Sabtu, 23 Juni 2012

KONSELING REHABILITASI (DISKUSI SEKSUALITAS DENGAN KLIEN)



A.    Konsep
Masalah seksualitas menjadi perhatian penting bagi penyandang cacat. Seks merupakan ekspresi dari dorongan seks melalui tindakan seks dalam kontes identitas orang tersebut, termasuk kelelakian dan keperempuanan individu yang dipengaruhi dengan belajar budaya masa lalu, citra diri, dan harapan orang lain. Seksualitas merupakan hal yang sangat penting dari rehabilitasi karena hubungannya dengan harga diri dan citra diri serta kesejahteraan penyandang cacat. Taleporos dan
McCabe me
nyatakan bahwa harga diri seksual, body esteem, dan kepuasan seksual
menjadi
prediktor kuat terhadap harga diri dan depresi di antara orang dengan cacat fisik dan lebih kuat di antara orang-orang cacat daripada di antara orang tanpa cacat.
Pengetahuan pendidikan seksualitas, sikap penyandang cacat terhadap seksualitas dan kenyamanan mempengaruhi kesediaan konselor rehabilitasi untuk membahas seksualitas dengan klien,dengan pengetahuan seksualitas dan kenyamanan yang diberikan oleh konselor mendorong pada kemauan klien untuk membahas masalah seksualitas.
Berdasarkan hasil penelitian Maria Helena Juergens, berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan pengaturan seksual, pendidikan seksualitas mempunyai dua efek terhadap kemauan klien dalam membahas masalah seksualitasnya, yaitu:
1.      Efek Langsung
Pendidikan tentang seksualitas memiliki efek langsung terhadap kemauan klien untuk membahas masalah seksualitas. Hubungan antara kenyamanan dan seksualitas  erat kaitannya dengan kemampuan konselor rehabilitasi untuk membantu klien dengan masalah seksual (Levenson-Gingiss & Hamilton, 1989).
Banyak studi menemukan hubungan positif antara kenyamanan dan kesediaan untuk membahas seksualitas (misalnya, Berman,1996;  Graham & Smith, 1984;  Hays,  2002;  Roche, 1998).
Marlys (1988) menemukan bahwa beberapa terapis tidak terlibat dalam konseling seksual, karena merasa pengetahuan yang tidak memadai tentang seksualitas dan kurangnya persiapan menghadapi  situasi tersebut.
Berman (1996) berpendapat bahwa pengetahuan tentang kenyamanan dengan seksualitas merupakan komponen integral dari kemampuan konselor dalam membantu  mengatasi  masalah seksual klien.
2.     Efek tidak langsung.
Pendidikan seksualitas juga  memiliki efek tidak langsung terhadap keinginan untuk membahas seksualitas. Berman (1996) mengatakan bahwa dengan adanya pengetahuan tentang pendidikan seksualitas yang dimiliki oleh konselor mendorong kesediaan klien untuk membahas seksualitas.
Menurut Roche, pendidikan seksual memiliki efek secara langsung bagi konselor dalam membantu menghadapi klien dengan masalah seksualitas. Sehingga konselor harus menunjukkan kenyamanan dan kesediaan untuk merespon isu-isu seksual.

B.    Implikasi Bagi Konseling Rehabilitasi
Seksualitas dalam fisik dan kesejahteraan emosi bagi penyandang sangat penting sehingga konselor rehabilitasi harus dipersiapkan secara professional untuk membantu menangani masalah seksual. Diskusi tentang seksualitas dengan klien dapat berjalan secara efektif jika dalam wawancara dilakukan oleh seorang professional yang dilakukan ditempat yang khusus dan tertutup. Wawancara bisa dilakukan dengan mencari informasi umum misal keadaan masyarakat tempat tinggal dan sejarah keluarga, informasi tersebut mencakup informasi mengenai harapan seksual individu, tingkat pengetahuan seksual dan pentingnya masalah seksual dalam kehidupan klien. Setelah mengetahui jenis dan sifat masalah seksual, ada beberapa hal yang harus diberikan kepada klien yaitu        :
a.      Memberikan informasi tentang ekspresi seksual yang diterima secara sosial,
b.     Memberikan informasi pendidikan tentang seksual dan anatomi
c.      Memberikan pendidikan tentang kecacatan atau penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi seksual individu
d.     Mendidik individu penyandang cacat dan pasangannya atau anggota keluarga mengenai efek pengobatan, perawatan, operasi, dan penuaan terhadap seksualitas individu,
e.      Mendorong harapan seks baru
f.      Membantu individu mengembangkan pribadinya mengenai definisi seksualitas dan mengeksplorasi praktek seksualitas yang  bau serta membahas metode alternatif ekspresi seksual dan kepedulian
g.     Menyediakan sumber daya untuk dieksplorasi lebih lanjut

Beberapa penulis (misalnya, Boyle, 1993; DiGiulio, 2003; Thomas et al, 1980.) Telah menyarankan bahwa pekerja social untuk penyandang cacat harus menggunakan model PLISSIT (Permission, Limited information, Spesific Suggestions, Intensive Therapy) yang dikembangkan oleh Annon (1976) sebagai alat untuk mengatasi masalah seksualitas klien. Konselor rehabilitasi harus bekerjasama dengan instansi terkait yang menangani masalah seksualitas. Tidak semua konselor rehabilitasi nyaman dan mampu membahas seksualitas dengan klien secara tuntas yang sesuai dengan kebutuhan klien. Oleh karena itu, setidaknya dalam tim rehabilitasi memiliki paling tidak satu konselor rehabilitasi yang paham mengenai masalah seksualitas. Selain itu dalam pendidikan rehabilitasi sosial harus memiliki program pendidikan seksualitas untuk klien sehingga mampu meningkatkan kesediaan klien untuk berdiskusi tentang seksualitas secara nyaman, mampu meningkatkan pengetahuan tentang seksualitas dan sikap positif terhadap seksualitas.

Sumber: Juergens,Maria Helena,dkk.2009. Willingness of Graduate Students in Rehabilitation Counseling to Discuss Sexuality With Clients. Madlson: Edgewood College: jurnal

Littlre snake pin