Dalam rangka mencari definisi IQ (kecerdasan intelektual) yang konkrit,
penulis sedikit kesulitan mengingat banyaknya persepsi dari beberapa tokoh dan
ilmuan yang mengutarakan definisi yang beragam, mengingat keanekaragaman pula
sudut pandang kajiannya. Namun, penulis akan menjembatani dari beberapa
pendapat tersebut diantaranya:
Dikemukakan oleh Muhammad Sa’id Mursi dalam bukunya “Seni Mandidik Anak”
tentang IQ (kecerdasan intelektual), kecerdasan adalah kemampuan untuk
mengetahui hubungan antara beberapa benda, kemampuan untuk menciptakan atau
memperbaharui, kemampuan untuk belajar, berfikir, memahami, menguasai,
berkhayal, mengingat dan merasa, kemampuan untuk memecahkan masalah,
mengerjakan tugas dengan berbagai tingkat kesulitan.
Dalam definisi yang lain juga dikatakan bahwa IQ adalah bakat yang didapat
dari keturunan, tapi lingkungan dan kondisi sekelilingnya juga mempengaruhi
peningkatan presentasi kecerdasan sesorang melalui pengalaman, pengetahuan yang
didapat dan pengajaran.
Kemudian dikemukakan pula oleh David Wechsler tentang IQ yaitu kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi
lingkungannya secara efektif.
Menurut Thurstone IQ (kecerdasan intelektuan) adalah:
a. Kemampuan untuk memahami hal-hal ynag
dinyatakan secara verbal atau menggunakan bahasa.
b. Kelancaran dan kefasihan menyatakan
buah pikiran dengan menggunakan kata-kata.
c. Kemampuan untuk memahami dan
memecahkan masalah-masalah matematis yaitu masalah yang menyangkut dan
menggunakan angka-angka atau bilangan.
d. Kemampuan untuk mengingat.
e. Kemampuan untuk mengamati dan
memberikan penafsiran atas hasil pengamatan
f. Kemampuan berfikir logis.
Dengan demikian, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa IQ (kecerdasan
intelektual) adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara
rasional. Oleh karena itu, intelegensi atau IQ tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional.
1. Ciri-Ciri Kecerdasan Anak
Para ahli berpendapat bahwa perkembangan kecerdasan anak berkembang sangat
cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Pada usia 4 tahun kapasitas
kecerdasan sudah mencapai sekitar 50 %, usia 8 tahun mencapai 80 %, dan
mencapai titik kulminasi 100 % pada usia 18 tahun. Oleh sebab itu, anak pada
masa usia dini disebut masa emas perkembangan. Usia keemasan (golden age)
merupakan masa dimana anak mulai peka atau sensitif untuk menerima berbagai
upaya pengembangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, namun pada
umumnya biasa terjadi pada rentang usia 0-6 tahun.
Kecerdasan seseorang berkembang seiring
dengan bertambahnya usia, secara umum anak yang cerdas mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Lebih kuat dalam memperhatikan dan
lebih cepat memahami sesuatu dibandingkan dengan yang lain
b. Lebih cepat belajar menerima
pemikiran dan informasi
c. Lebih mampu mengetahui hubungan
antara beberapa hal, jumlah dan kalimat
d. Lebih mampu menciptakan sesuatu,
merancang rencana dan cara untuk mencapai tujuan
e. Lebih cepat beradaptasi dengan
sitiasi baru
f. Percaya diri.
Carl Witherington mengemukakan enam ciri dari perbuatan yang cerdas yaitu:
a. Memiliki kemampuan yang cepat dalam
bekerja dengan bilangan
b. Efisien dalam berbahasa
c. Kemampuan mengamati dan menarik
kesimpulan dari hasil pengamatan yang cukup cepat
d. Kemampuan mengingat yang cukup cepat
dan tahan lama
e. Cepat dalam memahami hubungan
f. Memiliki daya khayal atau imajinasi
yang tinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan beberapa ciri dari prilaku cerdas atau
prilaku individu yang memiliki kecerdasan tinggi adalah sebagai berikut:
a. Memiliki daya adaptasi yang tinggi
artinya prilaku cerdas cepat membaca dan menyesuaikan diri dengan lingkungan,
tidak banyak mengeluh dan merasakan hambatan dari lingkungan
b. Prilaku cerdas berorientasi kepada
keberhasilan artinya tidak takut gagal dan selalu optimis
c. Sikap jasmaniah yang baik artinya
seorang siswa yang intelegen ketika pelajaran berlangsung duduk dengan baik,
menempatkan bahan yang dipelajari dengan baik, memegang alat tulis dengan baik,
tidak belajar sambil tiduran, sambil tengkurap, dll
d. Mempunyai motivasi yang tinggi.
2. Macam-Macam Kecerdasan
Menurut Gardner ada tujuh macam kecerdasan yang dimiliki manusia, antara
lain:
a. Kinestetik
Kecerdasan kinestik disebut juga body
smart. Kecerdasan ini melibatkan koordinasi bahasa badan, yang memproses
pengetahuan melalui indra tubuh. Jadi, kecerdasan kinestik merupakan kecakapan
melakukan gerakan dan keterampilan kecekatan fisik seperti dalam olah raga,
atletik, menari, kerajinan tangan, bedah, dll. Orang-orang yang memiliki
kecerdasan kinestetik yang tinggi adalah para olah ragawan, penari, pecinta
tari, pengrajin profesional, dokter bedah, dll.
b. Bahasa
Kecerdasan bahasa disebut juga word
smart. Kecerdasan ini dapat dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa yang
efektif. Jadi, kecerdasan bahasa berkaitan dengan kemampuan berbicara,
mendengarkan, membaca, dan menulis.
Dalam kecerdasan ini terdapat cakupan
yang didalamnya terdapat kemampuan dalam ejaan, kosa kata, dan tata bahasa.
Kecerdasan bahasa pada umumnya dimiliki oleh seorang pembaca naskah berita,
para penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, orator, penyiar, mereka adalah
orang-orang yang memilki kecerdasan linguistik (bahasa) yang tinggi.
c. Musical
Kecakapan untuk menghasilkan dan
menghargai musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada,
menghargai bentuk-bentuk ekspresi musik. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan
menyanyikan lagu, menghafal melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama, atau
sekedar menikmati musik.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan
musikal biasanya bercita-cita menjadi musisi, dirigen, pembuat instrumen musik,
penyanyi, pengamat musik, dll.
d. Visual-Spasial
Kecerdasan ini disebut juga picture
smart. Yaitu merupakan kecakapan berfikir dalam ruang tiga dimensi. Seorang
yang memiliki intelegensi visual-ruang yang tinggi sepert pilot, nahkoda,
astronot, pelukis, arsitek, perancang, dll. Yang mana mereka mampu menangkap
bayangan ruang internal dan eksternal, untuk penentuan arah dirinya atau benda
yang dikendalikan, atau mengubah, mengkresi, dan menciptakan karya-karya tiga
dimensi nyata.
e. Logika Matematika
Kecerdasan ini disebut juga number
smart. Anak yang menonjol dalam kecerdasan ini memiliki keterampilan untuk
mengolah angka-angka dan mahir dalam menggunakan logika atau akal sehat.
Kecerdasan ini dimiliki oleh para ilmuan, ahli matematis, akuntan, insinyur,
pemogram komputer.
f. Interpersonal (Kecerdasan Hubungan
Sosial)
Kecerdasan ini disebut juga people
smart yaitu kecakapan memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang
lain dengan tepat, watak, temperamen, motivasi, dan kecenderungan terhadap
orang lain. Orang yang memiliki kecerdasan hubungan sosial diantaranya guru,
konselor, pekerja sosial, aktor, pemimpin masyarakat, politikus, dll.
g. Intrapersonal
Kecerdasan ini disebut juga self
smart yaitu kecakapan memahami kehidupan emosional, membedakan emosi
orang-orang, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan
membentuk persepsi yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan
dan mengarahkan orang lain; agamawan, psikolog, psikiater, filosof, adalah mereka
yang memiliki kecerdasan pribadi yang tinggi.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IQ
Anak
a. Faktor Bawaan Atau Keturunan
Ada sebagian kalangan yang berpendapat
bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi taraf intelegensi seseorang. Artinya,
jika kedua orang tua memiliki intelegensi, besar kemungkianan anaknya memiliki
intelegensi tinggi pula. Akan tetapi hal inipun tidak terjadi demikian.
Adakalanya kedua orang tua memiliki taraf intelegensi tinggi mempunyai anak
dengan taraf intelegensi pada tingkat rata-rata atau bahkan dibawah rata-rata.
Sebagian pakar berpendapat bahwa
pengaruh orang tua yang sedemikian besar terhadap perkembangan intelegensi anak
adalah lebih disebabkan oleh upaya orang tua itu sendiri dalam memberdayakan
anak-anaknya.
Dr. Bernard Devlin dari fakultas
kedokteran universitas Pittsburg, AS, memperkirakan faktor genetika memiliki
peranan sebesar 48 % bentuk IQ anak, sedangkan sisanya adalah faktor
lingkungan, termasuk ketika anak masih dalam kandungan.
Untuk menjelaskan peran genetika dalam
pembentukan IQ anak, seorang pakar lain dibidang genetika dan psikologi dari
universitas Minesito, AS, bernama Matt Mc Gee mencontohkan pada keluarga
kerajaan yang memiliki gen elit, keturunannya belum tentu memiliki gen elit.
Matt Mc Gee mengatakan keluarga
bangsawan yang memiliki IQ tinggi umumnya hanya sampai generasi kedua atau
ketiga. Generasi berikutnya belum diketahui secara pasti, karena mungkin saja
hilang. Meski dapat muncul lagi pada generasi kedelapan atau berikutnya. Jadi
orang tua yang memiliki IQ tinggi bukan jaminan dapat menghasilkan anak ber IQ
tinggi pula.
Jadi, hal tersebut diatas menunjukkan
bahwa faktor genetic bukan satu-satunya faktor penentu tingkat kecerdasan anak.
b. Faktor Lingkungan
Pengembangan potensi anak mencapai
aktualisasi optimal bukan hanya dipengaruhi faktor bakat, melainkan faktor
lingkungan yang membimbing dan membentuk perkembangan anak. Faktor lingkungan
dalam banyak hal justru memberi andil besar dalam kecerdasan anak. Yang
dimaksud tidak lain adalah upaya memberi ‘iklim’ tumbuh kembang sebaik mungkin
agar kecerdasan dapat berkembang optimal. Seperti yang dikemukakan oleh Conny
Semiawan dalam bukunya yang berjudul ”Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf
Pendidikan Usia Dini” bahwa:
“Seseorang secara genetis telah lahir
dengan suatu organisme yang disebut intelegensi yang bersumber dari otaknya,
kalau struktur otak sudah ditentukan oleh biologis, berfungsinya otak tersebut
sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya.”
Para pakar yakin faktor lingkungan
benar-benar dapat mempengaruhi kecerdasan anak, hal ini terbukti dengan Helen
dan Glady sepasang bayi kembar, bisa menjadi salah satu buktinya. Pada usia 18
bulan mereka dirawat secara terpisah. Helen hidup dan dibesarkan dalam satu
keluarga bahagia dengan keluarga yang hidup dan dinamis, sedangkan Glady
dibesarkan di daerah gersang dalam lingkungan ‘miskin’ rangsangan. Ternyata
saat dilakukan pengukuran Helen memiliki angka IQ 116 dan berhasil meraih gelar
sarjana dalam bidang bahasa inggris. Sedangkan Glady terpaksa putus sekolah
lantaran sakit-sakitan dan IQ-nya 7 angka dibawah saudaranya.
Dengan demikian, jelas bahwa faktor
lingkungan benar-benar mempunyai peran penting yang dapat mempengaruhi
kecerdasan anak. Faktor lingkungan diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, yang akan dijelaskan pada uraian
dibawah ini.
1). Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan dan perkembangan anak dalam berbagai aspek. Sedangkan
lembaga pra-sekolah dan sekolah hanya berperan sebagai partner pembantu, tugas
penting orang tua ini akan sangat terdukung apabila mampu menciptakan suasana
rumah menjadi tempat tinggal sekaligus sebagai basis pendidikan. Maka dari itu
lingkungan keluarga harus memberikan stimulus positif untuk menyiapkan kondisi
yang kondusif guna tercapainya perkembangan yang optimal bagi seorang anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan intelegensi anak cukup
besar. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa lingkungan keluarga berkorelasi
secara signifikan dengan perkembangan intelegensi anak.
Jika anak kembar satu telur diasuh bersama dalam lingkungan yanhg sama, IQ
mereka akan lebih mirip sama dibandingkan dengan apabila mereka diasuh terpisah
oleh lingkungan yang berbeda. Dalam kasus ini tidak terdapat hubungan genetik,
tetapi hasilnya menunjukkan bahwa kesamaan IQ adalah karena kesamaan pengalaman
belajar dari lingkungan yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Garber Ware (1970)
disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas lingkungan rumah, cenderung semakin
tinggi pula IQ anak. Tiga unsur penting dalam keluarga yang sangat mempengaruhi
perkembangan intelegensi anak yang ditemukan dalam penelitian itu adalah:
a. Jumlah buku, majalah dan materi
belajar lainnya yang terdapat dalam lingkungan rumah.
b. Jumlah ganjaran dan pengakuan yang
diterima anak dari orang tua atas prestasi akademiknya.
c. Harapan orang tua akan prestasi
akademik anaknya.
Pada dasarnya kegiatan belajar tidak hanya berada di sekolah, hal itulah
yang harus diketahui oleh orang tua. Dalam melaksanakan kegiatan belajar di
lingkungan rumah, orang tua perlu menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Anak perlu diperhatikan
Perhatian kepada anak menjadi kunci keberhasilan kegiatan belajar.
Perhatian kepada anak merasa senang dan terpadu dalam melakukan kegiatan.
Perhatian yang proporsional akan memunculkan motivasi atau semangat anak.
Motivasi ini akan menggerakkan daya cipta yang didorong oleh potensi yang sudah
ada pada diri anak.
b. Pada dasarnya anak mengalami tumbuh
kembang yang unik
Kegiatan belajar yang dilakukan harus disesuaikan dengan tumbuh kembang
anak yang terjadi. Anak memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada anak yang lebih
cepat mengolah pengetahuan dengan pendengaran (auditory), gerakan
(kinesthetic), dan dengan cara melihat (visual).
c. Fasilitas belajar sebaiknya
disediakan dalam ruangan khusus
Fasilitas belajar sedapat mungkin disediakan dalam ruangan khusus. Hal ini
akan mempermudah pendampingan terhadap anak dalam aktifitas permainan edukatif.
d. Waktu kegiatan belajar di rumah bisa
lebih longgar
Di rumah setiap waktu dapat digunakan untuk melakukan kegiatan belajar
dengan tidak meninggalkan pertimbangan memberi keleluasaan dan kebebasan anak
dalam melakukan kegiatan.
2). Lingkungan Sekolah
Lingkungan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan diluar keluarga adalah
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yaitu lingkungan formal yang mempunyai
struktur dan mempunyai program yang baku.
Mengapa diperlukan adanya pendidikan pada usia dini ? Menurut hasil
penelitian di dunia kedokteran bahwa otak manusia pada saat dilahirkan kurang
lebih sama. Makin banyak otak digunakan, makin banyak jaringan otak terbentuk,
sebaliknya jika otak jarang digunakan, makin kurang jaringan otak tersebut.
Maka dari itu, pendidikan anak usia dini sangat penting dalam upaya
optimalisasi potensi anak.Berbagai bentuk pelayanan pendidikan bagi anak usia dini banyak ditemukan di
lingkungan sekitar kita, baik yang bersifat informal maupun yang formal, antara
lain tempat penitipan anak, kelompok bermain, taman kanak-kanak, sekolah dasar
awal, dll. Dengan demikian tuntutan bagi pendidik/guru TK untuk menjadikan
pengalaman belajar anak menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan untuk
mengoptimalkan perkembangan anak di masa yang akan datang.
3). Lingkungan Masyarakat
Lingkungan kedua yang berfungsi sebagai pendidikan diluar keluarga adalah
masyarakat. Dalam masyarakat ini anak akan bergaul dengan orang lain sehingga
baik langsung maupun tidak langsung akan saling mempengaruhi pembentukan
pribadi anak.
c. Gizi Bagi Anak
Kekurangan dari salah satu zat atau
beberapa zat gizi yang diperlukan anak maka akan mengakibatkan gangguan pada
tingkat kecerdasan dan perkembangan intelektual anak. Lebih lanjutnya, anemia
defisiensi zat besi (anemia gizi) dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan
kognitif, psikomotorik, dan kemampuan verbal, serta terlambatnya kemampuan
motorik dan koordinasi dari anak. Idradinata dan Polit (1993) dalam
penelitiannya menyampaikan bahwa anemia gizi pada anak dibawah umur 2 tahun,
perkembangan mental dan motoriknya dapat diperbaiki setelah pemberian
suplementasi zat besi selama 4 bulan. Namun penelitian lain justru bertentangan
bahwa pemberian suplemen gizi tidak berhasil memperbaiki gangguan mental dan
psikomotorik anak penderita anemia gizi.
Gangguna mental, intelektual dan
psikomotor yang diderita anak di bawah umur 2 tahun akibat anemia gizi dapat
bersifat permanen, oleh karena itu sebaiknya masalah seperti ini harus dicegah
dan perlu diwaspadai oleh orang tua.
Masalah gizi adalah merupakan masalah
kompleks yang harus ditanggulangi secara terpadu dan terkonsep yang berawal
dari keluarga. Hal itu perlu diwaspadai dan mendapat perhatian sedini mungkin.
Pada masa prenatal dan post-natal sampai usia remaja orang tua perlu waspada
terhadap pola kebiasaan makan anak, apabila menginginkan anak yang cerdas.
Demikian Burhan Hidayat menjelaskan
bahwa “pada anak usia pra sekolah, gangguan mental akibat anemia gizi dapat
berupa kurangnya perhatian, keinginan, dan motivasi anak dalam belajar serta
lemahnya kemampuan berkonsentrasi. Secara keseluruhan anemia gizi pada anak
usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya IQ dan prestasi belajar”.
Penelitian Sulzer juga menunjukkan bahwa
anak penderita anemia (kurang darah akibat defisiensi zat besi) mempunyhai
nilai lebih rendah dalam uji IQ dan kemampuan belajar.
d. Tempat Tinggal Dan Cerita
Selain faktor gizi dan perawatan, apa
yang dilihat, di dengar, dan dipelajari anak sejak dalam kandungan sampai usia
5 tahun sangat menentukan intelegensi dasar untuk masa dewasanya kelak. Setelah
usianya melewati 5 tahun secara potensial IQ nya telah tetap. Dengan begitu,
masa itulah merupakan “kesempatan emas” bagi kita (pendidik) untuk memacu
kecerdasan anak.
Menurut Jean Praget, Psikolog dari
Swiss, semakin banyak hal baru yag dilihat dan didengar, seorang anak akan
semakin ingin melihat dan mendengar segala sesuatu yang ada dan terjadi
dilingkungannya. Karenanya disarankan agar orang tua memperkaya lingkungan
tempat tinggal (kamar tidur atau kamar bermain) bayi dengan warna dan
bunyi-bunyian yang merangsang penglihatan dan pendengaran bayi. Seperti
gambar-gambar, binatang, atau bunga, musik, kicauan burung, dan lain
sebagainya.
Para pakar juga yakin lingkungan verbal
bagi anak juga tidak kalah pentingnya. Bahasa yang didengarkan anak bisa
meningkatkan atau menghambat kemampuan dasar berfikirnya. Penelitian ini
dilakukan oleh psikolog Rusia, ia membayar para ibu keluarga miskin untuk
memberikan cerita dengan suara keras untuk bayi mereka masing-masing selama 15-20
menit setiap hari. Menjelang usia 1,5 tahun bayi menjalani pengukuran.
Hasilnya, bayi-bayi tersebut memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik dari
pada bayi-bayi seusianya di daerah yang sama.
Penelitian lain dilakukan disekolah
perawat di New York, AS, terhadap dua kelompok anak usia tiga tahun.
Masing-masing anak diperlakukan secara berbeda, kelompok pertama diberi
pelajaran bahasa selama 15 menit setiap hari, kelompok kedua diberi perhatian
khusus juga selama 15 menit tanpa pelajaran bahasa. Setelah 4 bulan ternyata
kelompok pertama mendapatkan kenaikan intelegensi rata-rata sebesar 14 angka.
Sedangkan kelompok kedua kenaikan rata-ratanya hanya 2 angka.
Dengan demikian, untuk mendapatkan anak
yang cerdas ternyata gampang, hanya dengan memberi makan sehat (gizi seimbang),
perawatan baik, dan lingkungan psikologis yang mendukung sejak dalam kandungan
sampai anak usia lima tahun, besar kemungkinan harapan orang tua akan tercapai.
4. Langkah Menumbuhkan IQ Anak
Dalam keadaan anak normal, kecerdasan
itu dapat ditumbuhkan, tentunya dengan metode pengasuhan yang juga cerdas,
berikut ini langkah-langkah yang perlu dikembangkan untuk menumbuhkan IQ anak
antara lain:
a. Melakukan Pembelajaran Secara Dini
Bagi Anak
Kecerdasan anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus
dirangsang, diantaranya dengaan melakukan pembelajaran secara dini bagi anak.
Misalnya pada usia dini, anak diperkenalkaan pada kegiatan membaca dan menulis,
dengaan cara membuat tulisan pada benda yang dimaksud. Kegiatan semacam ini
dapat merangsang daya ingat anak terhadap benda tersebut sekaligus
memperkenalkaan anak akan bentuk huruf dan tulisan.
Begitu pula dengan kemampuan dasar matematika
anak, dapat dirangsang melalui cara sederhana seperti menghitung jumlah anak
tangga, menghitung panjang masa dengan jengkal si anak, mengukur tinggi dan
berat badannya sendiri dan lain-lain.
Membangkitkan potensi yang diminati anak
tidak harus menggunakan waktu yang terjadwal ataupun waktu-waktu khusus. Namun
dari semua peristiwa atau kegiatan sehari-hari yang dialami oleh anak bisa
dijadikan media belajar anak untuk merangsang dan mengasah segala potensi anak,
seperti yang dikatakaan oleh Dr. Seto Mulyadi mengajarkan kepada orang tua agar
mengaitkan semua kegiatan (sehari-hari) sebagai suatu aktivitas yang
menyenangkan dan selalu ditunggu oleh anak, sehingga dapat menumbuhkan hasrat
ingin tahu yang besar serta kemampuaan logika yang baik.
b. Membangun Stimulus Pada Anak
Selain makanan, pengasuhan dan penyediaan lingkungan yang kaya stimulus,
tanpa adanya stimulasi yang baik, perkembangan intelegensi baik intelektual
maupun emosional tidak akan berkembang maksimal. Hasil puncak stimulasi
lingkungan yang optimal terjadi ketika anak berumur 6 tahun, maka dari itu
orang tua harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin dan memberikan stimulasi
seoptimal mungkin. Dalam memberikan stimulasi pada anak, ada lima aspek
perkembangan yang dibutuhkan anak yaitu :
1). Bahasa
Perkembangan bahasa sangat tergantung dari stimulasi banyak mendengar
kata-kata melalui pembicaraan radio, tape, dan kata-kata yang biasa diucapkan
oleh orang tuanya, serta melalui mendongeng atau membacakan cerita itu. Hal
tersebut dapat membantu perkembangan bahasa anak.
2). Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi anak membutuhkan syarat mutlak yakni melalui pola asuh
yang penuh perhatian dan kasih sayang.
3). Musik
Stimulasi melalui musik dan belajar musik sejak dini dapat membangun
kapasitas otak untuk berfikir visual spasial, matematika dan logika. Masa yang
paling baik adalah usia tiga sampai sepuluh tahun, sebab stimulasi suara musik
telah sempurna ditangkap oleh otak.