Kamis, 17 Januari 2013

IQ




Dalam rangka mencari definisi IQ (kecerdasan intelektual) yang konkrit, penulis sedikit kesulitan mengingat banyaknya persepsi dari beberapa tokoh dan ilmuan yang mengutarakan definisi yang beragam, mengingat keanekaragaman pula sudut pandang kajiannya. Namun, penulis akan menjembatani dari beberapa pendapat tersebut diantaranya:
Dikemukakan oleh Muhammad Sa’id Mursi dalam bukunya “Seni Mandidik Anak” tentang IQ (kecerdasan intelektual), kecerdasan adalah kemampuan untuk mengetahui hubungan antara beberapa benda, kemampuan untuk menciptakan atau memperbaharui, kemampuan untuk belajar, berfikir, memahami, menguasai, berkhayal, mengingat dan merasa, kemampuan untuk memecahkan masalah, mengerjakan tugas dengan berbagai tingkat kesulitan.
Dalam definisi yang lain juga dikatakan bahwa IQ adalah bakat yang didapat dari keturunan, tapi lingkungan dan kondisi sekelilingnya juga mempengaruhi peningkatan presentasi kecerdasan sesorang melalui pengalaman, pengetahuan yang didapat dan pengajaran.
Kemudian dikemukakan pula oleh David Wechsler tentang IQ yaitu kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Menurut Thurstone IQ (kecerdasan intelektuan) adalah:
a. Kemampuan untuk memahami hal-hal ynag dinyatakan secara verbal atau menggunakan bahasa.
b. Kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan menggunakan kata-kata.
c. Kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah matematis yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan.
d. Kemampuan untuk mengingat.
e. Kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil pengamatan
f. Kemampuan berfikir logis.
Dengan demikian, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa IQ (kecerdasan intelektual) adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi atau IQ tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional.
1. Ciri-Ciri Kecerdasan Anak
Para ahli berpendapat bahwa perkembangan kecerdasan anak berkembang sangat cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Pada usia 4 tahun kapasitas kecerdasan sudah mencapai sekitar 50 %, usia 8 tahun mencapai 80 %, dan mencapai titik kulminasi 100 % pada usia 18 tahun. Oleh sebab itu, anak pada masa usia dini disebut masa emas perkembangan. Usia keemasan (golden age) merupakan masa dimana anak mulai peka atau sensitif untuk menerima berbagai upaya pengembangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, namun pada umumnya biasa terjadi pada rentang usia 0-6 tahun.
Kecerdasan seseorang berkembang seiring dengan bertambahnya usia, secara umum anak yang cerdas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lebih kuat dalam memperhatikan dan lebih cepat memahami sesuatu dibandingkan dengan yang lain
b. Lebih cepat belajar menerima pemikiran dan informasi
c. Lebih mampu mengetahui hubungan antara beberapa hal, jumlah dan kalimat
d. Lebih mampu menciptakan sesuatu, merancang rencana dan cara untuk mencapai tujuan
e. Lebih cepat beradaptasi dengan sitiasi baru
f. Percaya diri.
Carl Witherington mengemukakan enam ciri dari perbuatan yang cerdas yaitu:
a. Memiliki kemampuan yang cepat dalam bekerja dengan bilangan
b. Efisien dalam berbahasa
c. Kemampuan mengamati dan menarik kesimpulan dari hasil pengamatan yang cukup cepat
d. Kemampuan mengingat yang cukup cepat dan tahan lama
e. Cepat dalam memahami hubungan
f. Memiliki daya khayal atau imajinasi yang tinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan beberapa ciri dari prilaku cerdas atau prilaku individu yang memiliki kecerdasan tinggi adalah sebagai berikut:
a. Memiliki daya adaptasi yang tinggi artinya prilaku cerdas cepat membaca dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, tidak banyak mengeluh dan merasakan hambatan dari lingkungan
b. Prilaku cerdas berorientasi kepada keberhasilan artinya tidak takut gagal dan selalu optimis
c. Sikap jasmaniah yang baik artinya seorang siswa yang intelegen ketika pelajaran berlangsung duduk dengan baik, menempatkan bahan yang dipelajari dengan baik, memegang alat tulis dengan baik, tidak belajar sambil tiduran, sambil tengkurap, dll
d. Mempunyai motivasi yang tinggi.
2. Macam-Macam Kecerdasan
Menurut Gardner ada tujuh macam kecerdasan yang dimiliki manusia, antara lain:
a. Kinestetik
Kecerdasan kinestik disebut juga body smart. Kecerdasan ini melibatkan koordinasi bahasa badan, yang memproses pengetahuan melalui indra tubuh. Jadi, kecerdasan kinestik merupakan kecakapan melakukan gerakan dan keterampilan kecekatan fisik seperti dalam olah raga, atletik, menari, kerajinan tangan, bedah, dll. Orang-orang yang memiliki kecerdasan kinestetik yang tinggi adalah para olah ragawan, penari, pecinta tari, pengrajin profesional, dokter bedah, dll.
b. Bahasa
Kecerdasan bahasa disebut juga word smart. Kecerdasan ini dapat dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa yang efektif. Jadi, kecerdasan bahasa berkaitan dengan kemampuan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis.
Dalam kecerdasan ini terdapat cakupan yang didalamnya terdapat kemampuan dalam ejaan, kosa kata, dan tata bahasa. Kecerdasan bahasa pada umumnya dimiliki oleh seorang pembaca naskah berita, para penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, orator, penyiar, mereka adalah orang-orang yang memilki kecerdasan linguistik (bahasa) yang tinggi.
c. Musical
Kecakapan untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada, menghargai bentuk-bentuk ekspresi musik. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, menghafal melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan musikal biasanya bercita-cita menjadi musisi, dirigen, pembuat instrumen musik, penyanyi, pengamat musik, dll.
d. Visual-Spasial
Kecerdasan ini disebut juga picture smart. Yaitu merupakan kecakapan berfikir dalam ruang tiga dimensi. Seorang yang memiliki intelegensi visual-ruang yang tinggi sepert pilot, nahkoda, astronot, pelukis, arsitek, perancang, dll. Yang mana mereka mampu menangkap bayangan ruang internal dan eksternal, untuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, atau mengubah, mengkresi, dan menciptakan karya-karya tiga dimensi nyata.
e. Logika Matematika
Kecerdasan ini disebut juga number smart. Anak yang menonjol dalam kecerdasan ini memiliki keterampilan untuk mengolah angka-angka dan mahir dalam menggunakan logika atau akal sehat. Kecerdasan ini dimiliki oleh para ilmuan, ahli matematis, akuntan, insinyur, pemogram komputer.
f. Interpersonal (Kecerdasan Hubungan Sosial)
Kecerdasan ini disebut juga people smart yaitu kecakapan memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak, temperamen, motivasi, dan kecenderungan terhadap orang lain. Orang yang memiliki kecerdasan hubungan sosial diantaranya guru, konselor, pekerja sosial, aktor, pemimpin masyarakat, politikus, dll.
g. Intrapersonal
Kecerdasan ini disebut juga self smart yaitu kecakapan memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan membentuk persepsi yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan dan mengarahkan orang lain; agamawan, psikolog, psikiater, filosof, adalah mereka yang memiliki kecerdasan pribadi yang tinggi.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IQ Anak
a. Faktor Bawaan Atau Keturunan
Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi taraf intelegensi seseorang. Artinya, jika kedua orang tua memiliki intelegensi, besar kemungkianan anaknya memiliki intelegensi tinggi pula. Akan tetapi hal inipun tidak terjadi demikian. Adakalanya kedua orang tua memiliki taraf intelegensi tinggi mempunyai anak dengan taraf intelegensi pada tingkat rata-rata atau bahkan dibawah rata-rata.
Sebagian pakar berpendapat bahwa pengaruh orang tua yang sedemikian besar terhadap perkembangan intelegensi anak adalah lebih disebabkan oleh upaya orang tua itu sendiri dalam memberdayakan anak-anaknya.
Dr. Bernard Devlin dari fakultas kedokteran universitas Pittsburg, AS, memperkirakan faktor genetika memiliki peranan sebesar 48 % bentuk IQ anak, sedangkan sisanya adalah faktor lingkungan, termasuk ketika anak masih dalam kandungan.
Untuk menjelaskan peran genetika dalam pembentukan IQ anak, seorang pakar lain dibidang genetika dan psikologi dari universitas Minesito, AS, bernama Matt Mc Gee mencontohkan pada keluarga kerajaan yang memiliki gen elit, keturunannya belum tentu memiliki gen elit.
Matt Mc Gee mengatakan keluarga bangsawan yang memiliki IQ tinggi umumnya hanya sampai generasi kedua atau ketiga. Generasi berikutnya belum diketahui secara pasti, karena mungkin saja hilang. Meski dapat muncul lagi pada generasi kedelapan atau berikutnya. Jadi orang tua yang memiliki IQ tinggi bukan jaminan dapat menghasilkan anak ber IQ tinggi pula.
Jadi, hal tersebut diatas menunjukkan bahwa faktor genetic bukan satu-satunya faktor penentu tingkat kecerdasan anak.
b. Faktor Lingkungan
Pengembangan potensi anak mencapai aktualisasi optimal bukan hanya dipengaruhi faktor bakat, melainkan faktor lingkungan yang membimbing dan membentuk perkembangan anak. Faktor lingkungan dalam banyak hal justru memberi andil besar dalam kecerdasan anak. Yang dimaksud tidak lain adalah upaya memberi ‘iklim’ tumbuh kembang sebaik mungkin agar kecerdasan dapat berkembang optimal. Seperti yang dikemukakan oleh Conny Semiawan dalam bukunya yang berjudul ”Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Pendidikan Usia Dini” bahwa:
“Seseorang secara genetis telah lahir dengan suatu organisme yang disebut intelegensi yang bersumber dari otaknya, kalau struktur otak sudah ditentukan oleh biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya.”
Para pakar yakin faktor lingkungan benar-benar dapat mempengaruhi kecerdasan anak, hal ini terbukti dengan Helen dan Glady sepasang bayi kembar, bisa menjadi salah satu buktinya. Pada usia 18 bulan mereka dirawat secara terpisah. Helen hidup dan dibesarkan dalam satu keluarga bahagia dengan keluarga yang hidup dan dinamis, sedangkan Glady dibesarkan di daerah gersang dalam lingkungan ‘miskin’ rangsangan. Ternyata saat dilakukan pengukuran Helen memiliki angka IQ 116 dan berhasil meraih gelar sarjana dalam bidang bahasa inggris. Sedangkan Glady terpaksa putus sekolah lantaran sakit-sakitan dan IQ-nya 7 angka dibawah saudaranya.
Dengan demikian, jelas bahwa faktor lingkungan benar-benar mempunyai peran penting yang dapat mempengaruhi kecerdasan anak. Faktor lingkungan diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, yang akan dijelaskan pada uraian dibawah ini.
1). Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan perkembangan anak dalam berbagai aspek. Sedangkan lembaga pra-sekolah dan sekolah hanya berperan sebagai partner pembantu, tugas penting orang tua ini akan sangat terdukung apabila mampu menciptakan suasana rumah menjadi tempat tinggal sekaligus sebagai basis pendidikan. Maka dari itu lingkungan keluarga harus memberikan stimulus positif untuk menyiapkan kondisi yang kondusif guna tercapainya perkembangan yang optimal bagi seorang anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan intelegensi anak cukup besar. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa lingkungan keluarga berkorelasi secara signifikan dengan perkembangan intelegensi anak.
Jika anak kembar satu telur diasuh bersama dalam lingkungan yanhg sama, IQ mereka akan lebih mirip sama dibandingkan dengan apabila mereka diasuh terpisah oleh lingkungan yang berbeda. Dalam kasus ini tidak terdapat hubungan genetik, tetapi hasilnya menunjukkan bahwa kesamaan IQ adalah karena kesamaan pengalaman belajar dari lingkungan yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Garber Ware (1970) disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas lingkungan rumah, cenderung semakin tinggi pula IQ anak. Tiga unsur penting dalam keluarga yang sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi anak yang ditemukan dalam penelitian itu adalah:
a. Jumlah buku, majalah dan materi belajar lainnya yang terdapat dalam lingkungan rumah.
b. Jumlah ganjaran dan pengakuan yang diterima anak dari orang tua atas prestasi akademiknya.
c. Harapan orang tua akan prestasi akademik anaknya.
Pada dasarnya kegiatan belajar tidak hanya berada di sekolah, hal itulah yang harus diketahui oleh orang tua. Dalam melaksanakan kegiatan belajar di lingkungan rumah, orang tua perlu menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Anak perlu diperhatikan
Perhatian kepada anak menjadi kunci keberhasilan kegiatan belajar. Perhatian kepada anak merasa senang dan terpadu dalam melakukan kegiatan. Perhatian yang proporsional akan memunculkan motivasi atau semangat anak. Motivasi ini akan menggerakkan daya cipta yang didorong oleh potensi yang sudah ada pada diri anak.
b. Pada dasarnya anak mengalami tumbuh kembang yang unik
Kegiatan belajar yang dilakukan harus disesuaikan dengan tumbuh kembang anak yang terjadi. Anak memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada anak yang lebih cepat mengolah pengetahuan dengan pendengaran (auditory), gerakan (kinesthetic), dan dengan cara melihat (visual).
c. Fasilitas belajar sebaiknya disediakan dalam ruangan khusus
Fasilitas belajar sedapat mungkin disediakan dalam ruangan khusus. Hal ini akan mempermudah pendampingan terhadap anak dalam aktifitas permainan edukatif.
d. Waktu kegiatan belajar di rumah bisa lebih longgar
Di rumah setiap waktu dapat digunakan untuk melakukan kegiatan belajar dengan tidak meninggalkan pertimbangan memberi keleluasaan dan kebebasan anak dalam melakukan kegiatan.
2). Lingkungan Sekolah
Lingkungan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan diluar keluarga adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yaitu lingkungan formal yang mempunyai struktur dan mempunyai program yang baku.
Mengapa diperlukan adanya pendidikan pada usia dini ? Menurut hasil penelitian di dunia kedokteran bahwa otak manusia pada saat dilahirkan kurang lebih sama. Makin banyak otak digunakan, makin banyak jaringan otak terbentuk, sebaliknya jika otak jarang digunakan, makin kurang jaringan otak tersebut. Maka dari itu, pendidikan anak usia dini sangat penting dalam upaya optimalisasi potensi anak.Berbagai bentuk pelayanan pendidikan bagi anak usia dini banyak ditemukan di lingkungan sekitar kita, baik yang bersifat informal maupun yang formal, antara lain tempat penitipan anak, kelompok bermain, taman kanak-kanak, sekolah dasar awal, dll. Dengan demikian tuntutan bagi pendidik/guru TK untuk menjadikan pengalaman belajar anak menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan untuk mengoptimalkan perkembangan anak di masa yang akan datang.
3). Lingkungan Masyarakat
Lingkungan kedua yang berfungsi sebagai pendidikan diluar keluarga adalah masyarakat. Dalam masyarakat ini anak akan bergaul dengan orang lain sehingga baik langsung maupun tidak langsung akan saling mempengaruhi pembentukan pribadi anak.
c. Gizi Bagi Anak
Kekurangan dari salah satu zat atau beberapa zat gizi yang diperlukan anak maka akan mengakibatkan gangguan pada tingkat kecerdasan dan perkembangan intelektual anak. Lebih lanjutnya, anemia defisiensi zat besi (anemia gizi) dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan kognitif, psikomotorik, dan kemampuan verbal, serta terlambatnya kemampuan motorik dan koordinasi dari anak. Idradinata dan Polit (1993) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa anemia gizi pada anak dibawah umur 2 tahun, perkembangan mental dan motoriknya dapat diperbaiki setelah pemberian suplementasi zat besi selama 4 bulan. Namun penelitian lain justru bertentangan bahwa pemberian suplemen gizi tidak berhasil memperbaiki gangguan mental dan psikomotorik anak penderita anemia gizi.
Gangguna mental, intelektual dan psikomotor yang diderita anak di bawah umur 2 tahun akibat anemia gizi dapat bersifat permanen, oleh karena itu sebaiknya masalah seperti ini harus dicegah dan perlu diwaspadai oleh orang tua.
Masalah gizi adalah merupakan masalah kompleks yang harus ditanggulangi secara terpadu dan terkonsep yang berawal dari keluarga. Hal itu perlu diwaspadai dan mendapat perhatian sedini mungkin. Pada masa prenatal dan post-natal sampai usia remaja orang tua perlu waspada terhadap pola kebiasaan makan anak, apabila menginginkan anak yang cerdas.
Demikian Burhan Hidayat menjelaskan bahwa “pada anak usia pra sekolah, gangguan mental akibat anemia gizi dapat berupa kurangnya perhatian, keinginan, dan motivasi anak dalam belajar serta lemahnya kemampuan berkonsentrasi. Secara keseluruhan anemia gizi pada anak usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya IQ dan prestasi belajar”.
Penelitian Sulzer juga menunjukkan bahwa anak penderita anemia (kurang darah akibat defisiensi zat besi) mempunyhai nilai lebih rendah dalam uji IQ dan kemampuan belajar. 
d. Tempat Tinggal Dan Cerita
Selain faktor gizi dan perawatan, apa yang dilihat, di dengar, dan dipelajari anak sejak dalam kandungan sampai usia 5 tahun sangat menentukan intelegensi dasar untuk masa dewasanya kelak. Setelah usianya melewati 5 tahun secara potensial IQ nya telah tetap. Dengan begitu, masa itulah merupakan “kesempatan emas” bagi kita (pendidik) untuk memacu kecerdasan anak.
Menurut Jean Praget, Psikolog dari Swiss, semakin banyak hal baru yag dilihat dan didengar, seorang anak akan semakin ingin melihat dan mendengar segala sesuatu yang ada dan terjadi dilingkungannya. Karenanya disarankan agar orang tua memperkaya lingkungan tempat tinggal (kamar tidur atau kamar bermain) bayi dengan warna dan bunyi-bunyian yang merangsang penglihatan dan pendengaran bayi. Seperti gambar-gambar, binatang, atau bunga, musik, kicauan burung, dan lain sebagainya.
Para pakar juga yakin lingkungan verbal bagi anak juga tidak kalah pentingnya. Bahasa yang didengarkan anak bisa meningkatkan atau menghambat kemampuan dasar berfikirnya. Penelitian ini dilakukan oleh psikolog Rusia, ia membayar para ibu keluarga miskin untuk memberikan cerita dengan suara keras untuk bayi mereka masing-masing selama 15-20 menit setiap hari. Menjelang usia 1,5 tahun bayi menjalani pengukuran. Hasilnya, bayi-bayi tersebut memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik dari pada bayi-bayi seusianya di daerah yang sama.
Penelitian lain dilakukan disekolah perawat di New York, AS, terhadap dua kelompok anak usia tiga tahun. Masing-masing anak diperlakukan secara berbeda, kelompok pertama diberi pelajaran bahasa selama 15 menit setiap hari, kelompok kedua diberi perhatian khusus juga selama 15 menit tanpa pelajaran bahasa. Setelah 4 bulan ternyata kelompok pertama mendapatkan kenaikan intelegensi rata-rata sebesar 14 angka. Sedangkan kelompok kedua kenaikan rata-ratanya hanya 2 angka.
Dengan demikian, untuk mendapatkan anak yang cerdas ternyata gampang, hanya dengan memberi makan sehat (gizi seimbang), perawatan baik, dan lingkungan psikologis yang mendukung sejak dalam kandungan sampai anak usia lima tahun, besar kemungkinan harapan orang tua akan tercapai.
4. Langkah Menumbuhkan IQ Anak
Dalam keadaan anak normal, kecerdasan itu dapat ditumbuhkan, tentunya dengan metode pengasuhan yang juga cerdas, berikut ini langkah-langkah yang perlu dikembangkan untuk menumbuhkan IQ anak antara lain:
a. Melakukan Pembelajaran Secara Dini Bagi Anak
Kecerdasan anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus dirangsang, diantaranya dengaan melakukan pembelajaran secara dini bagi anak. Misalnya pada usia dini, anak diperkenalkaan pada kegiatan membaca dan menulis, dengaan cara membuat tulisan pada benda yang dimaksud. Kegiatan semacam ini dapat merangsang daya ingat anak terhadap benda tersebut sekaligus memperkenalkaan anak akan bentuk huruf dan tulisan.
Begitu pula dengan kemampuan dasar matematika anak, dapat dirangsang melalui cara sederhana seperti menghitung jumlah anak tangga, menghitung panjang masa dengan jengkal si anak, mengukur tinggi dan berat badannya sendiri dan lain-lain.
Membangkitkan potensi yang diminati anak tidak harus menggunakan waktu yang terjadwal ataupun waktu-waktu khusus. Namun dari semua peristiwa atau kegiatan sehari-hari yang dialami oleh anak bisa dijadikan media belajar anak untuk merangsang dan mengasah segala potensi anak, seperti yang dikatakaan oleh Dr. Seto Mulyadi mengajarkan kepada orang tua agar mengaitkan semua kegiatan (sehari-hari) sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan selalu ditunggu oleh anak, sehingga dapat menumbuhkan hasrat ingin tahu yang besar serta kemampuaan logika yang baik.
b. Membangun Stimulus Pada Anak
Selain makanan, pengasuhan dan penyediaan lingkungan yang kaya stimulus, tanpa adanya stimulasi yang baik, perkembangan intelegensi baik intelektual maupun emosional tidak akan berkembang maksimal. Hasil puncak stimulasi lingkungan yang optimal terjadi ketika anak berumur 6 tahun, maka dari itu orang tua harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin dan memberikan stimulasi seoptimal mungkin. Dalam memberikan stimulasi pada anak, ada lima aspek perkembangan yang dibutuhkan anak yaitu :
1). Bahasa
Perkembangan bahasa sangat tergantung dari stimulasi banyak mendengar kata-kata melalui pembicaraan radio, tape, dan kata-kata yang biasa diucapkan oleh orang tuanya, serta melalui mendongeng atau membacakan cerita itu. Hal tersebut dapat membantu perkembangan bahasa anak.
2). Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi anak membutuhkan syarat mutlak yakni melalui pola asuh yang penuh perhatian dan kasih sayang.
3). Musik
Stimulasi melalui musik dan belajar musik sejak dini dapat membangun kapasitas otak untuk berfikir visual spasial, matematika dan logika. Masa yang paling baik adalah usia tiga sampai sepuluh tahun, sebab stimulasi suara musik telah sempurna ditangkap oleh otak.

Littlre snake pin