Oleh : Chairul Amriyah
1. Review
Jurnal
Berdasarkan jurnal yang
ditulis oleh Chairul Amriyah yang berjudul Perilaku
Agresi di Masyarakat menjelaskan bahwa dalam kehidupan masyarakat saat ini,
aksi kekerasan telah banyak dilakukan oleh masyarakat baik secara individu
maupun missal. Penyebaran info dan berita-berita yang bersisi kekerasan sudah
bukan sesuatu yang tabu lagi, karena media masa baik cetak maupun elektronik
seperti tidak ada habis-habisnya menyiarkan berita terkait kekerasan, bahkan dibeberapa
stasiun televisi juga membuat program tayangan khusus yang menyiarkan berita-berita
tentang aksi kekerasan. Aksi kekerasan ini dapat terjadi di mana saja, di
sekolah, dl jalan, di kompleks perumahan, di kantor polisi, di gedung DPR,
bahkan di dalam kampus sekalipun yang notebanya akan meluluskan para
intelektual yang berkualitas, bemoral, dan bermartabat.
Sebagai bangsa Indonesia yang
terkenal dengan bangsa yang ramah tanah dan bebudayaan tinggi, wajar apabila
kita terheran-heran apabila negara kita ini sudah dipenuhi dengan aksi
kekersan. Begitulah kenyataannya tetap menyatakan bahwa kehidupan bangsa
Indonesia selalu di hiasi dengan kekerasan, bukan hanya sekarang tetapi sejak
zaman dahulu, ingatkah kita pada kisah Ken Arok yang diakhiri dengan pembunuhan.
Tengok saja catatan sejarah tentang pembantaian orang cina di Batavia awal
tahun 1900an, rentetan anak masa di Situbondo, Peristiwa 12-13 Mei 1998 di
Jakarta, kerusakan di Arnbon dan Maluku Utara Tragedi di Monas Bahkan terakhir
di depan gedung MPR 24 Juli 2008. Hampir setiap hari kekerasan menghiasi
kehidupan kita, sasarannya dapat terjadi dimana saja dari orang terkenal sampai
orang tak dikenal.
Pembahasan
Kekerasan pada dasarnya dapat
dibagi menjadi dua bentuk yaitu kekerasan fisik dan kekerasan verbal. Kekerasan
fisik yaitu kekerasan yang dilakukan seperti memukul meninju, menendang, menampar
dan lain-lain. Sedangkan kekerasan verbal yaitu kekerasan yang di lakukan
dengan cara mengancam, menteror, dan mengintimidasi. Kekerasan pada perempuan
juga terjadi pada empat ruang lingkup yaitu ; rumah tangga, ekonomi dan negara.
Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar merupakan
hal sudah terlalu sering kita saksikan bahkan cenderung dianggap biasa, pelaku
tindakan aksi ini di lakukan oleh siswa-siswi di tingkat SLTP/SMP sampai
perguruan tinggi, hal ini sangatlah memperhatikan kita semua. Hal yang terjadi
pada saat tawuran sebenamya adalah prilaku agresi dari seorang individu
atau kelompok agresi itu sendiri. Menurut Murray (dalam Hall dan Lindzey,
Psikologi kepribadian, 1993), agresi didefiniskan sebagai suatu cara untuk
melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum
orang lain secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk
melukai orang lain atau merusak milik orang lain.
Chairul Amriyah dalam
jurnalnya mendeskripsikan beberapa faktor yang menyebabkan perilaku agresi,
yaitu:
1. Amarah
Marah
sering kali muncul sebagai aksi terhadap
frustasi, sakit hati dan merasa terancam, pada umumnya frustasi adalah
keinginan tidak terpenuhi. Ini merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan
pada tiap tingkat usia. Amarah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri
aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak
suka yang sangat kuat yang biasanya di
sebabkan adanya kesalahan yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga
tidak (Davidoff, psikologi suatu pengantar 1998). Pada saat marah ada perasaan
ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar suatu dan biasanya timbul
pikiran yang kejam bila hal tersbeut disalurkan maka terjadilah agresi.
Jadi
agresi adalah suatu respon terhadap amarah, kekecewaan, sakit fisik,
penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah akhirnya memancing agresi,
ejekan, hinaan, dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah.
2. Frustasi
Frustasi
terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan,
kebutuhan, keinginan, pengharapan, atau tindakan tertantu. Agresi merupakan
salah satu cara merespon frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari
frustasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang
pas-pasan dan adanya kebutuhan yang ahrus segera terpenuhi tetapi sulit
tercapai, akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
3. Proses
pendislipinan yang keliru
Pendidikan
dislipin yang otoiter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan
memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi
remaja. Pendidikan dislipin seperti itu akan membuat remaja menjadi penakut,
tidak ramah dengan orang lain dan membenci orang yang memberi hukuman.
Kehilangan
spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi. kepada
orang lain. Hubungan dengan lingkungan
sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan, siapa yang lebih berkuasa
dapat berbuat sekehendak hatinya, pola
pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan
pemberontakan terutama bila
larangan yang bersangsi hukuman tidak
diimbangi dengan cara lain yang dapat
inemenuhi kebutuhan yang mendasar.
4. Belajar
Model Peran Kekerasan
Tidak
dapat kita pungkiri bahwa pada saat ini, anak-anak dan remaja banyak belajar
mengaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan berbagai permainan yang
bertema kekerasan.. Acara yang menampilkan kekerasan hampir setiap saat dapat
di temui dalam tontonan yang disajikan ditelevisi rnuiai dari film Kartun, sinetron,
sampai film laga, selain itu ada acara
TV yang menyajikan acara khusus
perkelahian yang sangat populer di
kalangan remaja seperti Smack Down/UFC (Ultimate Fighting Championship) atau sejenisnya. Walaupun pembawa
acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak mencintoh apa yang mereka
saksikan narnun, diyakini bahwa tontonan tersebut berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa penontonnya.
Dengan
melihat adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi
sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresi dalam kehidupan sehari-hari
ada kemungkinan efek ini sifatnya menetap.
Selain
model dari yang disaksikan di televise, belajar model juga dapat berlangsung
secara langsung dalam kehidupan sehari-hari bila seorang yang sering
menyaksikan tawuran di jalan, mereka secara langsung atau dalain kehidupan bila
terbiasa dilingkungan rumah. Menyaksikan
peristiwa perkelahian antara orang tua dilingktingan rumah, ayah dan ibu yang
sering betengkar, atau peristiwa sejenisnya semua itu dapat memperkuat perilaku
agresi yang ternyata sangat efektif bagi dirinya. Model kekerasan juga sering ditampilkan dalam bentuk mainan yang
dijual di toko-toko. Sering orang tua tidak terlalu perduli mainan apa yang
diminta dan secara tidak langsung rnemperkuat perilaku agresif anak di rnasa
mendatang.
5. Kesenjangan
Generasi
Adanya
perbedaan atau jurang pemisah antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam
bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dengan sering kali
tidak komunikatif.
Kegagalan
komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab tirnbulnya
perilaku agresi pada anak dan orang tua. Permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera mengingat bahwa
selain agresi, masih banyak perrnasalahan lain yang dapat muncul seperti
ketergantungan obat terlarang seks bebas, dan lain-lain.
6. Faktor
Biologis
Ada
beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, saeperti (a) gen ;
(b) sistem otak ; (c) Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian
ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi pada
wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen,
dan progresteron menurun jumlahnya, akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa
perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang, dan bermusuhan.
7. Lingkungan
1. Suhu
udara yang panas. Bila diperhatikan secara seksama, tawuran/aksi demonstrasi
sering terjadi pada siang hari, di terik panas matahari, tetapi bila musim
hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Hal ini sesuai dengan pandangan
bahwa suhu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial
berupa peningkatan agresivitas.
2. Anonimitas.
Suasana pada perkotaan, apalagi di kota-kora besar banyak menyajikan berbagai
suara, cahaya dan bermacam informasi, orang secara otornatis cenderung berusaha
untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang
berlebihan tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia
menjadi sangat impersonal, artinya
antara satu orang dengan orang lain tidak lagi menjadi sangat impersonal,
artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau
mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri).
Bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, kurang
bersimpati pada orang lain, karena ia merasa tidak terikat dengan norma yang
ada dalam masyarakat di mana ia berada.
3. Kemiskinan
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi
mereka secara alami mengalami penguatan, hal ini tidak kita alami di dalam
kehidupan sehari-hari, bila terjadi perkelahian di pemukiman kumuh, misalnya
penjudi, pemabuk yang memukuli istrinya karena tidak memberi uang untuk
keperluannya, maka pada saat itu anak-anak dengan mudah dapat melihat model
agresi. Secara langsung model agresi ini sering kali diadopsi anak sebagai
model pertahanan diri dalam mempertahankan hidup. Dalam situasi yang dirasakan
sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan ditambah dengan nalar yang belum
berkembang optimal, anak .sering dengan gampang bertindak agresi, misalnya
dengan cara memukul, berteriak, mendorong hingga terjatuh dan tersingkir.
Penutup
Pada akhirnya, Chairul
Amriyah mengungkapkan bahwa kekerasan menjadi bagian dari sisi lain kehidupan, selanjutnya dengan melihat dari
beberapa faktor penyebab di atas, selayaknya apa yang kita bisa hindari,
sebaiknya kita hindari, apa yang bisa kita lakukan sebaiknya kita perbuat untuk
meminimalisir kekerasan yang ada di hadapan kita pada masa-masa ini.
Seperti slogan yang selalu
kita baca "Stop Kekerasan". Moral, akhlak, budi pekerti merupakan
bagian yang penting dalam kehidupan ini. Kita dapat lebih bertanggung jawab
dalam kehidupan diri serta keluarga kita masing-masing sehingga kita tidak
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pandangan masyarakat.
Para sosiolog beranggapan
bahwa masyarakat sendiri punya peran penting dalam pembentukan moral W.G.
Summer seorang sosiolog berpendapat bahwa tingkah laku manusia yang terkendali
disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai
sanksi buat pelanggarnya. Mungkin ada faktor lain yang belum dibahas di sini,
namun setidaknya faktor di atas patut kita waspadai dan diberikan perhatian
demi terciptanya rasa aman dalarn masyarakat kita, kehidupan tanpa kekerasan
adalah ka kita semua, bukankah damai itu indah.
4. Keterkaitan
dengan Konseling Rehabilitasi Sosial
Konseling Rehabilitasi Sosial
merupakan proses bantuan yang difokuskan pada pelayanan individu untuk
memulihkan individu dari ketidakmampuannya atau mengalami hambatan dalam
mencapai kebermakanaan baik bagi dirinya maupun dengan sosialnya, lebih jauh
lagi individu diajarkan untuk kembali mandiri dapat hidup menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya (Mulawarman, 2011:23). Konselor sebagai helper yang berperan dalam pendidikan
psikologis mempunyai peranan penting dalam menghadapi dan membantu
individu-individu yang bermasalah untuk memberikan kondisi fasilitatif yang
diarahkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan individu, serta mengubah
perilaku individu dari perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang lebih
adaptif.
Agresi adalah
perilaku-perilaku yang sangat penting dalam psikologi, khususnya psikologi
sosial, karena pengaruhnya sangat besar, baik terhadap individu maupun
kelompok. Banyak peristiwa/kejadian, baik dalam skala individu maupun dalam
skala kelompok, terjadi karena dilatarbelakangi oleh agresi. Namun sayangnya,
agresi seperti yang dingkapkan oleh beberapa ahli adalah perilaku dan tindakan
yang cenderung merugikan dan melukai orang lain. Dapat dicontohkan dalam
peristiwa pembunuhan besar-besaran terhadap umat Yahudi di masa Hitler
misalnya, yang ditahun 1990-an terjadi lagi terhadap kaum Bosnia oleh
orang-orang Serbia dan oleh suku Tutsi terhadap orang-orang Hutu di Rwanda dan
Burundi. Peta bumi pun berubah karena agresi. Perang dunia II melahirkan banyak
Negara baru. Pakistan pecah dari India dan Bangladesh pecah lagi dari Pakistan
melalui pertempuran fisik. Demikian pula Republik Irlandia dan kerajaan Inggris
Raya dan sekarang Irlandia utara. Kerajaan-kerajaan di Jawa, mulai dari zaman
Daha sampai mataram, berkali-kali mengalami perombakan wilayah melalui berbagai
pemberontakan.
Sebagai seorang konselor
dalam menyikapi agresi haruslah dengan memahami secara penuh perilaku, alasan,
dan latar belakang perilaku agresuf itu dilakukan. Karena pada hakikatnya tidak
semua perilaku agresi merupakan perilaku yang bertujuan negative. Contohnya,
polisi yang melukai penjahat karena menyandera anak kecil, atau juga bisa
dokter gigi yang melukai gigi karena ingin menyembuhkan gigi yang saikit.
Perilaku agresif itu banyak ragamnya. Yang lebih membuat rumit adalah bahwa
satu perilaku yang sama (misalnya, menginjak kaki) dapat dianggap tidak
agrwesif (jika terjadi di bus yang penuh sesak), tetapi dapat juga dianggap
agresif (jika terjadi di bus lenggang). Dengan demikian, peran kongnisi sangat
besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dianggap agresif (jika diberi
atribut internal) atau tidak agresif (dalam hal atribusi eksternal). Dengan
atribusi internal yang dimaksud adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan
untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan
dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain, atau tidak sengaja
(dokter gigi, misalnya, tidak mempunyai pilihan lain dari mengebor gigig anda
untuk mengobati gigi anda).
Sehingga dapat ditaraik
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan agresif adalah perilaku fisik
atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang
lain. Konselor juga perlu memahami jenis-jenis agresi agar mamapu membedakan
perilaku agresi, seperti yang diungkapkan myers (dalam Sugiyo, 2006:84):
1.
Agresi emosi, yaitu agresi yang berupa
kemarahan dan ditandai emosi yang tinggi. Akibat dari agresi ini biasanya fatal
dan sangat merugikan orang lain,
2.
Agresi instrumental, agresi ini tidak
disertai emosi. Agresi ini hanya sebagai sarana mencapai tujuan lain.
3.
Perilaku melukai dan maksud melukai,
perilaku melukai yang tanpa maksud melukai tidak termasuk dalam agresi.
4.
Perilaku agresif antisocial dan prososial,
membedakan perilaku agresif ini tidaklah mudah karena mempunyai dua sudut
pandang yang berbeda disesuaikan dengan norma sosial yang dipakai.
5.
Perilaku dan perasaan agresif, selain pada
perilaku yang tampak, agresi juga dicerminkan pada perasaan-perasaan
tersembunyi, seperti perasaan marah, sebal.
Jadi amat penting sebagai konselor
untuk memahami makna dari perilaku agresi agar tidak salah dalam mengambil
keputusan dan menentukan treatment bagi individu. Sears (dalam Sugiyo, 2006:85)
mengungkapkan beberapa cara untuk mengurangi perilaku agresi, yaitu:
1. Hukuman
dan Pembalasan.
Berdasar
teori insentif dimana seseorang berperilaku dengan memeprtimbangkan dampaknya
dikemudian hari, oaring akan cenderung menekan perilaku agresifnya untuk
menghindari hukuman yang akan diterimanya jika berperilaku agresif. Jadi jelas
hukuman akan menekan perilaku agresif, akan tetapi tidak semudah itu karena
banyak kasus dimana justru hukuman akan membuat perilaku negative semakin
meningkat. Bagi seorang konselorpun seyogyianya tidak dianjurkan untuk
melakukan hukuman.
2. Mengurangi
frustasi
Teknik
ini lebih baik dari pemberian hukuman, karena frustasi dianggap sebagai pemicu
munculnya perilaku agresi, oleh sebab itu sebaiknya diminimalkan skalanya, bisa
dengan menggunakan refraiming dengan membuat pikiran dan perasaan lebih
positif.
3. Hambatan
yang Dipelajari
Hambatan
yang dipelajari maksudnya adalah belajar mengendalikan perilaku agresif kitas
sendiri, bukan karena takut dihukum atau karena ancaman. Kita harus dapat
memilah kapan saat perilaku agresif diijinkan dan kapan harus menekannya. Dapat
dilakukan dengan asertif training.
4. Pengalihan
Pengalihan
diartikan sebagai pemindaan agresi pada sasaran pengganti/diarahkan pada objek
yang lain.
5. Katarsis
Adalah
sebagai bentuk pelepasan energy, maksudnya adalah jika seseorang merasa ingin
marah dan ingin melampiaskannya maka tindakan yang dilakukan selanjutnya akan
mengurangi intensitas perasaannya.