A. Perspektif biolgis
Model medis, yang diilhami oleh para dokter mulai dari Hippocrates hingga kraepelin, tetap memiliki kekuatan yang besar dalam pemahaman kontemporer tentang perilaku abnormal. Model medis mewakili perspektif biologis tentang perilaku abnormal.
1. Sistem saraf
Sistem saraf terbuat dari sel – sel saraf yang disebut neuron. Neuron – neuron saling berkomunikasi satu sama lain, atau menyalurkan pesan. Setiap neuron memiliki badan sel, atau soma, dendrit – dendrit, dan sebuah akson. Badan sel memuat nucleus sel dan memetabolisasi oksigen untuk membawa hasil kerja dari sel. Neuron memancarkan pesan – pesan ke neuron yang lain melalui substansi kimia yang disebut neurotransmiter. Ketidakteraturan dalam kerja system neurotransmitter dikotak berkaitan erat dengan pola – pola perilaku abnormal.
2. Bagian – bagian system saraf
System saraf terdiri dari dua bagian utama, system saraf pusat dan system saraf tepi. Kedua bagian ini juga terbagi – bagi. System saraf pusat terdiri dari otak dan tulang belakang. System saraf tepi tersusun dari saraf – saraf yang menerima dan menyalurkan pesan sensoris ke otak dan tulang belakang, dan menyalurkan pesan dari otak atau tulang belakang ke otot – otot, menyebabkan mereka berkontraksi, dan kekelenjar – kelenjar, menyebabkan mereka mensekresi hormon – hormon.
System saraf pusat
Bagian bawah otak, terdiri dari medula, pons, dan serebellum. Banyak saraf yang menghubungkan tulang belakang dengan tingkat otak yang lebih tinggi menjulur melalui medula. Medula memainkan fungsi vital sepeti detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Pons menyalurkan informasi tentang pegerakan tubuh yang terlibat dalam fungsi yang berkaitan dengan perhatian, tidur, dan pernapasan. Serebelum terlibat dalam keseimbangan dan perilaku motorik.
Otak tengah terletak di atas batang otak dan berisi jalur saraf yang menghubungkan batang otak dengan otak tengah.
Area penting pada bagian depan otak, adalah talamus, menyalurkan informasi sensoris kedaerah otak yang lebih tinggi. talamus juga terlibat dalam tidur dan perhatian. Hipotalamus, merupakan struktur kecil yang terletak antara talamus dan kelenjar pituitary. Hipotalamus penting dalam pengaturan temperature tubuh, konsentrasi cairan – cairan, penyimpanan nutrisi, dan motivasi serta emosi. Serebrum, merupakan “mahkota kemenangan” dan bertanggung jawab terhadap bentuk bulat pada kepala manusia. Permukaan serebrum disebut korteks serebral, pusat pemikiran perencanaan, dan pelaksanaan dari otak.
System saraf tepi
System saraf tepi menghubungkan otak dengan dunia luar. Dua bagian utama system saraf tepi adalah system saraf somatic dan otonomik. System saraf somatic menyalurkan pesan – pesan tentang penglihatan, suara, bau, posisi tubuh, suhu, dan lain –lain ke otak. Para psikolog terutama tertarik pada system saraf otonomik karena aktivitasnya yang berhubugan dengan respon emosional. Seperti detak jantung, pernapasan, pencernaan, dan dilatasi pupil mata. Mengevaluasi perspektif biologis tentang perilaku abnormal. Telah jelas diketahui keterlibatan struktur dan proses biologis dalam berbagai pola perilau abnormal. Faktor – faktor seperti gangguan dalam fungsi neurotransmiter dan abnormalitas otak yang mendasar dikaitkan dengan berbagai gangguan psikologis. Namun demikian, untuk berbagai gangguan lain penyebab yang tepat tetap tidak diketahui. Misalnya faktor genetis atau faktor lingkungan pembuat stress.
B. Perspektif psikologis
1. Model – model psikodinamika
Teori psikodinsmiks didasarkan pada kontribusi Sigmund freud dan para pengikutnya. Model psikodinamika ini didasarkan pada keyakinan bahwa masalah psiologis adalah akibat dari konflik psikologis diluar alam sadar yang dapat dilacak pada masa kecil.
2. Model – model belajar
Teori psikologi lain yang relevan juga terbentuk diawal abad 20 adalah perspektif behavioral. Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan perilaku normal atau abnormal. Dari perspektif belajar, perilaku abnormal mencerminkan perolehan, atau pembelajaran dari perilaku yang tidak sesuai dan tidak adaptif. Dari pandangan belajar, perilaku abnormal bukanlah sintomatik dari apapun. Perilaku abnormal itu sendiri merupakan masalah. Perilaku abnormal dianggap sebagai sesuatu yang dipelajari dengan cara yang sama sebagaimana perilaku normal. Watson dan teoretikus behavioristik lainnya, meyakini bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan. Sebagaimana freud, Watson tidak menggunakan konsep kebebasan pribadi, pilihan, dan self-direktion. Teoritikus behavioristik melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi perilaku kita. bagi Watson, keyakinan bahwa kita memiliki kehendak yang bebas ditentukan oleh lingkungan. Watson berfokus pada peran dari dua bentuk utama dari belajar dalam membentuk perilaku normal dan abnormal yaitu, classacal conditioning dan operant conditioning.
3. Model – model humanistic
Suatu kekuatan ketiga dalam psikologi modern muncul pada abad pertengahan ke 20, yaitu psikologi humanistic. Para teoritikus humanistic seperti carl rogers (1902 – 1987) dan Abraham maslow (1908 – 1970) meyakini bahwa perilaku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik – konflik yang tidak disadari maupun conditioning yang sederhana. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa perilaku manusia semata – mata ditentukan oleh factor diluar dirinya, para teoritikus melihat orang sebagai aktor dalam drama kehidupan, bukan reactor terhadap insting atau tekanan lingkungan. Mereka berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self direktion humanistic. Psikologi humanistic berhubungan erat dengan aliran filosofis eropa yang disebut sebagai eksistensialisme. Para eksistenssialis meyakini bahwa kemanusiaan kita membuat kita bertanggung jawab atas arah yang akan diambil dalam kehidupan kita.
Para humanis mempertahankan bahwa orang memiliki kecenderungan untuk melakukan self -actualization untuk berjuang menjadi apa yang mereka mampu. Tiap orang memiliki serangkaian perangai dan bakat – bakat yang mendasari perasaan dan kebutuhan individual serta memberikan perspektif yang unik dalam hidup kita. Meski pada akhirnya tiap manusia mati, namun masing – masing dapat mengisi kehidupan dengan penuh arti dan tujuan apabila kita mengenali dan menerima kebutuhan dan perasaan terdalam kita. Untuk memahami perilaku abnormal dalam pandangan humanistic, kita perlu untuk memahami penghambat yang dihadapi orang dalam berjuang mencapai self-actualization dan keautentikan. Untuk mencapai hal ini, psikolog harus belajar memandang dunia dari perspektif klien. Karena pandangan subyektif klien tentang dunianya sendiri menginterpretasi dan mengevaluasi pengalaman mereka baik dengan cara yang bersifat self-enhancing atau self-defeating.
4. Model-model kognitif
Kata kognif berasal dari kata latin cognition,yang berarti pengetahuan. para teorinitis kognitif mempelajari kognisi (pikiran-pikiran), keyakinan, harapan, dan sikap-sikap yang menyertai dan mungkin mendasari perilaku abnormal.mereka berfokus pada bagaimana realitas diwarnai oleh harapan-harapan dan sikap kita dan bagaimana tidak akurat atau biasnya pemprosesan informasi tentang dunia dan tempat kita di dalamnya dapat menimbulkan perilaku abnormal. Para teoritis kognitif menyakini bahwa interpretasi kita dalam kehidupan kita dan bukan peristiwa itu sendiri,menentukan keadaan emosional kita. Beberapa model kognitif yang paling menonjol dari pola-pola perilaku abnormal adalah pendekatan pemprosen informasi dan model-model yang dikembangkan oleh psikolog Albert Ellis dan psikiater Aaron Beck.
C. Perspektif sosiokultural
Para teoritikus sosiokultural mencari penyebab perilaku abnormal yang mungkin terletak pada kegagalan masyarakat daripada orang yang mengalami. Beberapa teoritikus sosiokultural yang lebh radikal, seperti Thomas Szasz, bahkan menyangkal adanya gangguan psikologis atau sakit mental. Szasz menyatakan bahwa tidak normal hanya sekedar label yang dilekatkan oleh masyarakat oleh orang-orang yang memiliki perilaku yang menyimpang dari norma social yang dapat diterima. Menurutnya label ini digunakan memberikan stigma dan menepikan penyimpangan social. Di atas kita telah menelaah hubungan antara pola-pola perilaku abnormal dan perilaku sosioabnormal.
D. Perspektif biopsikososial
Banyak teoritikus masa kini yang mengadopsi perspektif biopsikososial yang memandang bagaimana berbagai factor-faktor yang mewakili ranah-ranah biologis, psikologis, dan sosiokultural berinteraksi dalam berkembangnya gangguan tertentu. Kita baru mulai menggali interaksi yang tidak tampak dan sering kali kompleks, dari berbagai factor yang menyebakan pola-pola perilaku yang abnormal.
Perspektif biopsikososial mengundang kita bagaimana factor-faktor biologis, psikologis, tekait dengan berkembangnya pola-pola perilaku abnormal. Untuk beberapa gangguan, penyebabnya mungkin terutama atau bahkan secra eksklusif adalah bersifat biologis.
Model diathesis stress
Model ini beranggapan bahwa gangguan muncul dari kombinasi atau interaksi dari suatu diathesis atau perentanan dengan stress. Dalam sebagian besar versi dari model ini, diathesis dijelaskan sebagai perentanan biologis,yang biasanya bersifat genetis yang meningkatkan resiko berkembangnya gangguan tertentu. Pada beberapa kasus, orang dengan gangguan diathesis dengan gangguan tertentu, mungkin tetap bebas dari gangguan atau mengembangkan bentuk, gangguan ringan jika tingkat stress pada kehidupan mereka tetap rendah. Namun semakin kuat tingkat diathesisnya, semakin sedikit tingkat stress yang biasanya dibutuhkan untuk menghasilkan gangguan. Pada beberapa kasus yang diathesisnya mungkin sedemikian kuat sehingga gangguan tetap berkembang meskipun berada dalam kondisi kehidupan yang paling baik.