PENDAHULUAN
Pada hakekatnya konseling bertujuan membantu individu untuk belajar mengambil keputusan dan mengoptimalkan segala kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh individu dalam rangka menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Dalam membantu individu, konselor sebagai tenaga professional di bidang konseling menggunakan berbagai ragam pendekatan konseling agar mereka dapat membantu kliennya lebih efektif dan efisien. Oleh karena tingkah laku individu adalah komplek, maka tak satupun pendekatan yang memberi jawaban lengkap dan tak satupun yang mampu membantu semua orang dalam semua situasi. Dengan adanya situasi demikian, diperlukan adanya suatu pendekatan yang komprehensif, fleksibel yang akan memungkinkan konselor melakukan penyesuaian pada klien dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan dalam proses konseling.
Dalam perkembangan dan proses kehidupannya individu menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi oleh setiap individu sangat dimungkinkan selain pengaruh pada dirinya sendiri juga berpengaruh pada orang lain atau lingkunagn sekitarnya. Dengan demikian individu dituntut untuk segera mengambil keputusan dan menyelesaikan masalahnya agar ia dapat hidup secara layak serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara sehat. Pada kenyataannya tidak semua individu mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian perlu adanya upaya-upaya yang dapat membantu individu dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Salah satu upaya itu adalah dengan konseling, dan hal ini dilakukan antara individu yang bermasalah dengan konselor (orang yang ahli dalam bidang konseling).
Dalam menangani suatu permasalahan, konselor seharusnya tidak memandang suatu kasus dari sudut berat-ringannya, apalagi kalau berat-ringannya itu didasarkan atas deskripsi kasus yang barangkali belum lengkap. Setiap kasus atau masalah harus dipandang dan dihadapi secara serius. Apabila konselor memandang suatu kasus sebagai kasus yang ringan, boleh jadi konselor yang menyepelekannya, sehingga menjadi kurang tanggap. Sebaliknya, apabila konselor memandang suatu kasus yang berat, atau bahkan amat berat, barangkali konselor akan bersikap dan bertindak berlebih-lebihan, atau merasa tidak sanggup menghadapinya, sehingga belum apa-apa sudah merasa kewalahan. Sikap dan tindakan yang meremehkan ataupun berlebih-lebihan itu keduanya tidak wajar dan mengurangi efektivitas upaya penanggulangannya.
Untuk dapat mengatasi suatu permasalahan yang dialami oleh siswa, konselor perlu mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Diperlukan analisis yang akurat mengenai permasalahan sehingga dalam pengentasannya tepat sasaran. Oleh karena itu, konselor perlu mendalami dan memahami serta mencari data yang sesuai dengan permasalahan siswa agar diketahui latar belakang permasalahan sehingga proses konseling nantinya akan berjalan lancar dan masalah klien teratasi. Dalam hal ini konselor perlu melakukan tahap-tahap untuk menangani masalah, yaitu mulai dari tahap mengidentifikasi siswa bermasalah, mengidentifikasi masalah yang dialami, mendiagnosis, melakukan treatment, dan tindaklanjut serta evaluasi dan follow up.
RUMUSAN MASALAH
Dalam seminar ini masalah difokuskan pada :
• Apa karakteristik pribadi konselor ?
• Bagaimana penanganan siswa yang bermasalah oleh konselor ?
• Bagaimana tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah di SMAN 1 Comal ?
• Mengapa tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah rendah ?
• Bagaimana cara untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah ?
PEMBAHASAN MASALAH
1. Konselor
Konselor adalah orang yang ahli dalam bidang konseling. Sebagai seorang konselor harus mempunyai keprofesioanalan yang membedakan profesi ini dengan profesi lainnya. Berkaitan dengan hal itu, konselor memiliki karakteristik yang membedakan dengan profesi lainnya. Berikut beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh para ahli.
Brammer (1985) menemukakan karakteristik pribadi yang harus dimiliki konselor adalah :
1. Kesadaran akan diri dan nilai-nilai
2. Kesadaran akan pengalaman budaya
3. Kemampuan menganalisis kemampuan helper (konselor) sendiri.
4. Kemampuan sebagai teladan atau model.
5. Altruisme
6. Penghayatan etik yang kuat
7. Tanggung jawab
Menurut Surya (2003) ada beberapa karakteristik kualitas kepribadian konselor, tentunya kepribadian ini yang terkait dan mendukung keefektifan dalam konseling. Karakteristik itu adalah :
1. Pengetahuan mengenai diri sendiri
Pengetahuan diri sendiri mempunyai makana bahwa konselor memahami dengan baik dirinya, apa yang dilakukannya, masalah yang dihadapinya, dan masalah klien yang terkait dengan konseling.
2. Kompetensi
Kompetensi mempunyai makan sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien. Kompetensi ini sangat pentinga bagi konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup lebih efektif dan bahagia.
3. Kesehatan psikologis yang baik
Hal ini dimaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan mengembangkan satu daya positif dalam konseling.
4. Dapat dipercaya
Bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien dalam konseling, namun sebagai pihak yang memberikan rasa aman. Dapat dipercaya dapat diwujudkan dalam (a) menepati janji dalam setiap perjanjian konseling, (b) dapat menjamin kerahasiaan klien, (c) bertanggungjawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.
5. Kejujuran
Kejujuran mempunyai makana bahwa konselor harus terbuka, otentik dan sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan car-cara yang konstruktif.
6. Kekuatan atau daya
Kekuatan mempunyai makana bahwa konselor memerlukan kekuatan untuk mengatasi serangan dan manipulasi klien dalam konseling.
7. Kehangatan
Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena dapat mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk berbagi pengalaman emosional dan memungkinkan klien hangat dengan dirinya sendiri.
8. Pendengar yang aktif
Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan memberanikan klien untuk beraksi spontan terhadap konselor, dan klien membutuhkan gagasan baru.
9. Kesabaran
Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang maladaptif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan terapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.
10. Kepekaan
Konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal tersebut akan memberika rasa aman bagi klien dan akan lebih percaya diri manakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11. Kebebasan
Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun nilai-nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselormembawa nilai0nilai yang mungkin akan berpengaruh pada proses konseling.
12. Kesadaran holistik atau utuh
Hal ini mempunyai makna bahwa konselor menyadari keseluruhan pribadi maupun tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek tertentu saja. Dengan demikian konselor mampu memahami klien dari berbagai dimensi ( dimensi pikiran, perasaan, atau tidakannya ).
Dengan demikian konselor mempunyai karakteristik yang mencirikan kepribadiannya dan harus dimiliki oleh konselor sebagai tenaga ahli dalam konseling.
Dalam institusi pendidikan, konselor adalah guru pembimbing sebagai tenaga pendidik yang mengupayakan siswa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan yang optimal. Sebagai konselor sekolah, harus mampu dalam menangani permasalahan yang dialami oleh siswa. Hal ini karena siswa tidak terlepas dari adanya suatu masalah, terutama masalah dalam kesulitan belajar yang notabene tugas siswa adalah belajar.
Dalam menghadapi suatu masalah atau kasus yang dialami oleh seseorang, ada tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman, dan penanganan terhadap kasus tersebut.
Pemahaman yang lebih jauh berbagai seluk-beluk kasus tersebut, tidak hanya sekadar mengerti permasalahannya atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Permasalahan yang terkandung di dalam kasus boleh jadi seperti gunung es yang terapung di lautan, bagian yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di bawah permukaan laut besarnya sukar diukur (Prayitno dan Erman Amti, 2004 : 53).
Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang menyeluruh terhadap suatu kasus oleh konselor agar konseling bisa tercapai hasil yang diinginkan.
Sebelum konselor memahami masalah, perlu dilakukan pemhaman tentang klien. Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap klien. Sebelum konselor memberikan layanan tertentu kepada klien, maka terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu itu. Pemahaman tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahan, serta kondisi lingkungannya.
Setelah memahami klien, pada nantinya pemahaman akan masalah klien akan lebih maksimal dan layanan konseling berjalan lancar.
2. Penanganan Siswa yang Bermasalah
a. Hakekat masalah
Pada hakekatnya masalah secara umum menunjuk pada adanya kesenjangan antara keadaan sekarang (pencapaian) dengan tujuan. Dalam penelitian mengacu pada fokus yang dipandang belum selesai dalam tataran teoritik dan praktik atau lebih seringnya dikatakan bahwa adanya kesenjangan antara teori dan praktik (kenyataan) dan memerlukan penyelesaikan. Apabila hakekat ini ditarik dalam bidang konseling maka masalah pada hakekatnya adalah kesenjangan antara kondisi sekarang individu dengan apa yang diharapkan individu atau lingkungannya dan didalamnya terdapat hambatan untuk mencapai tujuan (Mappiere, 2006 : 2520)
Secara umum faktor yang menyebabkan timbulnya masalah (DYP. Sugiharto dan Mulawarman, 2007 : 8) adalah
- Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungaaaya
- Masalah timbul dari proses belajar yang salah
- Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan
b. Penanganan masalah siswa
Sebagai seorang pelajar, siswa tentunya berkewajiban untuk belajar. Sebagai seorang siswa dituntut untuk bisa menyesuaikan yang salah-satunya ditunjukkan oleh perjuangan memperoleh peran dan identitasnya serta motivasi belajar. Tetapi apabila siswa salah dalam menyesuaikan diri akan berpengaruh terhadap keberhasilan mencapai tujuan belajar khususnya dan pendidikan di sekolah umumnya. Dan sebagai konselor harus mampu membantu siswa yang salah tersebut dan berakibat pada kesulitan dalam belajar dengan mengidentifikasi, menganalisis, mengsintesis, mendiognosis, dan merencanakan progam yang tepat untuk membantu siswa tersebut mengatasi kesulitan dalam belajar. Dalam ha l ini konselor menangani masalah siswa dengan melakukan tahap-tahap tersebut untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa.
Adapun tahapan kegiatan tersebut meliputi ( Abin Syamsudin Makmun, 1999 : 311-339 )
1) Identifikasi siswa berkesulitan belajar
Tahap pertama kali dalam menangani suatu kasus adalah mengidentifikasi siswa yang berkesulitan belajar. Dilakukan dengan menandai siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar. Hal ini dilakukan dengan cara menganalisis prestasi belajar siswa (analisis dokumen) dan mengadakan observasi (pengamatan) terhadap perilaku siswa pada waktu proses kegiatan belajar mengajar dan diperkuat dengan mengadakan wawancara pada siswa yang bersangkutan. Adapun tahap untuk mengidentifikasi siswa berkesulitan belajar diketahui dengan menganalisis prestasi belajar siswa serta wawancara, selengkapnya yaitu :
a. Membuat tabel daftar nilai setiap siswa untuk setiap mata pelajaran.
b. Menghitung rata-rata nilaimasing-masing siswa dari semua mata pelajaran dengan cara menjumlahkan seluruh nilai dibagi denga jumlah mata pelajaran.
c. Menghitung rata-rata nilai seluruh siswa dengan menjumlahkan rata-rata nilai setiap siswa dibagi dengan jumlah siswa.
d. Menghitung rata-rata nilai masing-masing nata pelajaran dari seluruh siswa dengan cara menjumlahkan nilai yang dicapai oleh setiap siswa dibagi jumlah siswa.
e. Menentukan grafik untuk mengetahui kedudukan setiap siswa berdasarkan rata-rata nilai yang dicapai dan dibandingkan dengan nilai seluruh siswa.
f. Siswa yang berada dibawah garis rata-rata didefinisikan sebagai siswa yang mengalami ; gejala kesulitan belajar.
g. Menentukan salah satu siswa yang berada dibawah garis rata-rata dan membuat grafik kedudukan siswa tersebut agar mendapat gambaran status siswa tersebut dalam seluruh mata pelajaran.
2) Identifikasi masalah
Setelah kita menemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka persoalan selanjutnya perlu ditelaah ialah :
- dalam mata pelajaran (bidang studi) manakah kesulitan itu terjadi ?
- pada umumnya tujuan belajar (aspek perilaku) yang manakah kesulitan itu terjadi ?
- dalam segi-segi proses belajar manakah kesulitan itu terjadi ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan :
a. Mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu
Yaitu dengan jalan membandingkan nilai prestasi individu yang bersangkutan dengan nilai rata-rata prestasi kelas.
b. Mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran manakah kesulitan terjadi.
Yaitu dengan malkukan tes diagnostik atau tes prestasi belajar (TPB).
c. Analisis terhadap catatan mengenai proses belajar
Hasil analisis empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas atau soal, ketidakhadiran (absensi), kurang aktif dalam partisipasi, kurang penyesuaian sosial (sosiometris), sudah cukup jelas menunjukkan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan. Tinjauan lebih lanjut dapat kita teruskan dalam analisis tentang latar belakang atau sebab-sebabnya.
2) Identifikasi faktor penyebab kesulitan
Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber kepada komponen-komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar-mengajar itu sendiri.
Burton (1952:633-640), mengelompokkan ke dalam dua kategori faktor penyebab, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri siswa dan di luar diri siswa.
a. Faktor dalam diri siswa, antara lain :
Kelemahan secara fisik§
Kelemahan secra mental (baik kelemahan yang dibawa sejak lahir maupun§ karena pengalaman) yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan dan juga oleh pendidikan.
Kelemahan emosional§
Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap yang salah.§
Tidak memiliki ketrampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan.§
b. Faktor di luar diri siswa, antara lain :
Kurikulum, bahan dan buku yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan individu.§
Ketidaksesuaian standar administratif (sistem pengajaran).§
Terlalu berat beban belajar siswa.§
Terlalu besar populasi siswa dalam kelas.§
Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga.§
Kekurangan gizi.§
3) Prognosis
Prognosis merupakan kesimpulan secara menyeluruh dimana siswa bersangkutan ditindaklanjuti seperti apa untuk menyelesaikan masalahnya. Prognosis ditujukan kepada klien dengan melihat jenis pendekatan yang dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi dan sikap.
Prognosis dilakukan dengan mengambil kesimpulan dan keputusan serta meramalkan kemungkinan penyembuhan atau penanganan.
4) Rekomendasi / Tindak lanjut ( Treatment dan Evaluasi )
Berdasarkan hasil perkiraan dan identifikasi alternatif kemungkinan pemecahan tersebut, maka langkah selanjutnya ialah membuat rekomendasi alternatif tindakan. Rekomendasi tersebut mungkin dirumuskan bagi dirinya sendiri atau memungkinkan pula ditunjukkan kepada petugas pembimbing lain atau ahli lain yang dipandang lebih kompeten.
Setelah melakukan rekomendasi, selanjutnya konselor mengambil tindak lanjut berupa pemberian bantuan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan siswa guna terselesaikannya masalah kesulitan belajar siswa tersebut. Rekomendasi tersebut juga bisa ditujukan pada guru mata pelajaran atau petugas lain yang dianggap mampu membantu siswa dalam mengatasi masalah kesulitan belajar. Setelah siswa ditindaklanjuti, dilakukan evaluasi hasil dengan melihat perubahan siswa baik perubahan dalam prestasi belajar dan perubahan sikap siswa.
3. Tingkat Pemahaman Konselor tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah di SMAN 1 Comal
Pelaksanaan dengan mempersiapkan instrumen penelitian berupa angket. Pelaksanaan dilakukan dengan mendatangi sekolah SMA Negeri 1 Comal dan meminta izin kepada kepala sekolah. Kemudian menjelaskan pada konselor sekolah perihal observasi yang dilakukan. Setelah itu meminta semua konselor sekolah untuk mengisi angket tentang penanganan siswa bermasalah oleh konselor.
Untuk dapat mengumpulkan data tentang Pemahaman Konselor dalam Menangani Siswa Bermasalah di SMA Negeri 1 Comal, peneliti malaksanakan dengan berpedoman pada metode pengumpulan data dengan angket kepada 6 responden yaitu semua guru BK di SMA Negeri 1 Comal. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menggunakan rumus analisis yang menggunakan rumus persentase. Teknik ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman konselor dalam mengangani siswa bermasalah.
N = x 100%
Keterangan :
N : skore
SN : jumlah skore nyata
SI : jumlah skore ideal
( Suharsini, 1997 : 240 )
Hasil perolehan skore tersebut kemudian dikaitkan dengan kriteria sebagai berikut.
Skor Prosentase Kriteria
81% - 100%
61% - 80%
41% - 60%
21% - 40%
1% - 20% Tinggi sekali
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah sekali
Hasil Perolehan Data
Adapun hasil temuan data yang diperoleh adalah :
a. Identifikasi Siswa
Dari hasil analisis angket yang telah dilakukan diperoleh persentase langkah identifikasi siswa sebesar 75,69% dikaitkan dengan tabel kriteria termasuk tinggi. Hal ini berarti pemahaman konselor sekolah di SMAN 1 Comal dalam menangani masalah pada langkah identifikasi siswa sudah cukup baik.
Indikator yang menjadi pelaksanaan tahap identifikasi masalah adalah dengan ditandainya item-item pernyataan, diantaranya konselor melakukan wawancara untuk menemukan siswa yang bermasalah, konselor menganalisis daftar hadir, ulangan harian , dan prestasi siswa, serta mengamati siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Indikator-indikator tersebut memperoleh penilaian cukup besar yang berarti guru BK di SMAN 1 Comal cukup baik pemahamannya dalam penanganan masalah pada langkah identifikasi siswa.
b. Identifikasi Masalah
Langkah ini juga memperoleh persentase cukup besar yaitu 68% dan dikaitkan dengan tabel termasuk tinggi. Hasil tersebut berarti pemahaman konselor sekolah di SMAN 1 Comal dalam penanganan masalah pada langkah identifikasi masalah sudah cukup baik.
Indikator yang menjadi pelaksanaan tahap identifikasi masalah adalah dengan ditandainya item-item pernyataan diantaranya, konselor mengetahui masalah kesulitan belajar siswa dengan menganalisis nilai raport dan analisis daftar hadir, konselor melakukan wawancara dengan teman siswa, dan melakukan observasi untuk mengetahui masalah siswa.
Indikator-indikator tersebut memperoleh nilai yang besar dan dapat diartikan bahwa guru BK di SMAN 1 Comal telah melaksanakan penanganan siswa bermasalah pada langkah identifikasi masalah.
c. Identifikasi Faktor Penyebab ( Diagnosis )
Dari data yang diperoleh dilapangan, langkah ini juga mendapat persentase yang cukup besar, yaitu 66,67% dikaitkan dengan tabel kriteria termasuk kategori tinggi. Hal ini berarti pemahaman konselor di SMAN 1 Comal juga dalam pemahamannya melakukan penanganan siswa bermasalah pada langkah diagnosis faktor penyebab sudah cukup baik.
Hal tersebut didasarkan pada perolehan dengan nilai yang tinggi pada item-item pernyataan tentang diagnosis diantaranya, konselor segera mancari faktor penyebab setelah melakukan identifikasi masalah, dan dari hasil identifikasi konselor mencari faktor penghambat masalah tersebut. Dengan perolehan yang cukup tinggi, berarti guru Bk di SMAN 1 Comal sudah memiliki pemahaman dalam penanganan siswa bermasalah pada tahap diagnosis faktor penyebab masalah siswa.
d. Prognosis
Data dilapangan yang diperoleh pada langkah prognosis sebesar 76,67% dan dikaitkan dengan tabel kriteria termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti pemahaman konselor di SMAN 1 Comal sudah baik dalam pemahamannya dalam menangani masalah pada tahap prognosis.
Langkah ini ditandai dengan indikator diantaranya, konselor membuat perencanaan dalam memberikan bantuan, dalam mambuat perencanaan konselor berpedoman pada faktor penyebab kesulitan dan faktor penghambat, serta mengamati cara siswa bergaul dengan temannya. Item-item tersebut memperoleh nilai yang cukup besar yang berarti guru BK sebagai konselor sekolah sudah memiliki pemahaman dalam penanganan siswa bermasalah pada tahap prognosis.
e. Tindak Lanjut ( Treatment )
Perolehan data dilapangan pada langkah ini sebesar 70,13% dan dikaitkan dengan tabel kriteria termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti pemahaman konselor di SMAN 1 Comal sudah baik dalam melakukan tahap treatment atau tindak lanjut.
Indikator dari pelaksanaan tahap ini diantaranya, konselor berpedoman pada perencanaan yang sudah dibuat, konselor memberikan bantuan setelah menganalisis faktor penyebab dan faktor penghambat serta perencanaan yang sudah dibuat. Indikator tersebut memperoleh nilai tinggi dimana hal itu berarti pemahaman dalam menangani siswa bermasalah yang dilakukan oleh konselor di SMAN 1 Comal sudah cukup baik pada langkah pemberian treatment atau tindak lanjut.
f. Evaluasi dan Follow Up
Langkah ini memperoleh persentase sebesar 69,27% dan dikaitkan dengan tabel kriteria termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti pemahaman oleh pemahaman konselor di SMAN 1 Comal dalam menangani masalah pada tahap evaluasi dan follow up sudah cukup terlaksana dengan baik.
Hal tersebut ditandai dengan perolehan nilai yang besar pada indikator dari langkah evaluasi dan follow up ini. Indikator-indikator tersebut diantaranya, konselor melakukan evaluasi dalam jangka waktu tertentu setelah memberikan bantuan, memantau siswa selama kegiatan belajar mengajar dan melihat perubahan siswa setelah memberikan bantuan, dan setelah memberikan bantuan melakukan evaluasi kehadiran siswa.
Indikator-indikator tersebut memperoleh nilai yang tinggi yang berarti bahwa guru BK di SMAN 1 Comal sudah melakukan pemahaman dalam menangani siswa bermasalah pada tahap akhir penanganan yaitu evaluasi dan follow up.
Dari perolehan data dilapangan tentang pemahaman konselor dalam penanganan siswa bermasalah secara keseluruhan mendapat persentase sebesar 75,65% dan dikaitkan dengan tabel kriteria termasuk kategori tinggi. Hal ini berarti secara keseluruhan guru BK di SMAN 1 Comal telah melakukan pemahamannya dalam menangani siswa yang bermasalah dengan melakukan tahap-tahapnya sudah cukup baik. Namun, keadaan di lapangan berbeda. hal ini karena kebanyakan dari guru BK kurang mengetahui adanya tahapan-tahapan dalam menyelesaikan masalah, walaupun dari data yang diperoleh menunjukkan prosentase yang tinggi. Dari hasil prosentase dapat diketahui bahwa tahapan-tahapan yang seharusnya penting, seperti identifikasi masalah dan identifikasi faktor penyebab memperoleh prosentase yang relatif kecil dibanding dengan tahapan-tahapan konseling lainnya yang mana seharsnya semua tahapan harus dilaksanakan dengan runtut dan benar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat penanganan konselor siswa yang bermasalah masih rendah walaupun hasil di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pemahamannya sudah cukup baik dan masih perlu peningkatan yang lebih baik lagi untuk penanganan masalah agar setiap permasalahan siswa dapat terselesaikan dengan baik tidak hanya selesai masalahnya tetapi juga siswa dapat pembelajaran dari permasalahan tersebut dan dapat mengembangkan dirinya.
4. Tingkat Pemahaman Konselor tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah Rendah
Pada dasarnya, suatu penanganan masalah oleh konselor melalui tahapan-tahapan yang telah dijelaskan di atas, yaitu identifikasi siswa, identifikasi masalah, identifikasi faktor penyebab, prognosis, tindak lanjut, evaluasi dan follow up. Namun, pada kenyataannya tahapan tersebut tidak terlaksana dengan baik. Hal ini karena guru BK di lapangan kebanyakan langsung memberi treatment setelah mengetahui permasalahan siswa. Padahal suatu permasalahan itu harus didalami benar dan diberi suatu tahapan agar masalah dapat selesai dan mencapai target yang diinginkan.
Masih rendahnya tingkat pemahaman konselor dalam menangani siswa yang bermasalah juga dikarenakan latar belakang guru BK yang sebagian bukan dari lulusan Bimbingan Konseling. Hal ini sangat berpengaruh mengingat tugas guru BK yang tidak gampang dan bisa dilakukan oleh guru lulusan apa saja. Untuk dapat menangani masalah tidak langsung pada penyelesaian, tetapi melalui proses dan dalam proses itu siswa dapat belajar banyak hal tentang pribadinya dan mengoptimalkan perkembangan siswa.
5. Cara untuk Meningkatkan Pemahaman Konselor tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah
Melihat permasalahan mengenai masih rendahnya tingkat pemahaman konselor dalam menangani siswa yang bermasalah maka dari diri konselor itu sendiri yang perlu ditingkatkan kinerja, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi akan tugasnya sebagai konselor sekolah.
sebagai seorang konselor harus memiliki keterampilan-keterampilan yang mencukupi. Yeo ( 2003:62 ) mengemukakan terdapat tiga perangkat keterampilan konselor, yakni keterampilan antar pribadi, keterampilan intervensi, dan keterampilan integrasi.
a. Keterampilan Antarpribadi
Termasuk dalam keterampilan ini adalah semua keterampilan yang dibutuhkan untuk membangun relasi dengan klien, sehingga klien dapat terlibat dalam proses konseling. Keterampilan antarpribadi mencakup kemampuan konselor dalam mendampingi klien, mendengarkan mereka, dan mendorong mereka menceritakan apa saja yang ada dalam benak mereka.
Keterampilan ini secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu : Keterampilan Verbal, Keterampilan Non Verbal, dan Keterampilan Mengamati Klien.
b. Keterampilan Intervensi
Keterampilan intervensi adalah kemampuan konselor untuk melibatkan klien dalam pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah, konselor perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai strategi dan cara yang berbeda untuk menolong klien menghadapi masalah.
c. Keterampilan Integrasi
Keterampilan ini mengacu pada kemampuan-kemampuan konselor untuk menerapkan strategi-strategi pada situasi-situasi khusus, sambil mengingat konteks budaya dan sosio-ekonomi klien ( Yeo, 2003 ).
PEMECAHAN MASALAH
Konselor memiliki tugas yang cukup vital dalam berlangsungnya segala interaksi perkembangan yang terjadi di dalam sekolah.
Kaitannya dengan membantu mengatasi masalah, hal pertama yang dilakukan adalah pemahaman tentang kasus oleh konselor. Pemahaman ini jangan diabaikan karena awal untuk mengatasi suatu kasus adalah dengan memahami kasus tersebut.
Setiap manusia pasti memiliki masalah. Dengan adanya masalah tersebut manusia dapat belajar dan mengerti sesuatu. Tak terkecuali siswa sebagai manusia yang sedang menuntut ilmu pastinya juga mengalami masalah. Masalah siswa tersebut tentunya beraneka macam dan berbeda satu sama lain.
Dalam pelaksanaanya untuk mengangani masalah, konselor tidak boleh memandang sama permasalahan yang dialami siswa. Adanya pribadi manusia yang unik menjadikan dalam penanganan suatu masalah juga berbeda walaupun mengalami masalah yang sama.
Penanganan masalah oleh konselor harus menempuh tahapan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dialami siswa. Hal ini dilakukan agar pengentasan siswa yang bermasalah tepat pada sasaran dan permasalahan cepat terselesaikan dengan suatu identifikasi yang akurat.
Sehubungan dengan pelayanan BK, penanganan masalah tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan konseling individual dengan menggunakan kegiatan pendukung himpunan data yang berkaitan dengan siswa yang bermasalah tersebut.
SIMPULAN
Simpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1. Karakteristik pribadi konselor adalah
o Pengetahuan mengenai diri sendiri
o Kompetensi
o Kesehatan psikologis yang baik
o Dapat dipercaya
o Kejujuran
o Kekuatan atau daya
o Kehangatan
o Pendengar yang aktif
o Kesabaran
o Kepekaan
o Kebebasan
o Kesadaran holistik atau utuh
2. Dalam menangani masalah perlu adanya langkah-langkah yang dilakukan oleh konselor, yaitu : identifikasi siswa bermasalah, identifikasi masalah, diagnosis faktor penyebab, prognosis atau rencana tindakan, treatment atau tinadak lanjut, evaluasi dan follow up.
Langkah-langkah tersebut dilakukan agar penanganan masalah tepat pada sasaran dan masalah siswa dapat teratasi dengan baik.
Untuk itu perlu adanya pemahaman yang mendalam mengenai langkah-langkah penanganan siswa agar pada pelaksanaannya bisa maksimal dan mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Konselor perlu meningkatkan keterampilannya dalam menangani masalah siswa agar setiap permasalahan dapat terselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Sutrisno. 1987. Statistik. Yogyakarta : Andi
Makmun, Abin Syamsudin. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda
Prayitno, dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta
Sugiharto, DYP, dan Mulawarman. 2007. Psikologi Konseling. Semarang : Unnes
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya