Rabu, 18 Januari 2012

PERKEMBANGAN BAHASA DAN EMOSI ANAK SD



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut.
Sebagai calon konselor kita diharapkan mempunyai pemahaman konseptual tentang perkembangan anak dan akhirnya dapat mengetahui cara belajar anak khususnya di Sekolah Dasar. Pemahaman konseptual tersebut meliputi gambaran anak SD, bagaimana mereka berkembang dan cara belajarnya, terlebih di sini yang akan dibahas adalah masalah perkembangan emosi dan bahasa pada anak SD. Dengan bekal pemahaman konseptual tersebut, kita diharapkan dapat mengimplementasikan pemahaman tersebut dalam menyelenggarakan proses layanan bimbingan dan konseling di SD.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang muncul di atas, maka dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.    Bagaimana perkembangan emosi anak?
2.    Bagaimana perkembangan bahasa anak?
C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1.    Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perkembangan emosi anak.
2.    Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perkembangan bahasa anak.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Emosi
1.    Pengertian Emosi
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak susana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif sampai negatif. Minimal ada empat ciri emosi yaitu: (1) pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu yang satu dengan lainnya; (2) ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat); (3) diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia; (4) sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak barang.
Emosi anak seringkali berbeda dengan emosi remaja dan orang dewasa. Orang dewasa yang tidak memahami hal ini cenderung menganggap anak belum matang secara emosional. Ciri khas penampilan atau ekspresi emosi anak antara lain: (1) reaksi emosinya kuat terhadap situasi yang sederhana/remeh maupun yang serius, namun dapat berubah dengan bertambahnya usia anak; (2) seringkali tampak dalam bentuk eskpresi fisik dan gejala, misalnya perubahan roman muka, dan gerakan tubuh, dan ada juga anak yang menjadi gelisah, melamun, dan menggigit kuku; (3) bersifat sementara, kalau sedih anak menangis tapi setelah itu cepat berhenti bila perhatiannya dialihkan; serta (4) reaksi emosi mencerminkan individualitas anak, misalnya jika anak ketakutan, ada yang menangis, menjerit, lari, dan bersembunyi di balik seseorang; (5) emosi berubah kekuatannya ; (6) emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku.
2.    Macam Emosi
Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah:
a.    Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya ancaman oleh sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat karena mengakibatkan seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak takut kegelapan, ditinggal sendiri, terhadap binatang, serta tidak disayang dan diterima orang tua dan teman sebaya.
    Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang merupakan bentuk penarikan diri anak dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa canggung dan ragu apabila ada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan penampilan tidak seperti biasanya.
    Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya terekpresikan dalam bentuk perilaku yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah. Dapat juga sebaliknya. Anak menyelubungi perasan takut, khawatir, dan cemas dengan berperilaku tidak sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton televisi berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan kecemasan tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang dibayangkan akan terjadi.
b.    Rasa marah merupakan suatu perasaan yang dihayati oleh anak yang cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan oleh anak karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak dibandingkan dengan rangsangan yang menimbulkan rasa takut. Sebagaimana halnya variasi rasa takut, rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda. Ada anak yang dapat menghadapi dan mengatasi rasa marah lebih baik dibandingkan anak lainnya. Rangsangan yang biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang lain ataupun ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga rintangan terhadap keinginan, rencana dan niat yang ingin dilakukan anak, serta sejumlah kejengkelan yang bertumpuk.
    Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: (1) reaksi impulsif biasa disebut juga agresi, berupa reaksi fisik maupun kata-kata yang ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan pada anak kecil disebut ”temper tantrum” dengan cara memukul, mengigit, meludah, dan menyepak; (2) kemarahan yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri, atau mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.
c.    Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau kesalahan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Rasa sedih juga dapat disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang sangat dicintai atau disayang atau kehilangan orang, dan binatang atau benda permainan kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak menyenangkan Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar atau sedikit mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak kebahagiaan anak. Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan lama dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang yang disayangi. Ekspresi rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan anak ada yang memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati histeris. Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih, ditandai oleh hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, hilang selera makan, sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa sedih yang berlarut-larut dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan dan mengganggu kebahagiaan anak.
d.    Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraaannya. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI, kegembiraan antara lain disebabkan oleh kondisi fisik yang sehat sehingga dapat melakukan berbagai aktivitas dan permainan, keberhasilan mengatasi rintangan sehingga mencapai tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi harapan dari orang-orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari sekedar senyum sampai tertawa gembira sambil mengerakan tubuh, dan bertepuk tangan. Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk semakin dapat mengendalikan ekspresi kegembiraannya.
e.    Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang umum terjadi pada peserta didik usia SD/MI. Cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata dan adanya ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan kejengkelan ataupun kemarahan karena orang tua atau guru bersikap pilih kasih, dan anak merasa ditelantarkan dalam kepemilikan barang permainan. Rasa cemburu biasanya hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, dan dapat muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak atau teman lain. Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku perlawanan agresif seperti memukul, mendorong, dan berusaha mencelakai orang yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung terhadap cemburu ditunjukkan dengan bersikap kekanakan atau infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan ngambek, untuk mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi atau disayangi sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha membuat orang yang dikasihi menjadi bahagia atau senang.
f.    Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap hal-hal yang baru, aneh, dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia SD/MI akan bergerak ke sumbernya dan mempuyai minat terhadap segala sesuatu di lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin luas lingkungan gerak atau area penjelajahan anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin tahunya. Anak bertanya atau menanyakan segala macam yang mereka amati di sekitarnya. Semakin anak besar, aktivitas bertanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat mengendalikan anak melakukan penjelajahan untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
3.    Manfaat mempelajari perkembangan emosi anak
Emosi memegang peranan penting dalam kehidupan dan kebahagiaan anak. Dengan mempelajari emosi peserta didik, guru dapat terbantu dalam membimbing anak melakukan penyesuaian pribadi dan sosial. Tidak selalu mudah mempelajari emosi anak. Informasi aspek emosi bersifat subjektif, yang diperoleh melalui introspeksi, sementara anak belum dapat melakukan introspeksi dengan baik. Oleh karena itu, untuk mempelajari emosi anak biasanya dilakukan melalu pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi wajah dan tindakan yang berkaitan dengan berbagai emosi.
Manfaat ataupun kerugian bagi peyesuaian pribadi dan sosial dapat bersifat fisik dan/atau psikis sebagi berikut (Hurlock, 1990).
a.    Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Bahkan emosi, seperti kemarahan dan ketakutan, juga menambah rasa nikmat bagi kehidupan dengan memberikan suatu kegembiraan. Kenikmatan tersebut terutama ditimbulkan oleh akibatnya yang menyenangkan.
b.    Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi yang semakin kuat akan semakin menggoncangkan keseimbangan tubuh untuk persiapan bertindak. Jika persiapan ini ternyata tidak berguna, maka anak akan gelisah dan tidak tenang.
c.    Ketegangan emosi dapat mengganggu keterampilan motorik. Persiapan tubuh untuk bertindak ternyata menimbulkan gangguan pada keterampilan motorik sehingga anak menjadi canggung dan dapat menyebabkan timbulnya gangguan bicara, seperti bicara tidak jelas dan gagap.
d.    Emosi merupakan suatu bentuk komunikasi, yang dilakukan melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang menyertai emosi. Anak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain.
e.    Emosi dapat mengganggu aktivitas mental. Aktivitas mental seperti konsentrasi mengingat dan penalaran, sangat mudah dpengaruhi oleh emosi yang kuat. Anak menghasilkan prestasi di bawah kemampuan intelektualnya apabila emosinya terganggu.
f.    Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Orang dewasa menilai anak dari cara anak mengekspresikan emosi, dan emosi yang dominan/harapan sosial. Cara orang dewasa menilai ekpresi emosi anak akan menjadi dasar bagi anak dalam menyesuaikan dirinya.
g.    Emosi mewarnai anak memandang kehidupan. Peran dan posisi anak dalam kelompok sosialnya dipengaruhi oleh emosi yang ada pada anak, seperti malu, takut, agresif, ingin tahu, dan bahagia.
h.    Emosi, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, mempengaruhi interaksi sosial. Melalui emosi, anak belajar mengubah perilakunya agar dapat menyesuaikan diiri dengan tuntutan dan harapan sosial.
i.    Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Emosi yang menyenangkan akan mempecantik wajah anak, sedangkan emosi yang tidak menyenangkan akan menyuramkan wajah dan menyebabkan anak jadi kurang menarik. Umumnya kemenarikan seseorang dipengaruhi oleh ekspresi wajahnya.
j.    Emosi mempengaruhi suasana psikologis, baik di rumah, di sekolah, atau di kelompok bermain. Misalnya, anak yang gagal dalam melakukan tugas, merasa kesal sehingga mengubah suasana psikologis menjadi kemarahan, dan anak merasa tidak dicintai dan ditolak.
k.    Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Jika anak menjumpai reaksi sosial yang tidak menyenangkan, maka anak akan mendapatkan kesukaran untuk mengubah kebiasaan.
4.    Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Meskipun ada gejala umum pola perkembangan emosi pada anak seperti yang telah dibahas sebelumnya, terdapat variasi perkembangan emosi anak dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai emosi dan usia pemunculannya. Beberapa faktor atau kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi anak, di antaranya sebagai berikut.
a.    Dengan bertambahnya usia anak, maka semua bentuk emosi pada anak diekspresikan secara lebih lunak, tidak meledak-ledak. Hal ini dikarenakan anak harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan.
b.    Kondisi fisik anak dan taraf kemampuan intelektualnya, serta kondisi lingkungan. Anak yang sakit cenderung lebih emosional (rewel) daripada anak yang sehat. Demikian juga, kelompok anak yang pandai lebih mampu mengendalikan ekspresi emosinya.
c.    Keberhasilan emosi yang memenuhi kebutuhan anak. Jika ledakan marah berhasil memenuhi kebutuhan anak akan perhatian dan memberikan apa yang diinginkan anak, maka anak tidak hanya akan terus menggunakan perilaku tersebut untuk mencapai tujuan dan akan menambah intensitas ledakan marah.
d.    Kelompok anak mempengaruhi ekspresi emosi. Anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosinya dibandingkan dengan kelompok anak perempuan. Misalnya, anak laki-laki lebih sering mengekpresikan marah daripada anak perempuan. Rasa cemburu juga lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dari keluarga yang sama,
e.    Cara mendidik anak turut menentukan perkembangan emosi anak. Orang tua atau guru yang mendidik dengan cara otoriter mendorong timbulnya rasa cemas dan takut, sedangkan cara mendidik yang demokratis mendorong berkembangnya semangat dan rasa kasih sayang. Demikian juga, anak dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas.
f.    Kematangan yang disebabkan perkembangan intelekual mengakibatkan anak lebih memahami berbagai hal sehingga anak lebih reaktif terhadap rangsangan. Demikian juga, ketika terjadi perkembangan fisik yang sangat pesat pada masa puber mengakibatkan anak menarik diri dan menjadi sangat emosional.
g.    Pengalaman belajar anak juga turut menyebabkan pola perkembangan emosinya, dengan cara menentukan reaksi potensial yang akan digunakan anak untuk merespon rangsangan emosional tertentu.
5.    Kecerdasan Emosional
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi lainnya mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan emosi peserta didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara untuk mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik untuk memperkuat pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau metode berikut.
a.    Belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error), terutama melibatkan aspek reaksi. Anak mencoba-coba dalam mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat diterima.
b.    Belajar dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain. Anak belajar bereaksi dengan cara yang sama dengan ekspresi dari orang yang diamati dan ditiru perilakunya.
c.    Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang dikagumi atau mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk meniru sembarang orang.
d.    Belajar melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara asosiasi atau menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi). Pengkondisian lebih cepat terjadi pada anak kecil yang mempelajari perkembangan perilaku karena anak kurang mampu menalar, dan kurang pengalaman.
e.    Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan pengawasan guru atau orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk bereaksi terhadap hal-hal tertentu dan belajar mengendalikan lingkungan atau emosi dirinya.
Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia SD/MI, ada emosi dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Emosi dominan ini biasanya terbentuk dan bergantung pada lingkungan tempat anak hidup dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang berarti atau berpengaruh dalam kehidupannya, seperti kondisi kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan bimbingan orang tua.
Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan bersifat menetap. Anak yang bertemperamen periang akan memandang ringan rintangan yang menghalangi langkahnya. Demikian juga, besarnya pengaruh emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang dan kebahagian menyebabkan timbulnya perasaan aman yang akan membantu anak dalam menghadapi masalah dengan penuh ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya, bereaksi terhadap rintangan dengan ketegangan emosi yang minimal, dan dapat mempertahankan keseimbangan emosi.
Keseimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara: (1) pengendalian lingkungan dengan tujuan agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang menyenangkan; dan (2) mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan dan frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya ketidakseimbangan antara emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan akan membuat anak menjadi murung, cepat marah, dan watak negaitf lainnya. Untuk itu, diperlukan ”katarsis emosi” yaitu keluarnya energi emosional yang dapat mengangkat sebab terpendam, dan sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan emosional. Kondisi emosi yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi fisik (kesehatan buruk, gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis (kecerdasan rendah, kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan (ketegangan karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll).
Menurut Goleman (Sukmadinata, 2003), orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, mampu menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam keadaan sulit.
Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara mengenali diri (kekuatan, kelemahan, cita-cita, dan harapan) serta perasaan-perasaan yang ada pada diri seseorang, termasuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar mengendalikan perasaan atau emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Untuk mencapai pengendalian emosi, seseorang perlu memberikan perhatian pada aspek mental emosi sebanyak perhatiannya pada aspek fisik. Jadi, selain belajar cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak juga harus belajar cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi tersebut. Anak harus mampu menilai rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara benar. Tercapainya pengendalian emosi penting bagi perkembangan anak secara keseluruhan. Semua kelompok sosial mengharap bahwa semua anak belajar mengendalikan emosinya. Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya, semakin lebih mudah pula mengendalikan dirinya.
B.    Perkembangan Aspek Bahasa (berbicara)
1.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sarana untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar ataupun lukisan. Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 – 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.
Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa adalah agar dapat memenuhi:
a.    keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
b.    Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
c.    Pergaulan social dengan orang lain.
d.    Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
2.    Aspek Dalam Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat. Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
a.    Keterampilan mendengarkan, meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah, pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran.
b.    Keterampilan berbicara, meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi.
c.    Keterampilan membaca, meliputi ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas.
d.    Keterampilan menulis, meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf.
3.    Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Secara umum faktor yang mempengaruhi bahasa, yaitu:
a.    Warisan Biologis
Pada waktu dilahirkan ke dunia, anak belum siap untuk mengggunakan bahasa seperti halny burung. Namun, anak-anak ketika dilahirkan ke dunia dilengkapi dengan Alat Pemerolehan Bahasa (Leanguage Acquisition Device = LAD) yaitu ikatan biologis yang memungkinkan anak menditeksi kategori bahasa tertentu, seperti fonologi, sintaksis dan semantik. LAD adalah suatu kemampuan gramatikal yang dimiliki manusia yang dibawa sejak lahir yang mendasari semua bahasa manusia. Dalam proses perkembangan bahasa, otak juga turut berperan penting dalam pemahaman bahasa, otak kiri berperan penting dibandingkan dengan otak kanan. Tetapi dalam bebagai kegiatan, otak kiri dan otak kanan saling berkaitan.
b.    Warisan Lingkungan
Vygotsky mengemukakan bahwa peranan orang dewasa sangat penting untuk membantu perkembangan bahasa anak. Brunner juga menekankan bahwa orang dewasa atau orang tua sangat penting unutk mengembangkan komunikasi anak . Jadi begitu besar peranan orang tua, atau guru dalam perkembangan bahasa anak, agar anak mencapai perkembangan yang optimal.
Lingkungan yang sangat berperan dalam mewariskan bahasa kepada anak adalah lingkungan keluarga. Hal itu disebabkan karena keluarga menjadi tempat proses berkembangnya seorang anak untuk menjadi manusia yang sempurna. Bahasa anak-anak diperoleh dari pengukuhan dan peniruan yang dilakukan si anak terhadap bahasa di lingkungan tempat tingggalnya.
Perkembangan bahasa juga dapat diimplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar oleh pendidik. Bila kegiatan belajar mengajar yang diciptakan efektif, maka perkembangan bahasa anak dapat berjalan secara optimal. Tapi jika kurang efektif maka perkembangan bahasa anak akan mengalami hambatan. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif maka perlu bahasa yang komunikatif yang memungkinkan semua pihak terlibat dalam interaksi belajar mengajar yang dapat berperan secara aktif dan produktif.
Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak sama, namun tetapada perbedaan individual. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut:
a.    Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar berbahasa.
b.    Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik dan memiliki penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berpikir.
c.    Jenis kelamin
Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik dalam pengucapan, kosa kata maupun keseringan berbahasa.
d.    Keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki waktu untuk berbicara dan berbahasa.
e.    Keinginan dan Dorongan Komunikasi
Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang lain terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak untuk berbicara dan berbahasa.
f.    Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri.
4.    Fungsi dan Tujuan Berbicara
Fungsi dan tujuan berbicara antara lain:
a.    alat pemuas kebutuhan
b.    alat untuk menarik orang lain
c.    alat untuk membina hubungan social
d.    alat untuk mengevaluasi diri sendiri
e.    untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain
f.    untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal, yaitu:
a.    kematangan alat berbicara
b.    kesiapan mental
c.    adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak
d.    kesempatan berlatih
e.    motivasi untuk belajar dan berlatih dan
f.    bimbingan dari orang tua.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak susana batin. Ada empat ciri emosi yaitu: (1) pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif; (2) ada perubahan secara fisik; (3) diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia; (4) sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan. Macam-macam emosi yaitu takut, rasa marah, rasa bersalah dan sedih, kegembiraan, keriangan, dan kesenangan, cemburu dan kasih saying,dan  rasa ingin tahu.
Keseimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara: (1) pengendalian lingkungan dengan tujuan agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang menyenangkan; dan (2) mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan dan frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang.
Bahasa adalah sarana untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat. Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Littlre snake pin