar, karir, dan budi pekerti dalam satu kesatuan yang utuh. Saat ini telah berkembang apa yang disebut ”quantum counseling” atau konseling kuantum yang berpangkal pada teori kuantum, dalam fisika. Dalam ivovasi ini, bimbingan dan konseling dilaksanakan secara holistik dalam suasana menyenangkan dengan lebih berfokus pada aspek-aspek pribadi yang paling mendalam yaitu pikiran dan perasaan.







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pada beberapa tahun yang lalu, keberadaan konselor dalam bimbingan dan konseling, sering mengalami kesalah pahaman yang besar dan seperti sudah menjadi claim bagi kinerja konselor  sendiri. Kesalahpahaman ini sudah mendarah daging dalam diri siswa sehingga siswa mencap konselor sekolah dengan pandangan yang hegatif. Tantangan semacam ini justru datang dari pihak sekolah sendiri yang kurang mengerti bagaimana peran konselor yan sebenarnya.
Konsep-konsep kinerja dalam bimbingan dan konseling kini sudah berbeda dengan konseling di masa lalu yang menimbulkan banyak kesalahpahaman. Kegiatan bimbingan dan konseling lebih terarah dengan landasan yang jelas, visi misi yang jelas, memanfaatkan pengumpulan data dalam memenuhi kebutuhan konseli, menggunakan teknik konsultasi dan orientasi, dan sebagainya.
Inovasi-inovasi yang berkembang dalam bimbingan dan konseling diantaranya: Teknologi dalam bimbingan konseling, Bimbingan dan Konseling Multikultural, Bimbingan konseling multikultural, dan Pendekatan Holistik.
B.      Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan diantaranya:
1.       Sebagai konselor, harus bekerja sesuai dengan tugas yang diembannya, dan selalu berpegang teuh pada kode etik yang ada sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman yan lebih lanjut yang berakibat pada pencitraan yang buruk pada konselor dan bimbingan konseling sendiri.
2.       Beberapa inovasi dalam pelayanan bimbingan dan konseling juga harus dimanfaatkan, diantaranya memanfaatkan teknologi yang ada.








DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat, Rekonseptualisasi Bimbingan dan Konseling, http://www.akhmadsudrajat .wordpress.com/2008/01/21/konsep-bimbingan-dan-konseling/
Muhammad Nur Wangid, Konselor Menjawab Dinamika Jaman, http://www.konselingindonesia.com/download
Muhammad Surya, Inovasi Bimbingan dan Konseling Menjawab Tantangan Global, http://www.konselingindonesia.com/download
Slameto, Dr, Bahan Kuliah Bimbingan dan Konseling, Program Magister Manajemen Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2010


Littlre snake pin