Jumat, 22 Juni 2012

ETIKA KONSELING DALAM KINERJA SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Etika konseling berarti suatu aturan yang harus dilakukan seorang konselor dan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang konselor. Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu konselor harus bertanggung jawab untuk memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling. Konselor tidak boleh melakukan konseling ketika energi, atensi, dan motivasinya dibuyarkan oleh jadwal yang terlalu padat, masalah-masalah pribadi, dll.. Itu pertanggungjawaban kita sebagai seorang konselor. Jika kita sedang letih, bosan, atau sedang sibuk mengerjakan sesuatu, kita sulit memberikan perhatian kepada seseorang, kecuali jika mendesak atau orang yang akan konseling tiba-tiba sudah datang.
Hubungan konselor dan klien adalah hubungan yang menyembuhkan. Sekalipun profesional, kita tidak boleh menghilangkan relasi personal, misalnya berelasi sebagai teman. Konselor sebaiknya berhati-hati juga ketika menyikapi hubungan pribadi dengan klien. Kedekatan yang berlebihan dengan klien sering menjadikan dia sangat bergantung kepada kita. Oleh sebab itu, kita harus bisa menjaga jarak. Kita harus mengetahui tanda-tanda klien mulai bergantung kepada kita. Jika itu sudah terjadi, kita bisa tidak objektif lagi. Kita akan kesulitan dalam melihat masalah klien dan merefleksikan perasaannya ketika relasi tersebut sudah menjadi terlalu personal. Jadi, relasi yang dibangun di antara konselor dan klien haruslah bersifat terapeutik.
Dalam rehabilitasi sosial juga terdapat proses konseling. Sama halnya dengan proses konseling pada umumnya, dalam konseling rehabilitasi terdapat beberapa etika yang harus dilakukan oleh konselor atau pekerja sosial dalam melaksanakan konseling rehabilitasi. Ada beberapa etika tanggung jawab yang harus dilakukan konselor atau pekerja sosial agar proses konseling dapat berjalan dengan baik.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang etika tanggung jawab konselor atau pekerja sosial dalam melaksanakan konseling rehabilitasi.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Apakah yang menjadi dasar etika konseling?
  2. Apakah yang dimaksud dengan etika dalam konseling?
  3. Bagaimana etika tanggung jawab pekerja sosial kepada klien dalam konseling rehabilitasi?
  4. Bagaimana etika tanggung jawab pekerja sosial kepada kolega dalam konseling rehabilitasi?
  5. Bagaimana etika tanggung jawab pekerja sosial ketika praktik konseling rehabilitasi?
  6. Bagaimana etika tanggung jawab sebagai profesi?
  7. Bagaimana etika tamggung jawab atas profesi pekerjaan sosial?
  8. Bagaimana etika tanggung jawab atas masyarakat luas?

C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Mengetahui yang menjadi dasar dari etika konseling.
  2. Mengetahui yang dimaksud dengan etika dalam konseling.
  3. Mengetahui etika tanggung jawab pekerja sosial kepada klien dalam konseling rehabilitasi.
  4. Mengetahui etika tanggung jawab pekerja sosial kepada kolega dalam konseling rehabilitasi.
  5. Mengetahui etika tanggung jawab pekerja sosial ketika praktik konseling rehabilitasi.
  6. Mengetahui etika tanggung jawab sebagai profesi.
  7. Mengetahui etika tanggung jawab atas pekerjaan sosial.
  8. Mengetahui etika tanggung jawab atas masyarakat luas.
 BAB II
PEMBAHASAN

A.      Dasar Etika Konseling
Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling. Munro, Manthei & Small (alih bahasa oleh Erman Amti, 1979:11) mengemukakan bahwa ada tiga dasar etika konseling yaitu kerahasiaan, keterbukaan dan pengambilan keputusan oleh klien sendiri.  Mengenai asas kerahasiaan menekankan bahwa segenap rahasia pribadi klien menjadi tanggung jawab konselor untuk merahasiakannya dari siapapun juga. Keyakinan klien bahwa adanya perlindungan terhadap kerahasiaan diri dan segala hal yang diungkapkan menjadi jaminan untuk suksesnya layanan konseling perorangan.
Kesukarelaan klien menjalani proses konseling perorangan merupakan hasil dari terjaminnya kerahasiaan klien. Kesukarelaan klien dalam konseling harus terus dipupuk dan dikuatkan. Pada akhirnya, konselor harus membiarkan klien memutuskan sendiri hal-hal yang menjadi keputusannya. Asas keputusan diambil oleh klien sendiri menunjang kemandirian klien.

B.       Etika dalam Konseling
Konseling merupakan proses bantuan yang sifatnya profesional. Setiap pekerjaan yang sifatnya profesional tentu memiliki seperangkat aturan atau pedoman yang mengatur arah dan gerak dari pekerjaan profesi tersebut. Hal ini sering disebut etika. Konselor sebagai pelaksana dari pekerjaan konseling juga terikat dengan etika.
Etika merupakan standard tingkah laku seseorang, atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai yang disepakati. Ada beberapa aspek dalam membahas etika konseling antara lain :
  1. Aspek Kompetensi Konselor
Kompetensi konselor merujik kepada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai, penampilan pribadi yang sifatnya membantu, dan unjuk kerja professional yang akuntabel. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Dalam hal ini, konselor berperan untuk mengajar kompetensi-kompetensi tersebut kepada klien.
Konselor yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut:
  1. Secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan; menghadiri acara-acara seminar dan diskusi tentang berbagai hal yang terkait dengan profesinya.
  2. Menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya. Upaya itu ditempuhnya dengan cara menerima resiko, tanggung jawab, dan tantangan-tantangan yang dapat menimbulkan rasa cemas. Kemudian dia menggunakan rasa cemas itu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya.
  3. Mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling. Mereka senantiasa mencari cara-cara yang paling tepat atau berguna untuk membantu klien.
  4. Mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebih produktif.
  5. Melakukan kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses konseling.
Untuk di Indonesia kompetensi konselor telah ditetapkan dengan adanya Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI), yang memuat tujuh kompetensi, yaitu:
  1. Penguasaan konsep dan praksis pendidikan
  2. Kesadaran dan komitmen etika professional
  3. Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu
  4. Penguasaan konsep dan praksis assesmen
  5. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling
  6. Pengelolaan program bimbingan dan konseling
  7. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling
  8. Aspek Kesukarelaan
Kesukarelaan klien untuk menjalani proses pelayanan konseling bersama Konselor menjadi buah dari terjaminnya kerahasiaan pribadi klien. Dengan demikian kerahasiaan-kesukarelaan menjadi unsur dwi-tunggal yang mengantarkan klien ke arena proses pelayanan konseling. Asas kerahasiaan-kesukarelaan akan menghasilkan keterbukaan klien. Klien self-referral pada awalnya dalam kondisi sukarela untuk bertemu dengan Konselor. Kesukarelaan awal ini harus dipupuk dan dikuatkan. Apabila penguatan kesukarelaan awal ini gagal dilaksanakan maka keterbukaan tidak akan terjadi dan kelangsungan proses layanan terancam kegagalan. Menghadapi klien yang non-self-referral tugas Konselor menjadi lebih berat, khususnya dalam mengembangkan kesukarelaan dan keterbukaan klien. Dalam hal ini, seberat apapun pengembangan kesukarelaan dan keterbukaan itu harus dilakukan konselor.
  1. Aspek Kerahasiaan
Aspek kerahasiaan berkaitan dengan apakah hal-hal yang dibicarakan dalam konseling itu bersifat rahasia atau tidak. Kerahasiaan dalam proses konseling terkadang overlap dengan kata privacy. Privacy mempunyai sifat sesuatu yang pribadi dan tidak perlu diketahui atau diikemukakan kepada orang lain. Kerahasiaan adalah hal yang sangat penting dalam konseling. Tanpa jaminan kerahasiaan, konseling tidak dapat dimulai dan kalaupun sudah berlangsung, tidak akan berlanjut terus. Batas kerahasiaan hanyalah bila ada nyawa yang terancam hidupnya (nya konseli atau orang lain). Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah:
  1. Privacy adalah hak seorang konseli untuk dibiarkan (to be left alone) dan menentukan sendiri kapan, dimana dan seberapa banyak ia membuka diri kepada konselornya.
  2. Confidentiality adalah kualitas dan kuantitas hal yang dibukakan kepada konselor dengan janji terucapkan atau tidak dan harapan bahwa hal itu tidak diberitakan kepada orang lain kecuali sesuai dengan tujuannya.
  3. Privilege adalah perlindungan secara hukum untuk tidak melanggar janji dalam kasus pengadilan.
  4. Aspek Keputusan Oleh Klien Sendiri
Membuat keputusan tertentu penting artinya bagi klien. Oleh karena itu klien harus membuat keputusan yang lebih tepat untuk dirinya dan masa depannya. Inilah aspek yang secara langsung menunjang kemandirian klien. Berkat rangsangan dan dorongan Konselor agar klien berfikir, menganalisis, menilai, dan menyimpulkan sendiri; mempersepsi, merasakan dan bersikap sendiri atas apa yang ada pada diri sendiri dan lingkungannya; akhirnya klien mampu mengambil keputusan sendiri berikut menanggung resiko yang mungkin ada sebagai akibat keputusan tersebut. Dalam hal ini Konselor tidak memberikan syarat apapun untuk diambilnya keputusan oleh klien; tidak mendesak-desak atau mengarahkan sesuatu; begitu juga tidak memberikan semacam persetujuan ataupun konfirmasi atas sesuatu yang dikehendaki klien, meskipun klien memintanya. Konselor dengan tegas “membiarkan” klien tegak dengan sendirinya menghadapi tantangan yang ada. Dalam hal ini bantuan yang tidak putus-putusnya diupayakan Konselor adalah memberikan semangat dan meneguhkan hasrat, memperkaya informasi, wawasan dan persepsi, memperkuat analisis atas antagonisme ataupun kontradiksi yang terjadi.
  1. Aspek Sosial Budaya
Dalam hubungan konseling, konselor dituntut sadar akan aspek-aspek sosial dan budaya dan nilai-nilai pihak klien, klien mungkin memiliki pengalaman-pengalaman sosial dan budaya yang sangat berlainan dengan konselor. Dengan kata lain konselor hendaknya mempelajari karakteristik budaya nilai-nilai dan kebiasaan klien mereka. Hal ini sangat penting oleh karena dapat dinyatakan bahwa layanan konseling tanpa pemahaman budaya dan nilai-nilai ditempat konselor bekerja maka konselor belum memenuhi apa yang disebut etika profesi konselor.
C.      Etika Tanggung Jawab Pekerja Sosial kepada Klien
  1. Komitmen terhadap Klien
Tanggung jawab utama pekerja sosial adalah untuk membantu kesejahteraan klien. Secara umum, kepentingan klien adalah yang utama. Namun, tanggung jawab pekerja sosial untuk masyarakat yang lebih luas atau kewajiban hukum tertentu mungkin pada kesempatan tertentu juga dipentingkan dan harus begitu disarankan. (Contohnya termasuk ketika seorang pekerja sosial diwajibkan oleh hukum untuk melaporkan bahwa klien telah menyalahgunakan anak atau mengancam untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain).
  1. Penentuan Nasib Sendiri (Pengambilan Keputusan Sendiri)
Para pekerja sosial menghormati hak klien untuk penentuan nasib sendiri dan membantu klien dalam upaya mereka untuk mengidentifikasi dan menjelaskan tujuan mereka. Para pekerja sosial dapat membatasi hak untuk penentuan nasib sendiri ketika tindakan klien menimbulkan risiko serius yang akan terjadi pada diri mereka sendiri atau orang lain.
  1. Informed Consent (Kontrak Persetujuan)
    1. Para pekerja sosial harus memberikan layanan kepada klien hanya dalam konteks hubungan profesional yang sesuai dengan informed consent yang valid. Para pekerja sosial harus menggunakan bahasa yang jelas dan dapat dimengerti untuk menginformasikan klien tentang tujuan dari layanan, risiko yang terkait dengan layanan, hak klien untuk menolak atau menarik persetujuannya , dan kerangka waktu yang tercakup dalam persetujuan. Para pekerja sosial harus menyediakan klien dengan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
    2. Dalam kasus ketika klien tidak bisa melihat atau mengalami kesulitan memahami bahasa utama yang digunakan dalam konseling, pekerja sosial harus mengambil langkah untuk memastikan pemahaman klien. Mungkin termasuk menyediakan klien dengan penjelasan lisan rinci atau mengatur juru bahasa atau penerjemah yang memenuhi syarat bila memungkinkan.
    3. Dalam kasus ketika klien tidak memiliki kapasitas untuk memberikan informed consent, pekerja sosial harus melindungi kepentingan dengan mencari izin dari pihak ketiga yang sesuai. Dalam hal ini pekerja sosial harus berusaha untuk memastikan bahwa pihak ketiga bertindak dengan cara yang sesuai dengan keinginan klien dan kepentingannya.
    4. Dalam contoh ketika klien menerima layanan tanpa sadar, pekerja sosial harus memberikan informasi tentang sifat dan tingkat layanan dan tentang luasnya hak klien untuk menolak layanan.
    5. Para pekerja sosial yang memberikan layanan melalui media elektronik (seperti komputer, telepon, radio, dan televisi) harus memberitahukan penerima keterbatasan dan risiko yang terkait dengan layanan tersebut.
    6. Para pekerja sosial harus memperoleh persetujuan klien sebelum merekam audio atau rekaman video klien atau mengizinkan orang lain untuk mengamatai layanan kepada klien.
  2. Kompetensi
Para pekerja sosial harus memberikan layanan sebagai pribadi yang kompeten dalam pendidikan, misalnya pelatihan, lisensi, sertifikasi, konsultasi, pengalaman pengawasan, atau pengalaman profesional relevan lainnya.
  1. Kompetensi Budaya dan Keragaman Sosial
    1. Para pekerja sosial harus memahami budaya dan fungsinya dalam perilaku manusia dan masyarakat, dengan memahami unsur-unsur yang ada dalam semua kebudayaan.
    2. Para pekerja sosial harus memiliki dasar pengetahuan budaya klien dan mampu menunjukkan kompetensi dalam penyediaan layanan yang sensitif terhadap budaya klien.
    3. Para pekerja sosial harus memperoleh pendidikan dan berusaha untuk memahami sifat keragaman sosial dan perbedaan ras, etnis, kebangsaan, warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender, usia, status perkawinan, keyakinan politik, agama, status imigrasi, dan cacat mental atau fisik.
  2. Konflik Kepentingan
    1. Pekerja sosial harus waspada dan menghindari konflik kepentingan yang mengganggu pelaksanaan kebijaksanaan profesional. Para pekerja sosial harus memberitahu klien ketika konflik nyata atau kepentingan yang potensial muncul dan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang dapat melindungi kepentingan klien semaksimal mungkin.
    2. Para pekerja sosial seharusnya tidak mengambil keuntungan dari hubungan profesional atau mengeksploitasi pihak lain untuk kepentingan pribadi mereka, agama, kepentingan politik, atau bisnis.
    3. Para pekerja sosial seharusnya tidak terlibat dalam hubungan ganda dengan klien atau mantan klien di mana ada resiko eksploitasi atau potensi bahaya terhadap klien. Contoh ketika hubungan ganda yang tidak dapat dihindari, pekerja sosial harus mengambil langkah untuk melindungi klien dan bertanggung jawab untuk menetapkan batas yang jelas dan tepat.
  3. Privasi dan Kerahasiaan
    1. Para pekerja sosial harus menghormati privasi klien. Para pekerja sosial seharusnya tidak meminta informasi pribadi dari klien kecuali sangat penting untuk pemberian layanan atau melakukan evaluasi pekerjaan sosial. Dalam hal ini pekerja sosial berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
    2. Para pekerja sosial harus melindungi kerahasiaan klien selama proses hukum sampai batas yang diijinkan oleh hukum. Ketika pengadilan atau hukum berwenang meminta pekerja sosial untuk mengungkapkan informasi rahasia atau hak istimewa tanpa persetujuan klien dan pengungkapan tersebut maka dapat menyebabkan kerugian bagi klien, pekerja sosial harus meminta pengadilan menarik atau membatasi kesaksian secara sempit dan tidak tersedia untuk inspeksi publik.
    3. Para pekerja sosial harus melindungi kerahasiaan klien ketika menanggapi permintaan dari media.
    4. Para pekerja sosial harus melindungi kerahasiaan catatan klien tertulis dan elektronik dan informasi sensitif lainnya. Para pekerja sosial harus memastikan bahwa klien data / catatan disimpan di tempat yang aman dan bahwa catatan klien tidak tersedia untuk orang lain yang tidak memiliki izin untuk melihat.
  4. Hubungan Seksual dan Kontak Fisik
    1. Para pekerja sosial seharusnya tidak melakukan aktivitas seksual atau kontak seksual dengan kerabat klien atau individu lain yang dekat dengan klien, atau bahkan dengan klien sendiri, karena akan menimbulkan bahaya bagi klien
    2. Para pekerja sosial seharusnya tidak memberikan layanan klinis untuk orang yang pernah memiliki hubungan khusus sebelumnya. Hal ini  memiliki potensi untuk menjadi sulit bagi pekerja sosial dan individu untuk mempertahankan batas-batas profesional yang sesuai.
    3. Para pekerja sosial seharusnya tidak terlibat dalam kontak fisik dengan klien (seperti memeluk atau membelai klien). Para pekerja sosial yang terlibat dalam kontak fisik yang sesuai dengan klien bertanggung jawab untuk menetapkan batas yang jelas, tepat, dan peka budaya yang mengatur kontak fisik seperti itu.
  5. Pelecehan Seksual
Para pekerja sosial seharusnya tidak melakukan pelecehan seksual terhadap klien. Pelecehan seksual meliputi ajakan seksual, permintaan untuk melayani seks, dan perilaku verbal atau fisik lainnya yang bersifat seksual.
  1. Menghina Bahasa
Para pekerja sosial tidak harus menggunakan bahasa yang merendahkan dalam komunikasi mereka. Para pekerja sosial harus menggunakan bahasa yang tepat dan menghormati dalam semua komunikasi kepada klien.
  1. Pembayaran Jasa
Saat menetapkan biaya, pekerja sosial harus memastikan bahwa biaya yang adil, wajar, dan sepadan dengan jasa yang dilakukan. Pertimbangan harus diberikan dengan kemampuan klien untuk membayar. Para pekerja sosial harus menghindari menerima barang atau jasa dari klien sebagai pembayaran untuk jasa profesional.
Para pekerja sosial seharusnya tidak meminta biaya pribadi atau remunerasi lainnya untuk memberikan pelayanan kepada klien yang berhak mendapatkan layanan yang tersedia tersebut melalui lembaga / rehabilitasi sosial.
  1. Gangguan Layanan
Para pekerja sosial harus melakukan upaya untuk menjamin kelangsungan pelayanan dalam hal layanan yang terganggu oleh faktor-faktor seperti tidak tersedianya lokasi, penyakit, cacat, dll.
  1. Pemutusan Layanan
    1. Para pekerja sosial harus menghentikan layanan kepada klien dan hubungan profesional dengan mereka ketika layanan tersebut tidak lagi diperlukan.
    2. Para pekerja sosial harus menghindari meninggalkan klien yang masih membutuhkan jasa.

D.      Etika Tanggung Jawab Pekerja Sosial kepada Kolega 
1.   Menghormati
a. Para pekerja sosial harus memperlakukan kolega dengan hormat dan harus mewakili secara akurat dan mempunyai kecakapan, pandangan, dan menghormati kewajiban sesama rekan pekerja sosial dengan baik.
b. Para pekerja sosial harus menghindari kritik negatif yang tidak beralasan dari rekan dalam komunikasi dengan klien atau dengan profesional lainnya. Kritik negatif yang tidak beralasan mungkin termasuk merendahkan komentar yang merujuk ke 'tingkat kemampuan atau atribut klien seperti ras, etnis, asal negara, warna, jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender atau ekspresi, usia, status perkawinan, keyakinan politik, agama , status imigrasi, dan cacat mental atau fisik.
c. Para pekerja sosial harus bekerja sama dengan rekan pekerja sosial lainnya dan dengan rekan-rekan profesi lain ketika bekerja sama dalam melayani kesejahteraan klien.
2.   Kerahasiaan
Para pekerja sosial harus menghormati informasi rahasia dari rekan-rekan selama melakukan hubungan dan transaksi profesional. Para pekerja sosial harus memastikan bahwa rekan-rekan memahami kewajiban pekerja sosial, yaitu untuk menghormati kerahasiaan dan setiap pengecualian yang berkaitan dengannya.
3.   Kolaborasi Interdisipliner
a. Para pekerja sosial yang tergabung dalam tim interdisipliner harus berpartisipasi dan berkontribusi terhadap keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan klien dengan menggambar pada perspektif, nilai, dan pengalaman profesi pekerjaan sosial. Kewajiban profesional dan etika dari tim interdisipliner secara keseluruhan dan kewajiban masing-masing anggota harus secara jelas.
b. Para pekerja sosial yang membuat keputusan atas nama tim harus berusaha untuk menyelesaikan perselisihan melalui jalur yang tepat. Jika perselisihan tidak dapat diselesaikan, pekerja sosial harus mencari cara lain untuk mengatasi masalah mereka sejalan dengan kesejahteraan klien.
4.   Sengketa Melibatkan Kolega
a. Para pekerja sosial seharusnya tidak mengambil keuntungan dari perselisihan antara seorang rekan dan pekerja lain untuk mendapatkan posisi atau memajukan kepentingan para pekerja sosial.
b. Para pekerja sosial seharusnya tidak mengeksploitasi klien dalam perselisihan dengan rekan atau klien terlibat dalam setiap konflik yang muncul dalam diskusi antara pekerja sosial dan rekan mereka.
5.   Konsultasi
a. Para pekerja sosial harus mencari saran dan menasihati kolega bila konsultasi tersebut demi kepentingan terbaik klien.
b. Para pekerja sosial mencari informasi tentang bidang keahlian kolega dan bidang kompetensi kolega. Para pekerja sosial harus melakukan konsultasi hanya dengan rekan-rekan yang telah menunjukkan pengetahuan, keahlian, dan kompetensi yang berhubungan dengan ilmu konsultasi.
c. Ketika konsultasi dengan rekan-rekan tentang klien, pekerja sosial harus mempunyai sejumlah informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan konsultasi.
6.   Rujukan Pelayanan
a. Para pekerja sosial harus merujuk klien kepada profesional lain ketika pengetahuan khusus para profesional lain atau keahlian diperlukan untuk melayani klien sepenuhnya atau ketika pekerja sosial percaya bahwa mereka tidak melakukan hubungan yang efektif atau membuat kemajuan yang wajar dengan klien dan bahwa layanan tambahan diperlukan.
b. Pekerja Sosial yang merujuk klien kepada profesional lain harus mengambil langkah yang tepat untuk memfasilitasi transfer tertib pertanggungjawaban. Para pekerja sosial yang merujuk klien kepada profesional lain harus mengungkapkan semua informasi penting berkaitan dengan penyedia layanan baru dengan persetujuan klien.
c. Pekerja Sosial dilarang memberi atau menerima pembayaran untuk para referral bila tidak ada layanan profesional yang diberikan oleh para referral tersebut.
7.    Hubungan Seksual
a. Para pekerja sosial yang berfungsi sebagai pengawas atau pendidik tidak boleh melakukan aktivitas seksual atau kontak dengan para pengawas, mahasiswa, peserta pelatihan, atau rekan lainnya selama yang mereka melaksanakan kewenangan profesional.
b. Para pekerja sosial harus menghindari melakukan hubungan seksual dengan rekan-rekan bila mulai muncul rasa ketertarikan. Para pekerja sosial yang terlibat, atau berencana untuk ikut terlibat, dalam melakukan hubungan seksual dengan seorang rekan memiliki tugas untuk mentransfer tanggung jawab profesional, bila perlu, untuk menghindari konflik ketertarikan.
8.    Pelecehan Seksual
Para pekerja sosial seharusnya tidak melakukan pelecehan seksual terhadap para pengawas, mahasiswa, peserta pelatihan, atau kolega. Pelecehan seksual meliputi nasihat-nasihat seksual, ajakan seksual, permintaan untuk melayani seks, dan perilaku verbal atau fisik lainnya yang bersifat seksual.
9.    Penurunan Kerja Kolega
a. Pekerja Sosial yang memiliki pengetahuan langsung tentang penurunan kerja sosial yang dilakukannya yang disebabkan oleh masalah pribadi, gangguan psikososial, penyalahgunaan zat, atau masalah-masalah kesehatan mental dan yang mengganggu dengan efektivitas praktek harus berkonsultasi dengan kolega lain yang dapat membantu rekan tersebut dalam mengambil tindakan perbaikan.
b. Pekerja sosial yang percaya bahwa terdapat penurunan kerja sosial yang mengganggu efektivitas praktek dan bahwa rekan belum mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengatasi penurunan nilai tersebut harus mengambil tindakan yang tepat sesuai ketetapan rekan kerja lain, agensi, NASW, badan perizinan dan regulasi, dan organisasi profesional lain.
10.  Ketidakcakapan dari Kolega
a. Pekerja Sosial yang memiliki pengetahuan langsung tentang ketidakmampuan seorang rekan pekerja sosial harus berkonsultasi dengan kolega jika memungkinkan dan membantu kolega dalam mengambil tindakan perbaikan.
b. Pekerja Sosial yang percaya bahwa seorang rekan kerja sosial tidak kompeten dan belum mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengatasi ketidakmampuan harus mengambil tindakan yang tepat sesuai ketetapan rekan kerja lain, agensi, NASW, badan perizinan dan regulasi, dan organisasi profesional lainnya.
11.  Perilaku Tidak Etis dari Kolega
a. Para pekerja sosial harus mengambil tindakan yang memadai untuk menghindari, mencegah, mengekspos, dan memperbaiki perilaku tidak etis dari kolega.
b. Para pekerja sosial harus memiliki pengetahuan tentang kebijakan dan prosedur untuk menangani kekhawatiran tentang perilaku kolega yang tidak etis. Para pekerja sosial harus akrab dengan prosedur nasional, negara bagian, dan lokal untuk menangani keluhan etika. Ini termasuk kebijakan dan prosedur yang diciptakan oleh NASW, badan perizinan dan peraturan, pekerja lain, lembaga, dan organisasi profesional lainnya.
c. Pekerja sosial yang percaya bahwa kolega telah bertindak tidak etis harus mencari resolusi dengan membahas keprihatinan mereka dengan kolega ketika diskusi tersebut layak dan ketika memungkinkan untuk menjadi produktif.
d. Bila perlu, pekerja sosial yang percaya bahwa kolega telah bertindak tidak etis harus mengambil tindakan melalui jalur formal yang sesuai (seperti menghubungi dewan negara perizinan atau badan pengawas, komite penyelidik NASW, atau komite etika profesional lainnya).
e. Para pekerja sosial harus membela dan membantu rekan-rekan yang tidak adil dituduh melakukan tindakan tidak etis.

E.   Etika Tanggung Jawab Pekerja Sosial ketika Praktik
1.    Pengawasan dan Konsultasi
a. Para pekerja sosial yang memberikan pengawasan atau konsultasi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengawasi atau berkonsultasi dengan tepat dan harus melakukannya sesuai dengan pengetahuan dan kompetensi yang mereka miliki.
b. Pekerja sosial yang memberikan pengawasan atau konsultasi bertanggung jawab untuk menetapkan batas yang jelas, tepat, dan batas sensitis anatarbudaya.
c. Para pekerja sosial seharusnya tidak terlibat dalam hubungan ganda atau lebih dengan para pengawas karena ada resiko eksploitasi atau potensi bahaya lain dengan para pengawas tersebut.
d. Pekerja Sosial yang menyediakan pengawasan harus mengevaluasi kinerja para pengawas dengan cara yang adil dan penuh rasa hormat.
2.    Pendidikan dan Pelatihan
a. Para pekerja sosial yang berfungsi sebagai pendidik, instruktur lapangan bagi siswa, atau pelatih harus menyediakan instruksi sesuai dengan pengetahuan dan kompetensi yang mereka miliki dan harus memberikan instruksi berdasarkan informasi terbaru dan pengetahuan yang berkaitan dengan profesinya.
b. Para pekerja sosial yang berfungsi sebagai pendidik atau instruktur lapangan bagi siswa harus mengevaluasi kinerja siswa dengan cara yang adil dan penuh rasa hormat.
c. Para pekerja sosial yang berfungsi sebagai pendidik atau instruktur lapangan bagi siswa harus mengambil langkah yang wajar untuk memastikan bahwa klien secara rutin menerima informasi pada saat layanan diberikan kepada siswa.
d. Para pekerja sosial yang berfungsi sebagai pendidik atau instruktur lapangan bagi siswa tidak boleh terlibat dalam hubungan ganda atau lebih  dengan siswa karena ada resiko eksploitasi atau potensi bahaya lain dengan siswa. Pekerjaan sosial yang juga berprofesi sebagai pendidik dan instruktur lapangan bertanggung jawab untuk menetapkan batas yang jelas, tepat, dan batas sensitif antarbudaya.
3.    Evaluasi Kinerja
Para pekerja sosial yang memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja orang lain harus memenuhi tanggung jawab tersebut dengan cara yang adil dan penuh pertimbangan dan berdasarkan kriteria yang jelas disebutkan.
4.    Rekaman/Catatan Klien
a. Para pekerja sosial harus memastikan bahwa rekaman/catatan dokumentasi itu akurat dan mencerminkan layanan yang diberikan.
b. Para pekerja sosial harus mencakup dokumentasi yang cukup dan tepat waktu untuk memfasilitasi pemberian layanan dan untuk menjamin kelangsungan layanan yang diberikan kepada klien di masa depan.
c. Dokumentasi pekerja sosial harus melindungi privasi klien selama itu mungkin dilakukan dan sesuai serta harus mencakup informasi yang secara langsung relevan dengan pemberian layanan.
d. Para pekerja sosial harus menyimpan catatan setelah melakukan layanan terminasi untuk keperluan layanan selanjutnya. Rekaman harus dipelihara selama beberapa atau sejumlah tahun sesuai undang-undang negara atau aturan lain yang sesuai.
5.    Penagihan
Para pekerja sosial harus menetapkan dan memelihara praktek yang secara akurat mencerminkan sifat dan tingkat layanan yang diberikan dan yang mengidentifikasi praktik penyediaan layanan.
6.    Tranfer Klien
a. Ketika seorang individu yang menerima jasa dari instansi lain atau kontak rekan pekerja sosial untuk pelayanan, pekerja sosial harus hati-hati mempertimbangkan kebutuhan klien sebelum menyetujui untuk menyediakan layanan. Untuk meminimalkan kebingungan yang mungkin dan konflik, pekerja sosial harus mendiskusikan dengan klien status hubungan klien dengan penyedia layanan lain dan implikasinya, termasuk kemungkinan keuntungan atau risiko, untuk masuk ke dalam suatu hubungan dengan penyedia layanan baru.
b. Jika klien baru telah dilayani oleh instansi lain atau rekan kerja, pekerja sosial harus mendiskusikan dengan klien apakah konsultasi dengan penyedia layanan sebelumnya adalah kepentingan terbaik klien atau tidak.
7.    Administrasi
a. Administrator pekerjaan sosial harus mengadvokasi di dalam dan di luar lembaga mereka untuk sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan klien.
b. Para pekerja sosial harus mengadvokasi prosedur alokasi sumber daya yang terbuka dan adil. Ketika tidak semua kebutuhan klien dapat dipenuhi, suatu prosedur alokasi harus dikembangkan tetapi tidak diskriminatif dan berbasis pada prinsip-prinsip yang tepat dan diterapkan secara konsisten.
c. Pekerja sosial yang bertugas sebagai administrator harus mengambil langkah yang tepat untuk memastikan bahwa lembaga atau organisasi sumber daya yang tersedia cukup memadai untuk menyediakan pengawasan staf yang sesuai.
d. Administrator pekerjaan sosial harus mengambil langkah yang tepat untuk memastikan bahwa lingkungan kerja yang berada dalam tanggung jawab mereka mendorong kepatuhan pada Kode Etik NASW secara konsisten. Administrator pekerjaan sosial harus mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan kondisi dalam organisasi mereka yang melanggar, mengganggu, atau menyepelekan kode etik.
8.    Melanjutkan Pendidikan dan Pengembangan Staf
Badan administrator pekerjaan sosial dan supervisor harus mengambil langkah-langkah yang wajar untuk menyediakan atau mengatur kelanjutan pendidikan dan pengembangan staf untuk semua staf yang bertanggung jawab. Kelanjutan pengembangan pendidikan dan pengembangan staf harus dapat mengatasi keterbatasan pengetahuan saat ini dan perkembangan yang terkait dengan praktek kerja sosial dan pelaksanaan etika.
9.    Komitmen untuk Pengusaha
a. Para pekerja sosial umumnya harus mematuhi komitmen yang dibuat untuk para pekerja dan organisasi yang mempekerjakan.
b. Para pekerja sosial harus bekerja untuk memperbaiki kebijakan dan prosedur lembaga pekerja serta efisiensi dan efektivitas pelayanan mereka.
c. Para pekerja sosial harus mengambil langkah yang wajar untuk memastikan bahwa pekerja menyadari kewajiban etis pekerja sosial sebagaimana diatur dalam Kode Etik dan NASW serta implikasinya dalam kebijakan tersebut yang berkaitan dengan praktek pekerjaan sosial.
d. Para pekerja sosial seharusnya tidak membiarkan kebijakan organisasi, prosedur, peraturan, atau perintah administratif untuk mengganggu praktek etis mereka kerja sosial. Para pekerja sosial harus mengambil langkah yang wajar untuk memastikan bahwa praktek-praktek organisasi yang mempekerjakan mereka konsisten dengan Kode Etik NASW.
e. Para pekerja sosial harus bertindak untuk mencegah dan menghilangkan diskriminasi dalam tugas kerja oleh pemimpin organisasi dan dalam kebijakan ketenagakerjaan dan prakteknya.
f. Para pekerja sosial harus menerima pekerjaan atau mengatur penempatan siswa dalam organisasi yang melakukan praktek personil secara adil.
g. Para pekerja sosial harus rajin melayani sumber daya organisasi yang mempekerjakan mereka, menghemat dana konservasi secara bijaksana bila diperlukan dan tidak pernah menggelapkan dana atau menggunakan dana tersebut untuk tujuan yang tidak diharapkan.
10.  Manajemen Sengketa Pekerja
a. Para pekerja sosial dapat terlibat dalam tindakan terorganisir, termasuk pembentukan dan partisipasi dalam serikat buruh, untuk meningkatkan pelayanan kepada klien dan kondisi kerja.
b. Tindakan-tindakan pekerja sosial yang terlibat dalam perselisihan manajemen pekerja, job action, atau mogok kerja harus dipandu oleh nilai-nilai profesi, prinsip-prinsip etika, dan standar etika. Perbedaan pendapat tentang kewajiban utama mereka sebagai profesional selama melakukan pemogokan kerja atau job action memang terdapat diantara pekerja sosial. Para pekerja sosial harus hati-hati memeriksa masalah yang relevan dan kemungkinan dampaknya terhadap klien sebelum memutuskan suatu tindakan.

F.       Etika Tanggung Jawab sebagai Profesi
  1. Kompetensi
    1. Para pekerja sosial harus menerima tanggung jawab atau pekerjaan hanya berdasarkan kompetensi yang ada atau niat untuk memperoleh kompetensi yang diperlukan.
    2. Para pekerja sosial harus secara rutin meninjau literatur profesional dan berpartisipasi dalam melanjutkan pendidikan yang relevan dengan praktek kerja sosial dan etika pekerjaan sosial.
    3. Para pekerja sosial harus berlatih di basis pengetahuan yang diakui, termasuk pengetahuan yang berbasis empiris, yang relevan dengan pekerjaan sosial dan etika pekerjaan sosial.
  2. Diskriminasi
Para pekerja sosial seharusnya tidak dilatih, memfasilitasi, atau mencampurkan segala bentuk diskriminasi atas dasar ras, etnis, kebangsaan, warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender atau ekspresi, usia, status perkawinan, keyakinan politik, agama, imigrasi status, atau cacat mental atau fisik.
  1. Pribadi Perilaku
Para pekerja sosial seharusnya tidak mengizinkan perilaku pribadi mereka mengganggu kemampuan mereka untuk memenuhi tanggung jawab profesional mereka.
  1. Ketidakjujuran,dan Penipuan
Para pekerja sosial seharusnya tidak ikut terkait dengan hal seperti ketidakjujuran, penipuan atau tipu daya.
  1. Penurunan
    1. Para pekerja sosial seharusnya tidak membiarkan masalah pribadi mereka sendiri, gangguan psikososial, masalah hukum, penyalahgunaan zat, atau masalah kesehatan mental mengganggu pertimbangan profesional dan kinerja mereka karena adanya tanggung jawab profesional.
    2. Pekerja Sosial yang memiliki masalah pribadi, gangguan psikososial, masalah hukum, penyalahgunaan zat, atau masalah kesehatan mental mengganggu pertimbangan profesional dan kinerja, mereka harus segera mencari konsultan dan mengambil tindakan yang tepat dengan mencari bantuan profesional, membuat penyesuaian beban kerja, mengakhiri praktek, atau mengambil langkah-langkah lain yang diperlukan untuk melindungi klien dan lainnya.
      1. Keliru
        1. Para pekerja sosial harus menampilkan perbedaan yang jelas antara pernyataan dan tindakannya sebagai individu pribadi dan sebagai perwakilan dari profesi pekerjaan sosial, organisasi kerja profesional sosial, atau badan yang mempekerjakan pekerja sosial.
        2. Pekerja Sosial yang berbicara atas nama organisasi profesi pekerjaan sosial harus secara akurat mewakili posisi resmi dan organisasi resmi.
        3. Para pekerja sosial harus memastikan bahwa representasi mereka kepada klien, lembaga, dan masyarakat dari kualifikasi profesional, kepercayaan, pendidikan, kompetensi, afiliasi, layanan yang diberikan, atau hasil yang ingin dicapai adalah akurat.
          1. Cara perekrutan
          2. Para pekerja sosial seharusnya tidak terlibat dalam permohonan pekerjaan yang tidak semestinya, manipulasi, atau pemaksaan.
          3. Para pekerja sosial seharusnya tidak terlibat dalam permohonan dukungan testimonial (termasuk permohonan persetujuan untuk menggunakan pernyataan sebelum klien sebagai dukungan testimonial) dari klien saat ini atau dari orang lain.
 G.      Etika Tanggung Jawab atas Profesi Pekerjaan Sosial
  1. Integritas Profesi
  2. Para pekerja sosial harus bekerja ke arah pengembangan dengan standar praktek yang tinggi.
  3. Para pekerja sosial harus menegakkan dan memajukan nilai-nilai, etika, pengetahuan, dan misi profesi. Para pekerja sosial harus melindungi, dan meningkatkan integritas profesi melalui studi yang tepat dan penelitian, diskusi aktif.
  4. Para pekerja sosial harus memberikan kontribusi waktu dan keahlian profesional untuk kegiatan yang berkonstribusi terhadap nilai, integritas, dan kompetensi profesi pekerjaan sosial. Kegiatan ini bisa meliputi pengajaran, penelitian, konsultasi, layanan, kesaksian legislatif, presentasi di masyarakat, dan partisipasi dalam organisasi profesional mereka.
  5. Para pekerja sosial harus memberikan kontribusi untuk basis pengetahuan kerja sosial dan berbagi dengan rekan pengetahuan mereka terkait dengan praktek, penelitian, dan etika.
  6. Para pekerja sosial harus bertindak untuk mencegah praktek tidak sah dan wajar tanpa pengecualian dari pekerjaan sosial.
    1. Evaluasi dan Penelitian
    2. Para pekerja sosial harus memantau dan mengevaluasi kebijakan, pelaksanaan program, dan intervensi praktek.
    3. Para pekerja sosial harus melaksanakan dan memfasilitasi evaluasi dan penelitian untuk berkontribusi pada pengembangan pengetahuan.
    4. Para pekerja sosial kritis harus memeriksa dan terus mengikuti pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan sosial dan sepenuhnya menggunakan evaluasi dan bukti penelitian dalam praktek profesional mereka.
    5. Para pekerja sosial yang terlibat dalam evaluasi atau penelitian harus hati-hati mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin muncul dan harus mengikuti pedoman yang dikembangkan untuk melindungi peserta evaluasi dan penelitian.
    6. Para pekerja sosial yang terlibat dalam evaluasi atau penelitian harus mendapatkan persetujuan sukarela dan tertulis dari para peserta.
    7. Para pekerja sosial harus memberi hak kepada peserta untuk menarik diri dari evaluasi dan penelitian setiap saat tanpa harus menahannya.
    8. Para pekerja sosial harus mengambil langkah tepat untuk memastikan bahwa peserta dalam evaluasi dan penelitian memiliki akses ke layanan dukungan yang sesuai.
    9. Para pekerja sosial yang terlibat dalam evaluasi atau penelitian harus melindungi peserta dari tekanan secara fisik atau mental yang tidak beralasan, bahaya, atau kekurangan.
    10. Para pekerja sosial yang terlibat dalam evaluasi pelayanan harus mendiskusikan pengumpulkan informasi hanya untuk tujuan profesional dan hanya dengan orang-orang profesional yang bersangkutan dengan informasi ini.
    11. Para pekerja sosial yang terlibat dalam evaluasi atau penelitian harus memastikan anonimitas atau kerahasiaan dari peserta dan dari data yang diperoleh dari mereka.
    12. Pekerja Sosial yang melaporkan hasil evaluasi dan penelitian harus melindungi kerahasiaan peserta dengan menghilangkan informasi identitas kecuali ada persetujuan dari peserta.
    13. Para pekerja sosial harus melaporkan evaluasi dan temuan penelitian akurat. Mereka seharusnya tidak mengarang atau memalsukan hasil dan harus mengambil langkah untuk memperbaiki kesalahan yang ditemukan.
8. Para pekerja sosial yang terlibat dalam evaluasi atau penelitian harus waspada dan menghindari konflik kepentingan dan hubungan ganda dengan peserta, harus memberitahukan peserta bila terjadi konflik nyata atau kepentingan yang potensial muncul, dan harus mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah..
Para pekerja sosial harus mendidik diri mereka sendiri, siswa, dan rekan mereka tentang praktik penelitian yang bertanggung jawab.

H.    Etika Tanggung Jawab atas Masyarakat Luas
  1. Kesejahteraan Sosial
Para pekerja sosial harus memperhatikan kesejahteraan umum masyarakat, dari lokal ke tingkat global, dan pengembangan masyarakat, komunitas mereka, dan lingkungan mereka. Para pekerja sosial harus mengadvokasi kondisi hidup yang kondusif untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan harus memperhatikan nilai-nilai sosial, ekonomi, politik, dan budaya serta institusi yang terkait dengan kenyataan masyarakat sosial.
  1. Partisipasi Masyarakat
Para pekerja sosial harus memfasilitasi partisipasi informasi oleh publik dalam membentuk kebijakan sosial dan lembaga.
  1. Publik Darurat
Para pekerja sosial harus menyediakan jasa profesional yang sesuai dalam keadaan darurat publik secara lebih luas.
  1. Sosial dan Politik Aksi
  2. Para pekerja sosial harus terlibat dalam aksi sosial dan politik yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap sumber daya, pekerjaan, jasa, dan peluang yang mereka butuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan untuk mengembangkan sepenuhnya. Para pekerja sosial harus menyadari dampak dari arena politik pada praktek dan harus mengadvokasi perubahan kebijakan dan perundang-undangan untuk memperbaiki kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia dan mempromosikan keadilan sosial.
  3. Para pekerja sosial harus bertindak untuk memperluas pilihan dan kesempatan bagi semua, dengan perhatian khusus untuk mereka yang kurang beruntung, orang tertindas, dan dieksploitasi oleh suatu kelompok.
  4. Para pekerja sosial harus mempromosikan kondisi yang mendorong rasa hormat terhadap keragaman budaya dan sosial. Para pekerja sosial harus memperhatikankan kebijakan dan praktek yang menunjukkan penghargaan terhadap perbedaan, mendukung perluasan pengetahuan budaya dan sumber daya, advokasi untuk program dan lembaga yang menunjukkan kompetensi budaya, dan mempromosikan kebijakan yang melindungi hak-hak dan mengkonfirmasi pemerataan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
  5. Para pekerja sosial harus bertindak untuk mencegah dan menghilangkan dominasi, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap setiap orang, kelompok, atau kelas atas dasar ras, etnis, asal negara, warna, jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender atau ekspresi, usia, status perkawinan, keyakinan politik, agama, status imigrasi, atau cacat mental atau fisik.

BAB III
PENUTUP
 Simpulan
Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling. Munro, Manthei & Small (alih bahasa oleh Erman Amti, 1979:11) mengemukakan bahwa ada tiga dasar etika konseling yaitu kerahasiaan, keterbukaan dan pengambilan keputusan oleh klien sendiri. Konseling merupakan proses bantuan yang sifatnya profesional. Setiap pekerjaan yang sifatnya profesional tentu memiliki seperangkat aturan atau pedoman yang mengatur arah dan gerak dari pekerjaan profesi tersebut yang disebut etika. Etika merupakan standard tingkah laku seseorang, atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai yang disepakati.
Dalam konseling rehabilitasi terdapat beberapa etika yang harus dilaksanakan oleh konselor atau pekerja sosial. Standar etika berikut relevan dengan kegiatan profesional dari semua pekerja sosial. Standar tersebut meliputi (1) tanggung jawab etis pekerja sosial kepada klien, (2) tanggung jawab etis pekerja sosial kepada rekan-rekan, (3) tanggung jawab etis dalam pengaturan praktek, (4) tanggung jawab etis pekerja sosial sebagai profesional, (5 ) tanggung jawab etis pekerja sosial kepada profesi pekerjaan sosial, dan (6) tanggung jawab etis pekerja sosial untuk masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Amti, Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
Sugiharto, DYP dan Mulawarman. 2007. Psikologi Konseling (Buku Ajar). Semarang: UNNES
National Association of Social Wokers (NASW). 2008. Code of Ethics of the National Association of Social Workers. Online





Littlre snake pin