Sabtu, 23 Juni 2012

MEMAHAMI TRAUMA PADA ANAK-ANAK -- PEL 1



Memahami Trauma pada Anak-Anak
PELAJARAN 1



PERSIAPAN PELATIH (kolom 1)
Untuk pelajaran ini Anda memerlukan:
  • Visual Aid 1-1: Sumber Trauma
  • Visual Aid 1-2: Faktor Resiko (PTSD-Post Traumatic Stress Disorder)
  • Visual Aid 1-3: Emosi Yang Rusak
  • Visual Aid 1-4: Tanda dan gejala Kecemasan Yang Akut
  • Visual Aid 1-5: Tanggapan  Anak terhadapTrauma
  • Untuk pemanasan Anda memerlukan Video #1, Anak2 dalam Krisis, atau catatan di Appendix C, “Siapakah Anak-anak dalam Krisis?.” Jika Anda mempunyai komputer, silahkan mencari informasi tentang anak2 yang mengalami krisis di kota Anda atau negara Anda.
  • Copy dari Studi Kasus (Junior, Eswari, Mary) untuk setiap pelatih.
  • Untuk selanjutnya bacalah Fasal 2 dan 6, “Mengenal dan Mengerti Anak-anak Yang Mengalami Trauma”, dan “Anak2 Cacat” di Menyembuhkan Anak2 Peperangan.

SEKILAS PELAJARAN (kolom 2)
Pelajaran Pemanasan
  • Situasi Anak2 dalam Trauma (video dan diskusi)
Pelajaran
  • Trauma dan kehilangan
  • Sumber trauma
  • Pengaruh-pengaruh pengalaman teroris
  • Respons anak terhadap trauma
  • Tanda-tanda anak dalam trauma
  • Menolong anak menghadapi trauma
Mari Kita Bicarakan
  • Menilai trauma anak-anak
Kegiatan Belajar
  • Studi kasus “adopsi” seorang anak

TUGAS BELAJAR
Para peserta pelatihan dapat memberikan definisi trauma anak-anak, dan mengidentifikasikan ciri-ciri trauma. 

Pelajaran Pemanasan
 Putarkan video bagian pertama, “Anak-anak dalam masa krisis”, atau pakailah catatan dari Appendix C untuk membicarakan situasi yang dapat mengakibatkan anak-anak mengalami trauma di negara setempat, atau diseluruh dunia. Minta pelatih untuk mengamat-amati reaksi anak-anak ketika melihat video, atau ketika mereka sedang mendengarkan pelajaran.

Pelajaran
Pendahuluan Trauma dan Kehilangan
Anak-anak selalu memperlihatkan kesakitan emosi, demikian juga kesakitan fisik. Ini adalah fakta yang benar dari anak-anak yang pernah mengalami keadaan yang sangat sulit. Mereka menderita luka-luka emosi yang dalam sebagai akibat perlakuan yang kasar dan merugikan yang mereka alami. Kadang2 mereka dipaksa untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak mau dilakukan. Anak merasa dihianati oleh orang tuanya dan orang-orang dewasa lain. Mereka merasa tidak ada kepercayaan diri sendiri karena hidup lingkungannya, maupun struktur-struktur dan aturan-aturan hidupnya hancur. Lagi pula, banyak anak merasa bersalah, karena mereka tidak berdaya menghentikan segala sesuatu yang telah terjadi. Luka-luka emosi ini mengakibatkan anak tidak hidup bahagia, dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan. Sebagai pendamping, kita harus mencari jalan untuk menolong anak-anak supaya luka-luka emosi mereka dapat sembuh.

Trauma adalah salah satu perkataan yang sering dipakai untuk melukiskan akibat pengalaman anak-anak dimasa perang, hidup sebagai pengungsi, ditinggalkan keluarga, dan pengalaman-pengalaman lain yang sulit sekali.

Trauma terjadi karena sesuatu kejadian eksternal (bukan dari dalam, tapi dari luar) terjadi dengan tiba-tiba. Kejadian ini biasanya hebat sekali, dan mempengaruhi serta membingungkan anak, sehingga ia tidak tahu bagaimana menangani situasi ini. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap perasaan-perasaan emosi yang ia alami karena kejadian ini. Dia dipaksa untuk menangani perasaan-perasaan baru ini, di dalam situasi yang baru dan lain, misalnya pengalaman menjadi anak cacat. Keadaan normal dimana anak ini berasa terlindung sudah tidak ada lagi, dan dia merasa tidak berdaya sama sekali.

Trauma mengakibatkan anak kehilangan kemurnian dan kepercayaan bahwa ia tinggal di dunia aman, dimana orang tuanya selalu memelihara dan mengasihi dia. Trauma juga mengakibatkan anak-anak kehilangan kepercayaan terhadap orang dewasa dan kehilangan harapan untuk masa depan.

Sangatlah mudah untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami patah tulang kaki atau tangan. Tetapi sukar sekali untuk mengerti trauma yang melukai jiwa anak dan mengakibatkan kelainan tingkah laku.

Sumber Trauma
Visual Aid 1-1      
Trauma psikologis biasanya diakibatkan oleh kejadian yang dialami atau dilihat seorang anak. Pada umumnya ini dapat dibagi 4 golongan:
  • Menjadi korban, misalnya diculik, ditodong, diperkosa atau dipaksa untuk melakukan hal2 yang bukan2.
  • Kehilangan kepercayaan diri sendiri dan kepercayaan akan orang lain, kehilangan rumah, sekolah, pengobatan, keperluan se-hari2.
  • Persoalan yang berasal dari kehidupan keluarga, misalnya perkosaan oleh ayah tiri, keluarga yang disfunctional, ditinggal orang tua, kemiskinan, menjadi jatim piatu.
  • Bencana alam, misalnya kebakaran, kebanjiran, hujan lebat dan badai, tsunami.
Reaksi Pengalaman Traumatis
Beberapa kejadian yang mengakibatkan trauma dapat terjadi dalam waktu singkat sekali, misalnya gempa bumi, kebakaran, atau kecelakaan. Tetapi ada kejadian lain yang tidak berkesudahan, misalnya menjadi serdadu anak-anak, atau hubungan seksual paksaan dengan orang dewasa. Kita harus mengerti, bahwa meskipun suatu kejadian terjadi dalam waktu singkat sekali, ini dapat mengakibatkan perasaan emosional yang lama sekali untuk seorang anak. Ketakutan karena kejadian trauma tidak dapat hilang cepat-cepat, meskipun orang lain berkata dunia ini baik dan aman kembali. Ingatan-ingatan akan kejadian traumatis ini mengakibatkan kebingungan, kelukaan jiwa, dan kelainan dalam tabiat sang anak.

Visual Aid 1-2
Posttraumatic Stress (PTS) adalah reaksi2 trauma yang segera mempengaruhi sesudah suatu kejadian, sedangkan Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) adalah reaksi-reaksi trauma yang lama sesudah kejadian, dan masih mempengaruhi. Seorang anak dapat memperoleh PTSD, dan ini berhubungan dengan:
·       Parahnya trauma yang dialami
·       Kejadian trauma berulang-ulang atau hanya satu kali saja
·       Berapa dekatnya anak ini mengalami trauma
·       Hubungan anak dengan sipelaku kejahatan
·       Anak mengalami trauma seorang diri, atau bersama teman atau orang tua

Anak yang mengalami PTSD selalu mencoba menghindari keadaan-keadaan atau tempat-tempat yang mengingatkan dia kembali kepada kejadian trauma itu. Kadang-kadang mereka dapat menjadi kurang responsif, sedih, mengundurkan diri dan mencoba menyangkali perasaan-perasaan yang dia alami sendiri.

Visual Aid 1-3
Semua pengalaman traumatis akhirnya merusak emosi anak. Ini termasuk—
·       Rasa bersalah. Anak seperti sepon yang mengisap perasaan bersalah yang tidak benar.
·       Tidak disayangi, dibiarkan sendiri, ditolak, membebani orang lain, mulut yang harus diberi makan.
·       Percaya bahwa mereka adalah “barang rusak” yang tidak diingini siapapun juga (terutama dalam hal pemerkosaan)

Respon anak terhadap Trauma
Kadang-kadang susah untuk membedakan penyesuain diri yang normal terhadap kejadian trauma, atau PTSD. Sesudah kejadian yang tragis, krisis, atau kehilangan yang besar, biasanya orang berada dalam keadaan guncangan-jiwa (shock). Ini terdiri dari dua tahap: menyangkal kejadian, dan mati rasa. Pertama mereka bergumul dengan kejadian dengan menyangkal bahwa kejadian ini sungguh-sungguh terjadi. Tetapi lama kelamaan, sesudah mereka menceriterakan hal ini kepada orang lain, mereka berhenti menyangkal dan mereka pergi ketahap kedua dari shock, jaitu mati rasa. Lalu, sesudah mereka membicarakan perasaan emosi mereka yang dalam dengan orang lain, mereka akhirnya dapat menerima perasaan-perasaan mereka sendiri dan dapat berhubungan dengan orang lain.

Biasanya anak-anak membutuhkan waktu yang lebih lama daripada orang dewasa untuk keluar dari keadaan shock. Anak2 biasanya menarik diri, atau membicarakan segala macam kejadian lain, kecuali kejadian traumatis itu, sampai mereka berasa aman dan dapat bicara tentang ini. Jika tidak ada orang yang dapat menggapai mereka dengan sabar dan kasih, atau bermain dengan mereka dengan cara “play therapy”, waktu penyembuhan ini dapat menjadi lebih panjang lagi.

Pada umumnya, seorang anak yang sedang memperlihatkan reaksi traumatis akan memperlihatkan tabiat yang ekstrim; kadang-kadang dengan reaksi yang berkurang sekali, atau dengan reaksi yang malah berlebih-lebihan. Tanda-tanda dari reaksi trauma yang panjang adalah menangis dengan tiba-tiba, terkejut karena bunyi-bunyiaan, atau mengalami kilas-balik (flashback) dari kejadian trauma itu.

Trauma susah dimengerti, dan berbahaya bagi seorang anak. Sesudah kejadian trauma, sang anak merasa tidak percaya diri sendiri, mudah dilukai, tidak tahu bagaimana harus bereaksi, dan penuh ketakutan bahwa kejadian trauma akan terulang.

Tanda dan Gejala Trauma
Visual Aid 1-4
Anak yang sedang mengalami PTSD sering mengalami kejadian trauma sekali lagi dengan cara—
·       Mengingat kejadian trauma berkali-kali atau turut serta dalam permainan dimana kejadian trauma diulang-ulang
·       Mimpi buruk yang mengecewakan atau menakutkan
·       Berlaku atau mempunyai perasaan seperti kejadian trauma terjadi lagi
·       Jika anak ini teringat akan kejadian trauma, dia mengalami gejala emosional atau gejala fisik yang berulang-ulang

Visual Aid 1-5

Anak yang diganggu PTSD kadang-kadang juga mengalami gejala-gejala sebagai berikut. Mereka kadang-kadang –
·       Mengarahkan kesulitan mereka kepada diri sendiri, menjadi pendiam, tidak mau bergaul dengan teman-teman mereka.
·       Kelakuan mereka seperti anak kecil lagi (ngompol di tempat tidur, mengisap jempol, mimpi ketakutan), atau bicara bergagap.
·       Menjadi cepat marah, aggressive, berkelakuan nakal, berkelahi.
·       Tidak dapat tidur, takut tidur sendiri, tidak mau ditinggal sendirian meskipun untuk waktu yang singkat saja.
·       Mencari “tempat aman” di tempat mereka berada. Kadang-kadang mau tidur di lantai, tidak mau tidur di tempat tidur, karena takut kalau tidur nyenyak tidak tahu kalau bahaya datang.
·       Ketakutan kalau mendengar, melihat, atau mencium sesuatu yang mirip seperti waktu kejadian trauma berlangsung. Bunyi mobil kadang-kadang mengingatkan si anak kepada bunyi tembakan yang membunuh seseorang. Untuk seorang anak, mendengar anjingnya jalan turun dari tangga, seperti ayahnya jatuh dari tangga dan mati.
·       Menjadi waspada terus-selalu melihat-lihat sekeliling karena takut ada bahaya.
·       Berlaku seperti tidak takut karena sesuatu dan kepada siapapun juga. Kalau ada bahaya mereka berlaku tidak wajar, sambil berkata mereka tidak takut pada apapun juga.
·       Lupa kecakapan yang baru saja dipelajari.
·       Berkata-kata mau membalas dendam.
·       Sakit kepala, sakit perut, cepat capai dan sakit-sakit yang sebelumnya tidak ada.
·       Sering mengalami kecelakaan karena mengambil risiko yang berbahaya, menempatkan diri sendiri di tempat-tempat bahaya, men-sandiwarakan kejadian trauma sekali lagi seperti korban (victim) atau tokoh.
·       Kesulitan-kesulitan di sekolah, nilai yang menurun, dan kesulitan konsentrasi.
·       Menjadi pessimis, tidak ada harapan masa depan, kehilangan keinginan untuk survive, bermain, menikmati hidup.
·       Minum obat narkotik atau ikut gerakan-gerakan yang melawan kebudayaan (counter culture movement) teristimewa bagi anak-anak yang lebih tua.

Sesudah kejadian trauma berakhir, dan keadaan aman kembali, pikiran dan perasaan trauma masih saja mempengaruhi si anak untuk waktu yang lama. Pengalaman teroris masih terkilas dengan jelas dipikiran si anak, dan sangat mempengaruhi dia. Ini menyebabkan—
·       Luka emosi
·       Bingung (karena tidak mengerti trauma)
·       Kelainan tingkah laku

Membantu Anak yang mengalami Trauma
Anak-anak memerlukan bantuan untuk mengatasi krisis trauma, dan mengatasi perasaan-perasaan negatif mereka.
·       Kehadiran seorang dewasa yang penuh kasih sayang dan mau memberi support, adalah keperluan yang terutama dari seorang anak yang mengalami trauma. Mereka terhibur jika ada seorang dewasa yang tidak akan meninggalkan mereka, dan dapat diminta bantuannya jika perlu.
·       Si anak membutuhkan informasi cukup untuk menenangkan dia, tetapi jangan terlalu mendetail supaya tidak menambah perasaan trauma. Selalu beritahukan dia keadaan yang benar; jika dia dibohongi, hubungan baik dan saling percaya  dengan si anak akan menjadi rusak di kemudian hari.
·       Anak-anak perlu mengolah kejadian trauma dengan anak-anak seumur. Salah satu cara adalah dengan melakukan terapi kelompok bermaian (group play therapy), yang kita akan pelajari nanti. Mereka perlu seorang pemimpin yang penuh kasih sayang, yang dapat membantu mereka menafsirkan kejadian trauma dalam perspektif yang benar.

Prinsip utama intervensi trauma yang kita akan pelajari dapat digunakan untuk segala macam trauma yang dialami anak-anak, karena trauma selalu mengakibatkan kehilangan. Misalnya, jika rumah dan keluarga terlibat dalam trauma (misalnya akibat  perang, perceraian, pelecehan yang terjadi di dalam rumah, atau menjadi jatim piatu), kehilangan ini adalah besar sekali untuk si anak, dan mengakibatkan luka-luka emosi yang dalam.

Mari Kita Bicarakan
                             
Anjurkanlah guru-guru membicarakan bermacam-macam observasi yang mereka lihat – dari video atau dari anak-anak dalam projek mereka. Tingkah laku apa yang mereka lihat yang menunjukkan bahwa anak itu sedang mengalami trauma? Faktor-faktor apa yang harus dipakai seorang pendamping anak sebagai patokan dalam meng-evaluasi trauma anak-anak? (Misalnya tingkah laku yang berubah—kemarahan atau frustrasi—tanda-tanda fisik atau kekhawatiran.)

Kegiatan Belajar

          Perkenalkanlah anak-anak yang akan dipakai untuk case study: Junior, serdadu anak; Eswari, pekerja anak; dan Mary, anak yang dipaksa hubungan seks (Lihat halaman kemudian.)
          Suruh setiap guru mengadoptasi salah satu anak untuk pelajaran ini. Terangkan bahwa mereka akan membuat case study untuk anak ini. Ini akan membantu pengertian para guru tentang arti dari trauma dan akibat trauma terhadap anak. Mereka juga akan belajar strategi-strategi intervensi trauma untuk membantu penyembuhan anak-anak dan memulihkan harapan mereka.
            Para peserta akan bekerja dalam satu kelompok 4 sampai 6 orang (kelompok harus kecil, supaya semua peserta dapat berdiskusi.) selama pelajaran ini, setiap peserta tinggal di dalam kelompoknya masing-masing.
            Sesudah mengerjakan tugas kelompok kecil, seorang dari setiap kelompok diminta memberikan laporan.

Case Study #1
Junior: Serdadu Anak

Junior, anak laki2 berumur delapan tahun  berlari-lari mengusir burung-burung dari sawah yang dimiliki orang tuanya. Dia merasa bahagia. Dia mendapat nilai yang baik sekali di sekolah,orang tuanya mengasihi dan menjaga dia dengan baik, dan dia senang bermain dengan teman-temannya.

Tetapi keadaan ini berubah dengan cepat. Pada suatu hari serdadu-serdadu datang ke desa Junior, dan membunuh ayahnya. Sebelum ayahnya meninggal, dia berkata kepada Junior, “Sekarang kamu adalah kepala keluarga ini. Jagalah ibumu dan adik-adikmu.” Junior mengangguk. Ia sangat bertanggung jawab, bahkan kemudian ia tidak pergi kesekolah lagi, supaya bisa membantu ibunya di rumah.

Pada hari yang lain, Junior mendengar truk serdadu-serdadu datang lagi ke kampungnya. Ia sangat takut, matanya terbuka lebar-lebar dan ia tidak bisa bergerak. Kemudian seorang serdadu melompat dari truk dan memegang dia. Dengan cepat Junior dimasukkan serdadu ini ke dalam truk.

Kemudian truk tancap gas dan melaju cepat keluar dari kampung …kampung yang Junior amat  kasihi…ibunya …dan segala yang dia kenal.

Banyak anak laki-laki ada di dalam truk ini, mereka semua ketakutan, dan diam saja. Mereka semua dibawa ke tempat yang jauh. Akhirnya pengendara truk memasuki halaman dari beberapa gedung. “Anak-anak”, katanya, “ini adalah tempat tinggal kamu sekarang.” Junior melihat sekelilingnya. Ia mengerti bahwa gedung-gedung ini adalah tempat serdadu berlatih.

Junior tahu bahwa dia akan dilatih sebagai serdadu sekarang, tanggung jawab yang sangat besar. Dia menangis sepanjang malam. Dia ingin kembali pulang ke rumah kepada ibunya dan adik-adiknya.

Keesokan harinya Junior dan anak-anak yang lain belajar menembak. Alangkah besarnya senjata yang dia harus panggul! Junior tidak mau menurut komando serdadu, tapi ia tahu bahwa kalau ia tidak menurut, ia akan dibunuh. Latihan yang pertama adalah membunuh anjing. Junior menutup matanya dan menarik palang senapannya. Jeritan dari anjing yang malang itu membuat dia gemetar.

“Kamu harus berani,” kapten berteriak! “Kamu harus menjadi seperti orang laki-laki dewasa. Kamu harus mengasihi dan berperang untuk negaramu.”

Untuk membantu dia menjadi lebih berani, serdadu-serdadu memberi Junior obat candu sebelum masuk ke medan peperangan, dan pada malam hari dia diberi minuman alkohol, supaya dia bisa lupa. Tetapi Junior tidak bisa melupakan segala hal yang kejam dan buas yang dia lakukan.

Tiga tahun berlalu. Junior sekarang berumur 11 tahun, dan dia sudah memegang gelar kapten; hasil dari keahliannya membunuh seorang jendral yang ternama.

Sesudah Junior menceriterakan kisahnya kepada saya, sambil memain-mainkan senapan AK-47 nya dan berjalan-jalan bergaya, dia bilang, “Sekarang jika saya mengisap ganja, saya menjadi begitu berani, apapun saya bisa lakukan, bahkan saya berani membunuh ibu saya.”

Junior - pada suatu kala dia begitu penuh dengan kasih, begitu lemah lembut, begitu dekat dengan keluarga – sekarang dia berdiri dengan tegap dan bangga, menginginkan kuasa yang lebih besar lagi. Tetapi kemudian dia mengakui dengan diam-diam: “Ganja dan minuman alkohol tidak menghilangkan kepedihan yang saya alami. Saya tetap mengingat semua hal yang terjadi…tidak ada gunaya hidup ini bagiku. Saya ingin mati.”

Junior, serdadu anak-anak, adalah salah satu dari banyak anak yang berperang di Liberia; ya,  sebenarnya, satu antara tiga serdadu disana adalah seorang anak, sama seperti Junior.

Case Study #2
Eswari: Pekerja Anak

Eswari tinggal di daerah pertanian di India. Kehidupan keluarganya baik, sampai terjadi musim kemarau selama enam tahun yang menghancurkan pekerjaan keluarganya. Padi yang mereka tanam mati semua, dan keluarga Eswari tidak mempunyai mata pencaharian lagi. Mereka kelaparan.

Ayah Eswari menyuruh Eswari yang hanya berumur 7 tahun bekerja di pabrik petasan Himalaya bersama kakaknya perempuan. Ayahnya sudah berusaha mencari pekerjaan sendiri di pabrik itu, tetapi dia ditolak, karena gaji pekerja anak-anak sedikit lebih tinggi daripada gaji orang dewasa.

Eswari dan kakaknya mulai bekerja setiap hari 12 jam untuk gaji 60 rupi seminggu. Eswari mengetahui bahwa dia tidak mempunyai hak apapun di tempat pekerjaan.

Anak-anak di pabrik tidak diberi sarung tangan untuk melindungi tangannya seperti orang-orang dewasa. Mereka juga tidak diberi kopi. Hanya beberapa orang dewasa saja yang diberi minuman kopi.

Eswari juga menyadari bahwa pekerjaan dia sangat berbahaya. Bola-bola api yang besar tertembak diudara, dan menakutkan dia. Dia takut melihat banyak kecelakaan yang terjadi di pabrik ini dan mengakibatkan anak-anak menjadi cacat. Juga udaradari obat-obat kimia mengakibatkan dadanya menjadi sakit.

Pada suatu siang hari, Eswari sedang mengisi tabung petasan dengan bahan kimia yang berbahaya sekali. Di ruangan sebelah ada anak-anak lain yang sedang memotong sumbu api dari bubuk mesiu; pekerjaan yang paling berbahaya di pabrik ini.

Karena anak2 tidak mempunyai gunting untuk memotong sumbu itu, mereka mengambil dua buah batu untuk memotong. Tiba-tiba terjadi ledakan yang keras sekali di ruangan itu, dan Eswari menjadi tidak sadar diri. Ketika dia mulai sadar, majikannya sedang membuat cap jempol dia dikertas yang putih. Beberapa waktu kemudian ayah Eswari mendengar, bahwa Eswari sudah “menanda tangani” persetujuan pembayaran  20,000 rupe sebagai pengganti kerugian untuk luka-lukanya, dan untuk kematian kakaknya.

Eswari diam di rumah sakit selama tiga bulan. Dia menderita sakit yang luar biasa, karena tangan dan badannya terbakar. Luka-luka dia belum sembuh, dan dia masih menderita sakit, tetapi ia dipaksa oleh majikannya untuk kembali bekerja. Sekali lagi ayah Eswari mencoba menggantikan dia di tempat pekerjaan, tetapi ia ditolak lagi. Anak2 di rumah kelaparan. Eswari harus bertanggung jawab dan harus menolong memberi makanan kepada mereka.

Eswari menangis. Dia sedih dan putus asa, tetapi dia kembali ke tempat pekerjaan. Apakah akan terjadi di kemudian hari? Apakah dia akan mati karena kecelakaan, seperti kakak perempuannya? Eswari berpikir kematian adalah lebih baik dari pada kehidupan, khususnya kehidupan dia sendiri.


Case Study #3:
Mary, anak yang dipergunakan sex

Mary, anak perempuan berumur 12 tahun hidup dalami keluarga yang miskin. Tetapi dia bahagia hidup dengan orang tuanya, ketiga adiknya, dan anjingnya Snookers. Ia senang melakukan kegiatan-kegiatan bersama-sama keluarganya, apa lagi kalau ada perayaan hari besar. Mary tahu bahwa orang tuanya sangat mengasihi dia, dan mereka bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan Mary sehari-hari. Teman-teman Mary agak iri hati karena dia diperbolehkan pergi ke sekolah dan ke gereja.

Tetapi pada suatu hari, Mary mengalami kejadian yang menyedihkan sekali. Ayahnya, yang sangat dia kasihi, kena tembak oleh seorang pengendara mobil. Mary tidak mengerti mengapa hal ini terjadi. Ayahnya tidak menyakiti seorangpun. Dia mencoba menghibur adik-adiknya, tetapi mereka semua tetap sedih karena kehilangan ayah mereka.

Tidak lama kemudian, ibu Mary menikah lagi. Mary berpikir, mungkin sekarang dia akan senang lagi, karena mempunyai ayah baru yang mengasihi dia, dan akan melindungi dia. Tetapi, ayah tirinya tidak melindungi dia, bahkan dia mulai memperkosa Mary. Segala pikiran indah masa kecil Mary, hilang dalam sekejap mata. Perkosaan ini sangat memalukan Mary; dan dia berpikir dialah yang bersalah. Dia takut pulang ke rumah dari sekolah atau dari pasar, apa lagi kalau ibunya tidak ada di rumah.

Akhirnya Mary memberanikan diri untuk menceriterakan segala hal ini kepada ibunya. Mary berasa dia harus melindungi adik-adiknya yang masih kecil. Dia berharap ibunya dapat membantu dia. Tetapi, ibunya tidak mau percaya, dan menyalahkan Mary bahwa dia iri hati kepada ibunya. Dia melarang Mary untuk menyebut-nyebut perkara ini. Sekali lagi Mary berasa bingung, dan sendirian. Dia berpikir, ibu saya sendiripun tidak percaya akan saya, apa lagi orang2 lain.

Achirnya Mary sudah tidak tahan diam di rumah. Dia bertekad melarikan diri, dan mengemasi beberapa barangnya dan uang sedikit. Dengan air mata dan penuh kesedihan, ia menutup pintu rumah tempat dia tinggal sejak kecil. Dia merasa sedih dan bersalah, karena dia meninggalkan adik-adiknya. Apakah ayah tirinya akan memperkosa adik2nya sekarang? Ia berasa tidak berdaya, karena adik-adiknya masih terlalu kecil untuk meninggalkan rumah. Mary juga takut dan tidak tahu bagaimana ia dapat mengurus dirinya sendiri.

Tidak lama kemudian Mary kehabisan uang. Ia lapar, dan sangat kesepian. Mary berasa takut, apa lagi pada waktu malam hari manakala ia tidur di gedung-gedung tua, di setasiun, atau di gang-gang yang sempit. Pada waktu malam hari ia sering mendengar tembakan-tembakan, dan ia ingat akan malam ketika ayahnya tertembak. Ia takut akan mengalami pengalaman yang sama seperti  ayahnya.

Mary tahu, bahwa hanya ada satu jalan baginya untuk mencari hidup di jalan: ia harus menjual badannya sendiri. Ia mulai bekerja sebagai pelacur. Kadang-kadang langganannya  kasar sekali dan menyakiti dia. Untuk menghilangkan perasaan susahnya, Mary mulai mencium uap perekat (glue). Jika Mary mempunyai uang, ia membeli obat-obat narkotik. Obat-obat ini menolong dia melupakan sedikit akan hidupnya yang malang itu, tetapi setiap malam terjadilah lagi kejadian yang amat memalukan dia. Kejadian serupa yang Mary alami dirumah, dan yang mengakibatkan dia lari dari rumah, malah terjadi di sini setiap malam.

Sesudah 6 bulan hidup di jalan, Mary ditangkap polisi, dan ditaruh disuatu asrama untuk anak-anak pelarian yang jahat. Mary tidak mau bilang kepada polisi nama dan alamat rumahnya, karena takut dikembalikan kerumah. Mungkin di tempat ini dia terlindung, pikirnya. Tetapi pada malam hari penjaga asrama sendiri datang ke kamar dia, dan memperkosa dia. Siapa lagi yang dapat menolong dia? Siapa akan percaya kalau dia mengadu? Ibunya sendiri tidak mau percaya, apa lagi orang lain. Tidak lama lagi anak-anak laki-laki yang agak besar di asrama itu mulai memperkosa dia juga. Mary sekarang kehilangan harapan sama sekali, bahwa ia akan dikasihi dan dilindungi lagi oleh seseorang. Dia tahu bahwa sekarang orang-orang lain berpikir bahwa ia adalah “barang rusak.” Tidak satupun orang akan mengasihi dia.

Mary kemudain terkena penyakit AIDS. Tidak ada satu orangpun yang bisa menolong dan mengurus dia. Ia berpikir:”baiklah aku mati, tidak ada seorangpun yang mengasihi aku.” Kematian akan membebaskan dia dari hidup perkosaan yang makin hari makin menjadi payah.

Littlre snake pin