Jumat, 21 Juni 2013

TAHAPAN-TAHAPAN KONSELING


Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus.

Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

A.       Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
·           Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
·           emperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
·           Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
·           Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

B.        Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
·           Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
·           Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
·           Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
·           Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
·           Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
·           Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

C.        Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
·           Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
·           Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
·           Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
·           Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

Konseling logoterapi
Konseling logoterapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi masalah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup. Konseling logoterapi berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada makna hidup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor dengan konseli adalah encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami dan menerima sepenuhnya satu sama lain.
Komponen-Komponen Konseling Logoterapi
Komponen-komponen pribadi dalam konseling logoterapi adalah kemampuan, potensi, dan kualitas insane dari diri konseli yang dijajagi, diungkap, dan difungsikan pada proses konseling dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap makna dan tujuan hidupnya.
Dalam logoterapi usaha meningkatkan kesadaran atas kualitas dan kemampuan pribadi- seperti pemahaman diri, pengubahan sikap, pengarahan diri, tanggungjawab, komitmen, keimanan, cinta kasih, hati nurani, penemuan makna hidup-merupakan hal-hal penting yang menentukan keberhasilan konseling. Selain itu konseli disadarkan pula atas rasa tanggungjawab untuk mengubah sikap dan perilakunya menjadi lebih baik dan lebih sehat serta bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Tahapan Konseling Logoterapi
Ada empat tahap utama didalam proses konseling logterapi diantaranya adalah:
1.               Tahap perkenalan dan pembinaan rapport. Pada tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembina rapport yang makin lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi konseli.
2.               Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli. Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3.               Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
4.               Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan symptom.  

TAHAPAN-TAHAPAN KONSELING
1.  Acceptance (Penerimaan klien pada awal konseling), hal yang dikerjakan meliputi :
a.    Ungkapan salame. Pengakuan
b.    Sapaan baikf. Sentuhan
c.     Pengenalan dirig. Kontak fisik
d.    Penampilan diri
2.     Klarifikasi (Proses menegaskan kembali pernyataan atau ungkapan-ungkapan yang klien sampaikan atau ceritakan), hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan ungkapan seperti; ”Pada dasarnya”, ”jelasnya”, ”artinya”.
3.     Refleksi (Proses pemantulan atau penyampaian kembali ungkapan-ungkapan yang disampaikan klien, hal ini dilakukan agar konselor mampu memahamiklien sedalam-dalamnya), jenis-jenis refleksi adalah :
a.    Refleksi Perasaan : menyimpulkan dan mengungkapkan kepada klien tentang muatan-muatan perasaan yang terdapat dari pesan atau pernyataan yang klien sampaikan.
b.    Refleksi Isi : menyimpulkan dan menyampaikan kepada klien tentang isi maksud yang terdapat dari pesan atau pernyataan yang disampaikan oleh klien.
4.     Structuring (Usaha konselor untuk membatasi proses konseling agar proses konseling berjalan efektif dan efisien), structuring meliputi :
a.    Action limit : Konselor membatasi tindakan-tindakan klien, seperti dengan ungkapan ”Anda bebas mengungkapkan perasaan anda, namun saya harap anda tidak merusak benda-benda diruangan ini”.
b.    Time Limit : Konselor menyampaikan kepada klien batas waktu untuk melakukan satu konseling, seperti dengan ungkapan ”Prose konseling kita ini agar efektif dan efisien akan kita lakukan selama 60 menit”.
c.     Role / service Limit : Konselor menyampaikan kepada klien tentang batasan peranan konselor dan klien dalam hal pelayanan konseling.
d.    Problem Limit : Konselor memberikan atau menyampiakan batasan masalah yang akan ditangani, hal ini dilakukan karena tidak semua masalah klien merupakan urusan konselor.
e.     Confident Sianitas : Penyampaian kepercayaan atau kerahasiaan permasalahan yang klien sampaiakan kepada konselor.
f.      Batasan Tujuan : konselor merumuskan bersama klien tentang batasan tujuan yang ingin dicapai setelah proses konseling.
5.     Diam (Proses dimana proses konseling terjadi jeda atau dalam keadaan diam sejenak), makna diam bertujuan untuk :
a.    Bentuk penolakan atau ekspresi ketidak setujuan yang dilakukan konselor ataskebingungan yang dirasakan klien.
b.    Klien merasa sakit, salah satu cara pengekspresian rasa sakit klien saat terjadinya proses konseling, rasa sakit tersebut bisa timbul saat klien mengenang kenangan-kenangan yang tidak menyenangkan saat terjadi proses konseling.
c.     Ragu-ragu, munculnya keragu-raguan didiri konselor atau klien saat proses konseling.
d.    Ungkapan Keinginan, sebuah bentuk pengekspresian yang mungkin dilakukan klien saat klien menginginkan sesuatu dari konselor.
e.     Ungkapan berpikir, salah satu cara pengekspresian yang dilakukan klien untuk menunjukkan klien sedang memikirkan hal-hal yang baru saja dibicarakan dalam proses konseling.
f.      Ungkapan Kesadaran, salah satu bentuk pengekspresian yang dilakukan klien untuk menunjukan klien baru menyadari perasaan yang baru saja dikeluarkan atau diekspresikan klien.
6.     Sharing of Experiance, teknik konselor mengerti, mendalami, dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh klien saat proses konseling, hal ini bisa disampaikan dengan cara seperti pengungkapan pengalaman-pengalaman pribadi konselor yang hampir sama dengan yang klien hadapi, atau dengan cara menyampaikan pernytaan ”Saya dapat merasakan apa yang anda hadapi saat ini, seandainya saya diposisi anda”.
7.     Assurance, proses yang dilakukan oleh konselor untuk dapat meringankan perasaan klien, konselor juga menyakinkan kepada klien bahwa keputusan yang klien ambil adalah benar, proses assurance ini meliputi :
a.    Approval / dukungan : hal ini diberikan jika kata-kata yang disampaikan klien sudag benar-benar positif atau berguna bagi diri klien.
b.    Prediksi : diberikan jika klien memberikan informasi tentang hal-hal yang akan dilakukan klien setelah proses konseling, prediksi ini didalamnya terdapat gambaran hal-hal yang mungkin akan terjadi atau mungkin akan dihadapi klien saat mengerjakan keputusan yang didapat.
c.     Postdiksi : hal ini diberikan jika proses konseling telag berjalan lebih dari sekali.
d.    Bertanya, proses bertanya kepada klien yang dilakukan oleh konselor, jenis-jenis bertanya ada dua, yaitu :
1)    Pertanyaan Tertutup : Pertanyaan yang membutuhkan jawaban fakta atau apa adanya, contoh jawaban apa adanya : Iya, Benar, Setuju.
2)    Pertanyaan Terbuka : Pertanyaan yang membutuhkan jawaban berupa cerita atau pernytaan secara penjang lebar.
3)    Persyaratan Bertanya :
·       Suasana konseling harus kondusif dan mendukung, konselor harus melihat kondisi klien.
·       Materi pertanyaan mesti disiapkan dengan baik
·       Ajukan pertanyaan dengan jelas dan sesuai dengan topik permasalahan.
·       Segera lakukan respon atas jawaban klien
9.     Konfrontasi, Pertentangan, proses ini memiliki tujuan :
a.        Diharapkan konselor dapat mengenal dan merespon pesan ganda yang disampaikan klien sehingga klien dapat menyadari.
b.       Agar konselor dapat membedakan pertentangan yang ada.
10.  Penolakan, proses ini dilakukan bila klien berpikiran, berprasangka, berencana melakukan tindakan-tindakan diluar kesepakatan atau dilakukan tanpa sadar oleh klien. Jenis-jenis penolakan :
a.        Penolakan Langsung : Dilakukan jika klien melakukan hal-hak yang tidak disadarinya.
b.       Penolakan Tidak Langsung : Dilakukan jika klien melakukan hal-hal yang disadari atau bisa diprediksi.
11.  Saran, Jenis saran ada dua, yaitu :
a.        Saran Langsung : hal ini dilakukan jika klien tidak tahu hal-hal yang akan dilakukan
b.       Saran Tidak Langsung : hal ini dilakukan untuk memberikan pilihan alternatif agar klien sendiri yang memilih
12.  Kesimpulan, jenis-jenis kesimpulan ada dua, yaitu :
a.        Kesimpulan Sementara (Sebagian) : hal ini diberikan kira-kira 10-30 menit pertama proses konseling, untuk menyimpulkan dan merespon cerita klien.
b.       Kesimpulan Akhir : diberikan pada akhir proses konseling, bisa juga digunakan untuk menutup prose konseling.
13.  Terminasi (Penutup)

Kesimpulan : kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bahwa dalam kegiatan konseling, baik konseling individual maupun konseling kelompok, terdapat beberapa tahapan, yaitu yang pertama adalah tahapan pembukaan, kedua adalah tahapan inti, dan yang terakhir adalah tahapan penutupan.


DAFTAR PUSTAKA

Winkel dan MM. Sri Hastuti. Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Yogyakarta : media Abadi
Willis, Sofyan. 2004. konseling individual dan praktek. Bandung : Alfabeta
Lesmana, M. Janette. Dasar-dasar konseling. Jakarta : UI PRESS
Surya, Mohammad. 1988. dasar-dasar penyusunan (konseling). Jakarta : dekdikbud
Supriyo dan Mulawarman. 2006. keterampilan dasar-dasar konseling. Semarang : UNNES

Littlre snake pin