Selasa, 07 Juni 2011

ORIENTASI, RUANG LINGKUP, DAN KESALAHPAHAMAN BIMBINGAN DAN KONSELING


A.      ORIENTASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Orientasi yang dimaksud adalah “pusat perhatian” atau “titik berat pandangan”. Pandangan konselor terhadap kliennya itulah orientasi yang akan diuraikan :
1.       Orientasi perseorangan
Orientasi perseorangan BK menghendaki agar konselor  menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai kelompok  dalam kelas itu penting juga, tetapi  arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan pada masing-masing siswa. Kondisi keseluruhan siswa merupakan konfigurasi yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan.
Berkenaan dengan isu kelompok  atau idividu, konselor memilih individu sebagai titik berat pandangannya. Dalam hal ini, individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan individu, dan bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok, dalam hal ini kepentingan kelompok diletakan dalam kaitannya dengan hubungan timbale balik yang wajar antara individu dengan kelompoknya.  Kepentingan kelompok tidak akan terganggu oleh pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu ang merupakan anggota kelompok. Kepentingan kelompok justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan individu.
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam BK, yaitu:
a.       Semua kegiatan BK diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
b.       Pelayanan BK meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan, motivasi, dan kemampuan potensialnya yang semuanya unik.
c.       Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangai secara individual. (Ronger, dalam McDaniel, 1956)
d.       Menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan kebutuha klien setepat mungkin.

2.       Orientasi perkembangan
Orientasi perkembangan dalam BK lebih menekankan pentingnya  peranan perkembangan yang terjadi  pada saat ini dan yang akan terjadi pada individu dimasa yang akan datang. Keseluruhan proses perkembangan itu menjadi perhatian BK.
Menurut Myrick (dalam Mayers, 1992) perkembangan individu secara tradisional dari dulu sampa sekarang menjadi inti dari pelayanan BK. Sejak tahun 1950-an penekanan pada perkembangan dalam BK sejalan dengan konsepsi tugas-tugas perkembangan yang dicetuskan oleh Havighurst. Dalam hal itu peranan BK adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjadi alur perkembangannya. Pelayanan BK berlangsung dan dipesatkan untuk menunjang kemampuan inhern individu bergerak menuju kematangan dalam perkembangannya.
Ivey dan Rigazio (dalam Maers, 1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan justru merupakan ciri khas yang mejadi inti gerakan bimbingan. Perkembangan merupakan konsep inti dan terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap pelayanan BK. Selanjutnya ditegaskan bahwa praktek BK tidak lain adalah memberikan kemudahan yang berlangsung perkembangan yang berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi oleh idividu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal itu semua mendorong konselor dan klien bekerjasama untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya pekembangan klien.
Secara khusus Thompson dan Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak – anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk:
a.       Hambatan ogesentrisme
b.       Hambatan konsentrasi
c.       Hambatan reversibilitas
d.       Hambatan transformasi

3.       Orientasi permasalahan
Hambatan dan rintangan sering kali dialami oleh individu dalam menjalani kehidupan dan proses perkembangannya. Hambatan dan rintangan tersebut tentu akan mengganggu tercapainya kebahagiaan. Padahal tujuan umum BK, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri. Oleh karenanya perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan. Kewaspadaan inilah yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan BK.
Dalam kaitannya dengan fungsi BK yang telah dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah yang mungkin membebaninya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya. Fungsi lain yaitu fungsi pemahaman dan fungsi pemeliharaan, memungkinkan individu memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat dalam upaya pengentasan. Demikian pula fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahnya atau terentaskan masalah tertentu. Dengan demikian konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi – fungsi bimbingan dan dengan demikian pula menyusup segenap jenis layanan kegiatan BK.

B.      RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN KONSELING
Dalam dunia pendidikan tentu kita mengenal mengenai bimbingan konseling, tujuan utama pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar, yaitu untuk membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek sosial pribadi, pendidikan dan karir sesuai dengan tuntutan lingkungan dan masyarakat, ada beberapa bidang garapan dari bimbingan dan konseling ini, bidang bimbingan yang akan diberikan meliputi tiga bidang garapan, adapun 3 bidang tersebut,yakni:
1.       Bimbingan sosial pribadi yang memuat layanan bimbingan yang bersentuhan dengan:
·     Pemahaman diri
·     Mengembangkan sikap positif
·     Membuat pilihan kegaiatan secara sehat
·     Menghargai orang lain
·     Mengembangkan rasa tanggungjawab 
·     Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi
·     Keterampilan menyelesaikan masalah
·     Membuat keputusan secara baik


2.       Bimbingan Pengembangan Pendidikan, memuat layanan yang berkenaan dengan:
·     Belajar yang benar
·     Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
·     Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya keterampilan untuk menghadapi ujian

3.       Bimbingan pengembangan karier, meliputi:
·     Mengenali macam-macam dan ciri-ciri berbagai jenis pekerjaan
·     Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan
·     Mengeksplorasi arah pekerjaan
·     Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan

 Adapun menurut para ahli, layanan Bimbingan dan Konseling meliputi empat bidang garapan, seperti yang dikemukakan oleh Muro dan Kottman (Ahman, 1998;2530) yakni:
1.       Layanan Dasar Bimbingan layanan ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dasar untuk kehidupannya, dengan muatan materi yakni :
·     Self esteem
·     Motivasi berprestasi keterampilan pengambilan keputusan, merumuskan tujuan dan membuat perencanaan
·     Keterampilan pemecahan masalah
·     Kefektifan dalam hubungan antar pribadi
·     Keterampilan berkomunikasi
·     Keefektifan dalam memahami lintas budaya
·     Prilaku yang bertanggungjawab

2.       Layanan responsif
Layanan ini bertujuan untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial pribadi dan karier atau masalah perkembangan pendidikan, muatan materinya mencakup:
·     Kesuksesan akademik
·     Kenakalan anak
·     Masalah putus sekolah
·     Kehadiran
·     Sikap dan prilaku terhadap sekolah
·     Hubungannya dengan teman sebayaKeterampilan studi
·     Penyesuaian di sekolah baru

3.       Sistem perencanaan individual
Tujuan layanan ini adalah membantu siswa untuk merencanakan, memonitor dan mengelola rencana pendidikan, karir dan pengembangan sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Dengan kata lain, melalui sistem perencanaan individual siswa dapat:
·     Mempersiapkan pendidikan, karir, tujuan sosial pribadi yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakat.
·     Merumuskan rencana untuk mencapai tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan tujuan jangka panjang.
·     Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya
·     Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya
·     Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya

4.       Sistem pendukung
Ksomponen sistem pendukung lebih diarahkan kepada pemberian layanan dan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung bermanfaat bagi siswa. Layanan ini mencakup:
·     Konsultasi dengan guru-guru
·     Dukungan bagi program pendidikan orang tua dan upaya-upaya masyarakat
·     Partisipasi dalam kegiatan sekolah bagi peningkatan perencanaan dan tujuan
·     Implementasi dan program standarisasi instrumen tes
·     Kerja sama dalam melaksanakan riset yang releva
·     Memberikan masukan terhadap pembuat keputusan dalam kurikulum pengajaran, berdasarkan perspektif siswa

C.      KESALAHPAHAMAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Kesalahpahaman yang sering dijumpai di lapangan antara lain sebagai berikut :
1.       Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan
Ada dua pendapat yang ekstrim berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling sema saja dengan pendidikan.
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan (alat, tempat, dan sarana)yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanaan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari.
2.       Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Tidak jarang pula konselor sekolah diserah tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian.
Konselor didorong untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak ada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang mempunyai wajah tersebut. Adalah wajar siswa menjadi takut dan tidak mau dekat kepada konselor.
3.       Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-mata sebagai Proses Pemberian Nasihat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.
4.       Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya  Menangani Masalah yang Bersifat Insidental
Memang, sering kali pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien sekarang, yang sifatnya diadakan. Namun, pada hakekatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang.
5.       Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-klien Tertentu Saja
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka untuk segenap individu ataupun kelompok yang memerlukannya.
6.       Bimbingan dan Konseling Melayani “Orang Sakit” dan/atau “Kurang Normal”
Bimbingan dan konseling tidak melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”. Bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Masalahnya, ialah masih banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau setidak-tidaknya menyangka seseorang mengalami keabnormalan mental atau ketidaknormalan jiwa.
Konselor-konselor yang demikian itu akan memudarkan citra profesi bimbingan dan konseling. Klien kemungkinan akan mempresepsi masalah yang akan dialaminya, secara salah.
7.       Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial dan lingkungan. Oleh sebab itu, penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh konselor saja. Dalam hal ini peranan guru, orangtua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan.





Littlre snake pin