Minggu, 26 Februari 2012

RASIONEL PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING



Program Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan bagian yang terpadu dari keseluruhan program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, upaya guru pembimbing maupun berbagai aspek yang terlingkup dalam program merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh kegiatan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan pendidikan di lembaga yang bersangkutan.
Sebagai bagian yang terpadu, program Bimbingan dan Konseling diarahkan kepada upaya yang memfasilitasi siswa untuk mengenal dan menerima dirinya sendiri serta lingkungannya secara positif dan dinamis, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggungjawab, mengembangkan serta mewujudkan diri secara efektif dan produktif, sesuai dengan peranan yang diinginkan di masa depan, serta menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Peserta didik sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan individu tidak selalu berlangsung secara mulus, atau steril dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Untuk itulah perlu disusun suatu program bimbingan dan konseling yang dirancang secara baik agar mampu menfasilasi individu kearah kematangan dan kemandirian, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir.


A.    Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam KTSP
Memahami kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam KTSP tentunya tidak dapat terlepas dari pemahaman tentang KTSP itu sendiri. Sejak diberlakukan tahun 2006 lalu, KTSP memiliki posisi tawar yang menggiurkan karena berasal dari berbagai penyempurnaan dari sistem kurikulum sebelumnya.
Masnur Muslich (10:2009) memberikan pandangannya mengenai KTSP yaitu sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Sedangkan menurut Mulyasa (21:2009) KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.
KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Dalam KTSP pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Asumsi inilah yang mendasari diterapkannya KTSP karena mereka dianggap akan lebih bersahabat dengan peserta didik dan terlibat secara langsung dengan mereka. Keputusan yang diambil akan dirasa sebagai representasi dari gagasan masyarakat sehingga mendorong untuk optimalisasi sumber daya yang ada.  Konsep ini didasarkan pada self determination theory yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki kekuasaaan dalam pengambilan suatu keputusan, maka akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Secara global dalam posisinya pada KTSP, Bimbingan dan Konseling mempunyai sepertiga peran dari keseluruhan aktivitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Berbagi peran dengan manajemen (dalam Mugiarso dkk. 15:2009, disebut administrasi dan supervisi) dan pengajaran atau kurikulum itu sendiri sehingga BK merupakan keterpaduan antara ketiganya dalam menyelenggarakan pendidikan dalam setting formal.

Posisi BK dalam setting pendidikan formal (KTSP)

Pada sesi penyusunan program Bimbingan dan Konseling, konselor memiliki andil bersama kegiatan ekstrakurikuler dalam melaksanakan program pengembangan diri.  Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Tujuan dari pelaksanaan program pengembangan diri yaitu untuk menunjang pendidikan peserta didik mengembangkan bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir,  kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian.
B.    Kebijakan Otonomi Daerah dalam Konteks Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 5 dalam Kaloh (4:2007) adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam pasal 1 ayat 6 menyatakan pengertian dari daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan otonomi daerah memiliki banyak sisi positif pada pengembangan penyusunan program BK pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan karena otonomi memberi kesempatan pada daerah untuk mengembangkan potensi yang merupakan ciri khas dari daerah tersebut. Dengan kebijakan yang mengutamakan pengembangan sisi kedaerahan semakin membuka peluang untuk menumbuhkan  rasa cinta tanah air dan budaya bangsa. Sisi otonomi daerah dalam kacamata pendidikan atau bisa dikerucutkan dalam Bimbingan dan Konseling dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu :
1.    Pengembangan program Bimbingan dan Konseling
Program Bimbingan dan Konseling didasarkan pada UU, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Pada tataran UU secara otomatis bukan lagi urusan daerah, UU mengilhami lahirnya peraturan daerah sehingga perlu dijadikan referensi dalam membuat kebijakan.
2.    Peningkatan profesionalisme konselor
Jika membicarakan kebijakan daerah yang menyinggung masalah profesionalitas, kita akan berbicara banyak mengenai ABKIN di daerah (baik kabupaten/kota maupun provinsi). Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling juga memiliki peran yang cukup signifikan dalam penyusunan program BK karena mereka (konselor/guru BK) yang berada dilapangan lebih update dan mengetahui dengan pasti kondisi peserta didik. Peningkatan profesionalisme pada hakikatnya diserahkan pada daerah masing-masing yang selanjutnya lebih dipegang oleh ABKIN.
3.    Sisi unik peserta didik
Sisi unik peserta didik menjadi perhatian utama bagi pemegang kebijakan untuk mengeluarkan peraturan dan kebijakan. Potensi yang dimiliki peserta didik merupakan aset yang perlu dikelola sehingga sudah selayaknya memiliki payung hukum tegas yang mengatur sisi unik peserta didik tersebut.

Littlre snake pin